Kontribusi Hadis Dalam Pembentukan Hukum Islam
Rogifi Rogib Piddiin
Part II
Kedudukan Hadis Dalam Agama Islam
Umat muslim seluruhnya sudah sepakat bahwa hadis merupakan salah satu sumber hukum Islam. Maka kedudukan hadis dalam Islam memiliki peran penting sebagai sumber hukum. Keharusan mengikuti hadis Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam sama hal seperti mengikuti Alquran. Bahkan mereka yang ahli sampai menyimpulkan bahwa ketergantungan Alquran terhadap hadis terkesan lebih dominan daripada kebutuhan hadis terhadap Alquran. (Abu Yasid, 2011). Meskipun demikian antara keduanya secara garis besar akan saling membutuhkan. Maka dari itu di antara alasan yang terlihat secara kasat mata, bahwa Alquran akan membutuhkan hadis, karena hadis akan menjadi mubayyin (penjelas) terhadap apa yang ada pada Alquran.
Adapun di antara yang menjadi landasan dalil bahwa hadis merupakan sebagai sumber hukum Islam ialah:
1.Dalil Alquran
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ.
Katakanlah taatlah kalian kepada Allah dan Rasul, maka jika kalian berpaling, sesungguhnya Allah tidak mencintai orang-orang kafir. (QS. Âli ‘Imrân [3]: 32)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا.
Wahai orang-orang yang beriman taatlah kalian kepada Allah, taatlah kalian kepada Rasul dan kepada ulil amrî di antara kalian, maka jika kalian memperselisihkan tentang suatu perkara, kembalikanlah kepada Allah dan Rasul jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS. Al-Nisâ` [4]: 59)
... وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ.
… dan apa-apa yang Rasul datang kepada kalian ambillah, serta apa-apa yang Rasul larang darinya jauhilah, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat keras siksaannya. (QS. Al-Hasyr [59]: 7)
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا.
Barang siapa yang taat kepada Rasul, berarti sungguh ia telah taat kepada Allah. Dan barang siapa yang berpaling, maka tidaklah kami mengutusmu (Muhammad) kepada mereka melainkan sebagai pemelihara (mereka). (QS. Al-Nisâ` [4]: 80)
Beberapa ayat Alquran di atas cukup mewakili atas landasan hadis sebagai sumber hukum Islam. Serta dalil tersebut menunjukkan betapa pentingnya kedudukan hadis sebagai literatur ajaran Islam yang dimanifestasikan dalam bentuk aqwâl (ucapan), af‘âl (perilaku/perbuatan) dan taqrîr (ketetapan) Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam.
2.Dalil Hadis Rasulullah
عَنْ مَالِكٍ أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ، لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا: كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ.
Dari Mâlik bahwasanya ia telah menyampaikan: bahwasanya Rasulullâh Shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda: aku tinggalkan untuk kalian dua perkara, kalian tidak akan pernah tersesat selamanya tatkala berpegang pada keduanya, yaitu kitâbullâh (Alquran) dan Sunnah Nabi-Nya. (Mālik ibn Anas, 1985)
عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، قَالَ: كُنْتُ مَعَ الْأَسْوَدِ بْنِ يَزِيدَ جَالِسًا فِي الْمَسْجِدِ الْأَعْظَمِ، وَمَعَنَا الشَّعْبِيُّ، فَحَدَّثَ الشَّعْبِيُّ بِحَدِيثِ فَاطِمَةَ بِنْتِ قَيْسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، لَمْ يَجْعَلْ لَهَا سُكْنَى وَلَا نَفَقَةً، ثُمَّ أَخَذَ الْأَسْوَدُ كَفًّا مِنْ حَصًى، فَحَصَبَهُ بِهِ، فَقَالَ: وَيْلَكَ تُحَدِّثُ بِمِثْلِ هَذَا، قَالَ عُمَرُ: لَا نَتْرُكُ كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّنَا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِقَوْلِ امْرَأَةٍ، لَا نَدْرِي لَعَلَّهَا حَفِظَتْ، أَوْ نَسِيَتْ، لَهَا السُّكْنَى وَالنَّفَقَةُ، قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: {لَا تُخْرِجُوهُنَّ مِنْ بُيُوتِهِنَّ وَلَا يَخْرُجْنَ إِلَّا أَنْ يَأْتِينَ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ} [الطلاق: 1].
Dari Abî Ishâq, ia berkata: saya pernah duduk di dekat masjid jami’ bersama al-Aswad ibn Yazîd dan al-Sya‘biy, maka al-Sya‘biy menceritakan hadis fâthimah binti Qais, bahwasanya Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam tidak menjadikan hak tempat tinggal dan nafkah untuknya, kemudian al-Aswad mengambil segenggam kerikil dan melemparnya lalu berkata: cekala kamu menceritakan hal ini, ‘Umar pernah berkata: kami tidak meninggalkan kitab Allah (Alquran) sunnah Nabi kita karena perkataan seorang perempuan, kami tidak tahu apakah dia itu benar-benar hafal ataukah dia lupa, sebenarnya dia masih berhak mendapatkan tempat tinggal dan nafkah. Allah ‘azza wa jalla berfirman: janganlah kalian mengusir mereka dari rumahnya, dan janganlah mereka (diizinkan) keluar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang jelas. (Abū Muḥammad ‘Abdullāh ibn ‘Abd al-Raḥman al-Dārimī, 2000)
... فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسَنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ، عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ ...
… Maka wajib atas kalian pada sunnahku dan sunnah al-Khulafâ` al-Râsyidîn yang diberikan petunjuk, gigitlah oleh kalian ia dengan gigi geraham … (Muslim ibn al-Ḥajjāj, n.d.)
3.Ijmâ‘ Ulama
Hal ini termasuk kepada ijmâ‘ sahabat ketika Nabi Shallallâhu 'alaihi wa sallam masih hidup dan setelah beliau meninggal; masa khulafâ’ al-Râsyidîn, tâbi‘în, tâbi‘ al-tâbi‘în, atbâ‘ tâbi‘ al-tâbi‘în dan masa-masa selanjutnya, mereka mewajibkan untuk selalu mengikuti sunnahnya. Mereka senantiasa taat pada hukum-hukum yang ada pada hadis, serta senantiasa menjalankan perintah dan larangannya, menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram. Dengan demikian mereka tidak membedakan antara taat kepada Alquran dan hadis; mereka sama-sama menaati keduanya. Banyak di antara mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi kandungannya, akan tetapi mereka menghafal, membukukan dan menyebarluaskan dengan segala upaya kepada generasi-generasi selanjutnya.(‘Abd al-Wahhāb Khallāf, 1942).
Demikianlah mengamalkan sunnah Rasulullah wajib menurut ijmâ‘ para sahabat. Tidak seorang pun di antara mereka yang menolak tentang wajibnya taat kepada Raulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam.
Ijmâ‘ umat Islam untuk menerima dan mengamalkan sunnah, di antaranya para sahabat, tabi‘in dan semua kaum muslim setelah Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam wafat. Mereka siap untuk menjaga dan mengamalkan hadis Rasulullah. Seseorang pernah berkata kepada Al-Jalîl Muthraf ibn ‘Abdillâh ibn al-Syakhîr (tabi‘in), “Janganlah kalian menceritakan kepada kami melainkan dengan Alquran.” Maka Muthraf menjawab, “Demi Allah kami tidak menginginkanuntuk membiarkan Alquran, akan tetapi yang kami inginkan hanyalah dia yang lebih memahami Alquran, yaitu Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wa sallam.”. Beliaulah yang akan menjelaskan Alquran yang mulia ini, lalu mengajarkannya serta menjelaskan makna-makna yang ada di dalamnya. Karena hanya dengan beliaulah kami bisa menjaga Alquran dan memahaminya dengan sempurna. (Muḥammad ‘Ajjāj al-Khaṭīb, 1427). Dengan demikian posisi Rasul dengan hadisnya sangatlah penting bagi umat muslim dalam beragama, khususnya dalam mengajarkan mereka tentang tata cara beramal dalam masalah hukum atau fikih.
BACA JUGA:Kontribusi Hadis Dalam Pembentukan Hukum Islam (PART 01)