Fondasi Tauhid di Era Digital
Cepi Hamdan Rafiq, S.Th.I., M.Pd. | Kabid. Pendidikan PP Pemuda Persis
Tauhid sebagai Filter Kehidupan
Tauhid adalah fondasi segala amal. Dalam bahasa sederhana, tauhid adalah mengakui hanya Allah yang berhak disembah dan mengosongkan hati dari segala bentuk penghambaan selain kepada-Nya.
Tanpa tauhid, amal sebesar apa pun akan sia-sia. Allah menegaskan dalam Al-Qur’an:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱجْتَنِبُوا۟ ٱلطَّـٰغُوتَ
“Dan sungguh Kami telah mengutus seorang rasul kepada setiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah saja, dan jauhilah thaghut.’” (QS. al-Naḥl 16:36).
Ibn Kathīr menjelaskan bahwa misi utama semua rasul adalah menyeru kepada tauhid dan melarang syirik.¹ Artinya, seluruh risalah agama, dari Nabi Nūḥ hingga Nabi Muhammad ﷺ, berporos pada satu pesan: hanya Allah yang layak diibadahi.
Bagi generasi Z, tauhid bisa dianalogikan sebagai filter utama dalam hidup. Seperti aplikasi yang memilah spam dari pesan penting, tauhid memilah mana yang hakiki dan mana yang semu.
Tanpa tauhid, seseorang akan mudah terseret arus materialisme, kultus figur, bahkan “digital addiction” yang menjadikan layar dan popularitas sebagai sesembahan baru.
Bahaya Syirik Modern
Syirik tidak selalu berbentuk menyembah berhala. Di era digital, syirik bisa hadir dalam bentuk penyembahan terselubung:
- Kultus figur: menuhankan idola, artis, atau influencer.
- Materialisme digital: menjadikan jumlah followers, likes, atau views sebagai tolok ukur nilai diri.
- Hawa nafsu: tunduk pada keinginan pribadi tanpa peduli syariat.
Rasulullah ﷺ pernah mengingatkan:
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ قَالَ الرِّيَاءُ
"Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan dari kalian adalah syirik kecil." Mereka bertanya: Apa itu syirik kecil wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam? Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Riya`’” (HR. Aḥmad, no. 22528).
Imam Ibn al-Qayyim menjelaskan riya sebagai bentuk syirik hati yang bisa menghapus keikhlasan, menjadikan amal kosong dari nilai ibadah.² Jika di zaman dahulu riya muncul dalam ibadah di masjid, di zaman digital ia bisa hadir lewat pamer amal di media sosial hanya demi validasi manusia.
Tauhid sebagai Sumber Kemandirian
Tauhid bukan hanya soal akidah, tetapi juga sumber kemandirian moral dan sosial. Orang yang bertauhid yakin bahwa rezeki, kemuliaan, dan keselamatan hanya dari Allah, bukan dari manusia. Ibnu Taymiyyah menegaskan: “Seorang hamba tidak mungkin bahagia kecuali dengan ikhlas beribadah kepada Allah. Barang siapa mempersekutukan Allah dengan selain-Nya, ia akan hidup dalam kegelisahan.”³
Bagi Pemuda Persis, ini bermakna: tauhid melahirkan pemuda yang independen, berani bersuara benar, tidak terikat oleh kepentingan sponsor duniawi, dan tidak mudah dijinakkan oleh arus pragmatisme. Dalam bahasa generasi Z: tauhid adalah mentalitas merdeka.
Tauhid dalam Kaderisasi Pemuda Persis
Manifesto Pemuda Persis menegaskan bahwa kurikulum kaderisasi wajib menempatkan tauhid sebagai mata rantai pertama. Kader tidak hanya diajarkan teori, tapi dilatih menginternalisasi tauhid dalam sikap sehari-hari:
- Tidak menggadaikan prinsip demi popularitas.
- Tidak menduakan Allah dengan hawa nafsu atau gengsi sosial.
- Menjadikan doa, dzikir, dan shalat sebagai recharge spiritual di tengah padatnya aktivitas organisasi dan komunitas sosial lainnya.
Dengan tauhid, kader memiliki daya tahan menghadapi segala ujian zaman. Sebagaimana Rasulullah ﷺ membina para sahabat sejak di Makkah dengan kalimat tauhid, demikian pula Pemuda Persis menanamkan tauhid agar generasi mudanya siap menjadi pemimpin umat.
Tauhid adalah fondasi dari segala fondasi. Di era digital, ketika banyak hal bisa menjadi “tuhan baru”—dari popularitas, gawai, hingga algoritma media sosial—pemuda muslim dituntut untuk kembali meneguhkan tauhid. Dengan tauhid, hidup menjadi terarah, hati menjadi tenang, dan perjuangan dakwah menjadi ikhlas.
Maka, fondasi gerakan Pemuda Persis adalah fondasi tauhid. Inilah sinyal utama GPS perjuangan: tanpa tauhid, semua navigasi dakwah akan kehilangan makna. []
Catatan Kaki
- Ismā‘īl ibn ‘Umar Ibn Kathīr, Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1998), 4:596.
- Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah, Madarij al-Sālikīn (Beirut: Dār al-Kitāb al-‘Arabī, 1996), 1:153.
- Taqī al-Dīn Aḥmad Ibn Taymiyyah, Majmū‘ al-Fatāwā (Madinah: Mujamma‘ al-Malik Fahd, 1995), 10:608.
BACA JUGA:Jenis-Jenis Perbuatan Syirik dalam Islam dan Dampaknya terhadap Tauhid (Bagian Pertama)