Kaifiyat Berdiri I'tidal Pada Sholat Gerhana

oleh Sekretariat Dewan Hisbah

07 September 2025 | 14:32

Kaifiyat Berdiri I'tidal Pada Sholat Gerhana

KAIFIYAT BERDIRI I’TIDAL PADA SHALAT GERHANA


Bagaimana kaifiyat shalat setelah rukuk pertama kemudian membaca kembali al-fatihah dalam shalat gerhana ? apakah tangan diulurkan sebagaimana akan memulai shalat atau sedekap? Satu Sumpena Padang.


Kaifiyat shalat gerhana memiliki perbedaan dari shalat secara umum yaitu dua rakaat dengan setiap rakaat dua kali ruku. Dalam hadis sehubungan dengan shalat gerhana diterangkan sebagai berikut:


عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ خَسَفَتْ الشَّمْسُ فِي حَيَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَقَامَ وَكَبَّرَ وَصَفَّ النَّاسُ وَرَاءَهُ فَاقْتَرَأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ قَامَ فَاقْتَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً هِيَ أَدْنَى مِنْ الْقِرَاءَةِ الْأُولَى ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا هُوَ أَدْنَى مِنْ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ ثُمَّ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ سَجَدَ وَلَمْ يَذْكُرْ أَبُو الطَّاهِرِ ثُمَّ سَجَدَ ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ الْأُخْرَى مِثْلَ ذَلِكَ حَتَّى اسْتَكْمَلَ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ.


Dari Aisyah isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, ia berkata; Terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun keluar menuju masjid dan berdiri lantas bertakbir (menunaikan shalat), sehingga orang-orang pun ikut membentuk shaf di belakangnya. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membaca dengan bacaan yang panjang. Kemudian beliau bertakbir lalu ruku dengan ruku' yang panjang. Kemudian beliau mengangkat kepalanya seraya membaca: "Sami'allahu Liman Hamidah Rabbanaa Wa Lakalhamdu (Allah Maha Mendengar siapa saja yang memuji-Nya)." Kemudian beliau berdiri dan membaca dengan bacaan yang panjang, namun lebih pendek dari bacaan yang pertama. Setelah itu, beliau bertakbir lalu ruku' dengan ruku' yang panjang, namun lebih pendek dari ruku' yang pertama. Setelah itu, beliau membaca: "Sami'allahu Liman Hamidah Rabbanaa Wa Lakalhamdu." Kemudian beliau sujud. -Abu Thahir tidak menyebutkan lafadz: kemudian beliau sujud.- Kemudian pada raka'at berikutnya, beliau berbuat seperti itu hingga sempurnalah shalatnya terdiri dari empat ruku' dan empat sujud. (H.r. Al-Bukhari-Muslim. Redaksi Muslim)


Keterangan di atas menunjukkan beberapa hal:


  1. Aisyah bukan hendak meniadakan sesuatu yang telah ada melainkan untuk menetapkan sesuatu yang belum ada, yaitu menerangkan adanya kaifiyat ziyadah (tambahan) pada shalat gerhana: qiyam qiroah (berdiri sambil sedekap) kedua & qiyam i’tidal (berdiri dengan mengulurkan tangan/irsal) kedua.
  2. Aisyah hendak menjelaskan aspek yang berbeda antara kaifiyat shalat gerhana dengan shalat pada umumnya, bukan hendak menerangkan aspek persamaan.
  3. Untuk membedakannya Aisyah menggunakan dua gaya ungkap berbeda: Pertama, bayan ijmali (keterangan secara garis besar), Kedua, bayan tafshili (keterangan secara rinci).


Pertama, bayan ijmaliyaitu digunakan ketika menyebut kaifiyat shalat secara umum, yakni:


  1. pada qiyam pertama (qiyam qiroah) terdiri atas takbiratul ihram, bacaan fatihah dan surat serta posisi tangan, selanjutnya ruku dan bangkit dari ruku;
  2. pada qiyam kedua (qiyam i’tidal) terdiri atas i’tidal dan bacaannya dan posisi tangan ketika i’tidal.


Karena sudah maklum maka Aisyah menganggap tidak perlu merinci kaifiyatnya, kecuali sifat yang membedakan (Qiraatan Thawilatan, Ruku’an Thawilan)


Kedua, bayan tafshili yaitu digunakan ketika menyebut kaifiyat shalat yang bukan secara umum, yakni terdapat ziyadah qiyam, yang kami sebut qiyam qiroah kedua dan qiyam i’tidal kedua. Pada qiyam qiroah kedua ia merinci kaifiyat itu dengan mengungkapkan:


ثُمَّ قَامَ فَاقْتَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً هِيَ أَدْنَى مِنَ الْقِرَاءَةِ الْأُولَى ثُمَّ كَبَّرَ فَرَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا هُوَ أَدْنَى مِنَ الرُّكُوعِ الْأَوَّلِ


Dengan menggunakan kalimat tsumma qooma faqtaraa (setelah ucapan rabbana walakal hamdu) Aisyah hendak menegaskan perbedaan mencolok antara shalat gerhana dengan shalat pada umumnya, yaitu setelah qiyam i’tidal tidak langsung sujud tapi tetap berdiri lalu membaca lagi (qiyam qiroah kedua). Dalam riwayat lain Aisyah menegaskan dengan kalimat,


فَقَامَ وَلَمْ يَسْجُدْ وَقَرَأَ قِرَاءَةً طَوِيلَةً


“Lalu Nabi berdiri dan tidak sujud dan membaca dengan bacaan yang panjang” H.r. al-Bukhari.


Oleh karena itu, bayan tafshil Aisyah hendak menjelaskan aspek yang berbeda antara kaifiyat shalat gerhana dengan shalat pada umumnya, bukan hendak menerangkan aspek persamaan. Karena itu Aisyah tidak perlu menjelaskan posisi tangan, baik ketika qiyam i’tidal pertama maupun qiyam i’tidal kedua, karena tidak terdapat perbedaan dengan shalat pada umumnya, yakni irsal. Untuk keperluan itu Aisyah mengganggap cukup dengan ungkapan:


ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ قَامَ ... ثُمَّ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ سَجَدَ


Adapun untuk kaifiat selanjutnya, yakni takbir untuk ruku, ruku, dan bangkit dari ruku, ia tidak perlu merinci kaifiyatnya kecuali sifat yang membedakan (Qiraatan Thawilatan Hiya Adna Minal Qiraatil Ula, Ruku’an Thawilan Huwa Adna Minar Ruku’il Awwal). Demikian pula pada qiyam i’tidal kedua, ia tidak perlu merinci kaifiyat i’tidal dan posisi tangan ketika i’tidal itu karena sudah maklum.


Kesimpulan:


1.Kaifiyat shalat setelah rukuk pertama dalam shalat gerhana yaitu bangkit dari ruku’ seraya mengucapkan, ”Sami’allahu Liman Hamidah,” jika badan sudah berdiri tegak membaca, ”Rabbana Walakal Hamdu,” dengan posisi mengulurkan tangan (irsal) tidak langsung sedekap. Berdasarkan ketentuan umum dari Nabi Saw:


ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا

Kemudian hendaklah kau bangkit dari ruku hingga tegak berdiri. H.r. Al-Bukhari dan Muslim.


2.Setelah itu tidak turun sujud, namun kembali membaca Al-Fatihah dan surat panjang, akan tetapi lebih pendek dari yang pertama, dengan posisi tangan bersedekap.


(Istifta Majalah Risalah NO. 11 THN. 57 - FEBRUARI 2020)

BACA JUGA:

Kaifiyat Sholat Gerhana