Raihlah Hasanah di Dunia dan Hasanah di Akhirat
Oleh: A. Zakaria
Setiap orang pasti mendambakan kebahagiaan dunia dengan memiliki berbagai fasilitas hidup, baik itu perumahan yang megah, kendaraan yang mewah, jabatan yang tinggi. Tapi, walau dengan kerja keras, tidak semua orang dapat meraihnya. Bagi seorang muslim yang yakin akan hari akhir, tentu saja tidak hanya berpikir untuk meraih kebahagiaan di dunia saja, tetapi berpikir untuk masa depan yang abadi, yaitu kebahagiaan di hari akhir nanti.
Dalam hal ini, ada 4 kelompok manusia;
1. Orang yang meraih Hasanah di dunia dan Hasanah di akhirat.
2. Orang yang meraih Hasanah di dunia tetapi Sayyi`ah (penderitaan) dan pe-nyesalan di hari akhir.
3. Orang yang meraih Sayyi`ah di dunia (harta tidak banyak, rumah pun seder-hana, sering mengalami kekurangan) tetapi di akhirat meraih Hasanah (ke-bahagiaan dan kenikmatan yang abadi.
4. Ada yang meraih Sayyi`ah di dunia dan Sayyi`ah di akhirat. Di dunia ia hidup sengsara dan menderita, di akhirat pun ia menderita. Seperti halnya seorang kuli, pekerja berat dan kasar, sering mendapatkan kesulitan walau untuk mencari sesuap nasi, tetapi ia pun me-ninggalkan kewajiban dirinya sebagai hamba Allah. Ia tinggalkan shalat, ia tinggalkan shaum dan kewajiban yang lainnya. Inilah orang yang terpuruk yang paling merugi, di dunia ia hidup sengsara, di akhirat pun menderita.
Untuk itu bagi setiap muslim hendaklah berusaha untuk meraih hasanah di dunia dan hasanah di
وَمِنْهُم مَّن يَقُولُ رَبَّنَآ ءَاتِنَا فِى ٱلدُّنْيَا حَسَنَةًۭ وَفِى ٱلْـَٔاخِرَةِ حَسَنَةًۭ وَقِنَا عَذَابَ ٱلنَّارِ ٢٠١
“Dan diantara mereka ada orang yang berdo’a: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S. al-Baqarah: 201)
Hasanah secara harfiyah berarti; kebaikan, keberuntungan, kepuasan dan kebaha-giaan. Untuk meraih kebahagiaan dunia tidak bisa diukur dengan kekayaan yang melimpah atau jabatan yang tinggi, tetapi kebahagiaan itu kuncinya di hati. Hati yang bersyukur insya Allah kondisi apapun dan bagaimanapun dapat diterima dengan suka hati dan penuh syukur, bahwa semua itu adalah anugerah Allah yang tidak kecil.
وَقَالَ الْقَاسِمُ أَبُوْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ: مَنْ أُعْطِيَ قَلْبًا شَاكِرًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا وَجَسَدًا صَابِرًا فَقَدْ أُوْتِيَ فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْأَخِرَةِ حَسَنَةً وَوُقِيَ عَذَابَ النَّارِ.
Menurut Qâsim Abu ‘Abdirrahman: “Barangsiapa yang diberi anugerah hati yang bersyukur, lisan yang senantiasa mengingat Allah dan jasad yang sabar, maka ia berarti telah dianugerahi kebai-kan di dunia dan kebaikan di akhirat dan telah terjaga dari api neraka.”
Keterangan tersebut menunjukkan, bahwa kunci untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat itu adalah:
1. Memiliki hati yang senantiasa ber-syukur, apapun yang ia terima ia rasa akan sebagai kasih sayang Allah untuk dirinya.
2. Lisan yang senantiasa mengingat Allah, ia tidak akan mengucapkan kecuali apa yang baik untuk dirinya atau untuk orang lain, ia tidak akan mengeluarkan kata-kata yang dapat menyakiti atau melukai hati orang lain.
3. Jasad yang senantiasa bersabar di saat mendapatkan musibah. Ia menerima musibah sebagai ujian untuk mening-katkan kualitas ketaqwaannya. Ia me-nyadari, bahwa musibah apapun yang menimpa dirinya adalah kasih sayang tuhannya, dan di balik musibah itu juga terdapat banyak kenikmatan, di samping dengan musibah itu juga dapat menjadi kifârat terhadap dosa-dosanya.
Di samping itu, ada empat hal yang akan membuat diri seseorang bahagia sebagai-mana dalam suatu hadits dinyatakan:
أَرْبَعٌ مِنْ سَعَادَةِ الْمَرْئِ: أَنْ تَكُوْنَ زَوْجَتُهُ صَالِحَةً وَأَوْلَادُهُ أَبْرَارًا وَخُلَطَاؤُهُ صَالِحِيْنَ وَأَنْ يَكُوْنَ رِزْقُهُ فِي بَلَدِهِ. -رواه الديلمي-
“Empat hal termasuk kebahagiaan se-seorang, yaitu: 1) istri/suami yang shaleh, 2) putera-puteranya anak-anak yang shaleh, 3) teman sepergaulannya orang-orang yang shaleh, dan 4) rizki-nya berada di negerinya sendiri.” (H.R. al-Dailami)
Istri atau suami yang shaleh tentu saja akan membuat keluarga bahagia. Istri taat terhadap suami, suami juga begitu tang-gungjawab terhadap istrinya. Mereka hidup dengan penuh rukun, saling meng-hargai satu sama lain, penuh kasih sayang, di saat mendapatkan keuntungan
Mereka bersyukur kepada Allah dan di saat mendapatkan kesulitan atau ujian, bersabar dan berserah diri kepada Allah.
Putera yang shaleh adalah dambaan setiap orang tua. Dia selalu taat dan hormat ke-pada orang tuanya, ia tidak akan membuat jengkel dan pusing terhadap orang tuanya, justru senantiasa membantu dan men-dukung program orang tuanya. Di samping itu, anak yang shaleh akan senantiasa men do’akan orang tuanya dengan ungkapan;
“Ya Allah! Ampunilah segala dosa dan kesalahanku, ampuni juga ya Allah dosa dan kesalahan kedua orang tuaku dan kasihanilah mereka berdua karena kedua-nya telah mengurusku dengan susah payah di saat aku masih kecil.”
Kehadiran putera-puterinya menjadi keba-hagiaan kedua orang tuanya dan menjadi harapan di masa depan untuk melanjutkan cita-cita kedua orang tuanya.
Teman dan shahabat dekatnya yang shaleh tentu saja akan membuat sese-orang bahagia, mereka dapat membantu dirinya di saat mendapatkan kesulitan dan penderitaan dan ikut merasakan kebaha-giaan di saat mendapatkan kenikmatan, mereka dapat berbagi rasa di saat suka dan duka, memiliki teman atau shahabat yang shaleh akan membuat nilai lebih dalam kehidupan berkeluarga.
Kasab atau usahanya untuk menutupi kebutuhan keluarganya dapat diraih di tempatnya sendiri, tidak harus pergi jauh keluar kota atau keluar negeri. Dengan keluarganya dapat berkumpul setiap hari, perkembangan anaknya dapat diawasinya setiap hari, berbeda jika seseorang berusaha di luar kota atau di luar negeri, ia hanya dapat berkumpul dengan keluarga sebulan sekali atau satu semester sekali, kadang setahun sekali tentu saja keluarga-nya tidak dapat terkontrol setiap hari, akhlaq dan pergaulan anaknya tidak ter-awasi. Untuk itu, berbahagialah orang yang usahanya dapat diraih di kampung sendiri.
Makna Fî al-Âkhirati Hasanah
Makna Fî al-Âkhirati Hasanah ialah orang yang dapat meraih kebahagiaan hidup di hari akhir nanti,
يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّـٰتٍۢ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَـٰرُ وَمَسَـٰكِنَ طَيِّبَةًۭ فِى جَنَّـٰتِ عَدْنٍۢ ۚ ذَٰلِكَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ ١٢
“Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya su-ngai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang besar.” (Q.S. al-Shaff: 12)
Demikianlah kebahagiaan di hari akhir nanti dan banyak lagi al-Quran meng-gambarkan bagaimana kenikmatan-kenik-matan di hari akhir nanti yang telah di-janjikan untuk orang yang beriman dan beramal shaleh.
Tentu saja Fî al-Âkhirati Hasanah harus menjadi target dan cita-cita setiap orang Islam, yaitu dengan memper-siapkan diri dengan menabung amal shaleh sebanyak mungkin.
Makna Waqinâ ‘Adzâba al-Nâr
Ungkapan ini adalah do’a agar kita selamat dari sentuhan api neraka. Tetapi ada pe-patah ‘sedia payung sebelum hujan’.
Berarti, kita tidak hanya dituntut untuk berdo’a saja tetapi bagaimana upaya men-jauhkan diri dari hal-hal yang membuat seseorang bisa masuk neraka, di antaranya ahli neraka ditanya malaikat penjaga neraka;
مَا سَلَكَكُمْ فِى سَقَرَ ٤٢ قَالُوا۟ لَمْ نَكُ مِنَ ٱلْمُصَلِّينَ ٤٣ وَلَمْ نَكُ نُطْعِمُ ٱلْمِسْكِينَ ٤٤
“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)? Mereka menja-wab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat. Dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin.” (Q.S. al-Mudatstsir: 42-44)
Ayat ini menunjukkan bahwa;
1. Meninggalkan shalat adalah penyebab kongkrit untuk masuk neraka.
2. Tidak ada kepedulian dan perhatian untuk membantu mengatasi kesulitan orang-orang miskin.
Jangan ragu berbuat kebaikan
Ada seorang kakek yang berusaha untuk menanam pohon kurma padahal ia telah berusia 80 tahunan, sedang kurma baru bisa dipetik hasilnya setelah kurang lebih 8 tahunan. Tiba-tiba ada seorang raja lewat, ia merasa heran seorang kakek yang sudah berusia tua renta baru menanam kurma, kemudian ia bertanya kepada kakek itu; “Kek! Apakah terbayang oleh kakek bahwa kakek akan dapat memetik kurma yang kakek tanam?” Jawab kakek: “Wahai pa-duka raja, kakek pikir kurma yang kakek makan itu bukan kurma tanaman kakek, tetapi orang pendahulu kakek yang mena-namnya dan kakek memakannya. Apa salahnya paduka raja, kalau kakek se-karang menanam kurma dan kakek tidak dapat memetiknya tetapi orang lain, anak atau cucu kakek dapat memetiknya?” Raja bengong dengan jawaban kakek yang menarik sekali, katanya: “Betul kek!” apa yang kita makan sekarang itu adalah tana-man orang lain bukan tanaman kita sen-diri, sementara kita belum menanam untuk dipetik nanti oleh orang lain.
Kemudian raja memberikan hadiah kepada kakek uang satu dinar karena tertarik dengan jawabannya, kemudian kakek ber-kata: “Wahai paduka raja! Kakek pikir orang lain menanam kurma baru setelah 8 tahun dapat memetiknya, sementara kakek hari ini menanam kurma dan hari ini juga telah dapat memetik hasilnya, yaitu uang satu dinar.” Raja tersenyum karena tertarik dengan jawabannya, akhirnya raja memberi lagi hadiah uang satu dinar lagi. “Kek! Ini saya beri hadiah lagi satu dinar.” Kemudian kakek menjawab lagi: “Wahai paduka raja! Kakek pikir orang lain hanya dapat memetik kurma satu kali dalam satu tahun, yaitu hanya satu musim dalam satu tahun, sedangkan kakek hari ini saja sudah dapat dua musim, yaitu uang dua dinar.” Akhirnya raja memberinya lagi satu dinar.
Kisah di atas sungguh menarik sekali untuk dijadikan pelajaran, yaitu jangan ragu-ragu dalam menanam amal shaleh walau sudah usia tua renta, usahakan saja untuk mena-nam amal shaleh karena jangankan di hari akhir nanti, kadang di dunia juga sudah dapat merasakan hasilnya, berupa kepua-san, kebahagiaan, dimana hasil tanaman-nya dapat dirasakan manfaatnya oleh orang lain.
BACA JUGA:Wisuda Santri PPI 69 Matraman: 58 Lulusan Dibekali Akhlak dan Nilai Pesantren