Pahami Kondisi Moral Bangsa, Guru Besar Hukum Pidana ini Dukung Sahnya Revisi Pasal Perzinaan

oleh Reporter

14 Januari 2017 | 10:48

Jakarta - persis.or.id, Guru Besar Hukum Pidana dan Sistem Peradilan Pidana Unisba, Prof. Edi Setiadi, menyampaikan kondisi moral bangsa Indonesia yang kian memprihatinkan serta mendukung disahkannya revisi pasal perzinaan, dalam sidang Judical Review, kamis (12/01/2017) di Kantor Mahkamah Konstritusi RI. "Sebagai orang yang selalu terkait dengan masalah hukum, khususnya kehidupan hukum pidana, saya satu perasaan dan satu visi dengan para pemohon. Keseharian saya yang bergaul dengan para mahasiswa dan generasi muda, saya amat gelisah melihat kehidupan masyarakat yang cenderung melakukan kehidupan bebas dengan tidak mengindahkan fitrah asasi manusia", ungkap Prof. Edi. Prof. Edi melanjutkan, memahami KUHP yang berlaku sekarang ini apakah penerapannya masih relevan diterapkan. Beliau memandang, melakukan re-evaluasi dan re-orientasi terhadap isi dan spirit KUHP. Termasuk pasal-pasalnya merupakan condition cune quanon, sebab tanpa ini dilakukan maka penegakan hukumnya hanya mendatangkan ketidak adilan dan disharmoni dalam masyarakat. Ikatan tujuan pernikahan adalah ikatan lahir bathin antara istri dan suami dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasrkan Ketuhan Yang Maha Esa (pasal 1 Undang-undang Nomr 1 1974 tentang perkawinan). "Membentuk keluarga artinya tidak hanya ikatan antara suami da istri akan tetapi didalamnya meliputi keluarga besar lainnya apalagi dalam masyarakat Indonesia yang masih erat kekerabatannya", ujarnya. Menurut hukum barat perbuatan zina adalah perbuatan hubungan kelamin yang dilakukan oleh para pihak yang kedua-duanya masih terikat dalam hubungan perkawinan dengan temannya masing-masing , atau salah satu pihak daripadanya yang besuami atau beristri, denga pihak yang masih lajang/duda/janda . Sedangkan menurut hukum adat dan hukum Islam, perbuatan zina adalah setiap perbuatan hubungan kelamin diluar perkawinan yang sah. "Alangkah absurdnya apabila perzinahan yang dilakukan oleh manusia yang tidak terikat pernikahan dianggap bukan sebagai pelanggaran hukum, betapa tragis jika suatu ketika anak-anak datang ke rumah membawa wanita atau lelaki yang bukan suami istri dan mengatakan kepada orang tuanya bahwa ia akan tidur sekamar sekaligus akan menyetubuhinya karena dianggap bukan suatu pelanggaran hukum", papar Prof. Edi. Beliau pun mempertanyakan, apakah orang tua atau masyarakat yang tidak menyetujui perluasan makna pasal 284 KUHP akan bahagia membiarkan ini terjadi dihadapan kita. "Keluarga macam apa yang ingin dibangun, yang didalamnya berisi anak-anak yang menjadi pezina dan oleh orang tuanya dibiarkan karena bukan pelanggaran terhadap hukum dan merupakan hak azasi ?", imbuhnya. "Sungguh kalau ini terjadi maka layaklah bahwa masyarakat Indonesia merupak sekumpulan binatang karena hanya binatanglah yang menginginkan kebebasan berzina", jelasnya. Karateristik pezina bukanlah yang dinginkan oleh para pendiri Negara ini dan tujuan Negara ini berdiri pun bukan menciptakan masyarakat pezina. Tetapi yang diinginkan adalah masyarakat yang tertib, damai, dan sejahtera sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. "Kekhawatiran dari para orang tua, bahkan saya yakin dari sebagian besar rakyat Indonesia tentang bahaya dekandensi moral yang dimulai dari rusaknya fondasi keluarga harus mendapatkan perhatian kita semua, khususnya majelis hakim yang mulia", tutur Prof. Edi. Tujuan dasar nasional penddikan tinggi adalah membnetuk manusia beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia. Dalam bahasa tegas tujuan pendidikan tinggi menghasilkan lulusan berakhlakul kharimah alias berbudi pekerti yang baik. Tujuan yang mulia ini harus didukung oleh semua pihak baik kelembagaan dan regulasi yang memungkingkan cita-cita terwujud. "Saya sangat bersyukur dan memberi penghargaan yang tidak terhingga kepada pemohon, terkait atas kepeduliannya dan usaha mereka yang terus menerus menyuarakan bahwa pengaturan masalah kejahatan kesusilaan dalam KUHP sudah tidak sesuai lagi dengan alam Indonesia dan dapat mengancam keberlangsungan kehidupan generasi muda bangsa", ungkapnya. Kondis darurat kejahatan kesusilaan berkolerasi juga dengan rumusan-rumusan pasal lainnya sehingga pantas pemerintah sampai mengeluarkan perpu (sekarang sudah menjadi undang-undang) tentang hukum kebiri. Artinya pemerintah pun menganggap bahwa kejahatan seksual dalam bentuk apapun sudah mengkhawatirkan. (HL/TG)
Reporter: Reporter Editor: admin