Bandung - persis.or.id, Pengurus Masjid Al Khairiyah, Taman Seri Gombak, Kuala Lumpur, meminta para jamaahnya mengqadha puasanya di waktu lain setelah Ramadhan. Itu karena masjid telah keliru dalam mengumandangkan adzan lebih cepat tiga menit dari waktu seharusnya.
Dalam sebuah pernyataan pengurus Masjid Al Khairiyah, Wan Nawawi Wan Dagang, mengatakan bahwa kesalahan tersebut terjadi karena masalah teknis pada tampilan jam digital penanda adzan di Masjid tersebut. Kumandang adzan maghrib pada hari Selasa (20/4) kemarin lebih cepat dari waktu seharusnya.
“Jamaah yang berpatokan pada adzan Maghrib dari Masjid al- Khairiyah untuk berbuka puasa, perlu diketahui bahwa puasa batal pada hari itu dan perlu diganti,” kata Wan Nawawi seperti dilansir Borneo Post Online pada dan dikutip dari republika.co.id, Kamis (22/4).
Menyikapi permasalahan ini Anggota Dewan Hisbah (DH) Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP PERSIS). Dr. H. Haris Muslim secara pribadi berpandangan, melihat kasus itu jamaah tidak mesti qadha shaumnya.
“Sebab mereka berbuka shaum atas asumsi sudah terbenam matahari, dan kemungkinan besar matahari memang sudah terbenam,” kata Dr. H. Haris kepada persis.or.id, Sabtu (24/4/2021).
Lebih lanjut kata Dr. H. Haris yang juga Sekretaris Umum PP PERSIS, menilai tidak ada unsur kesengajaan untuk buka shaum sebelum magrib.
“Kesalahan dikarenakan teknis jam penunjuk waktu dimasjid, itupun hanya 3 menit,” tutur Dr. H. Haris.
Dr. H. Haris pun mengutip Al-Qur’an yang artinya “Panggillah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang adil di sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu jika kamu khilaf tentang itu, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
Dan juga sabda Nabi SAW "Tidak dianggap dari ummatku, sesuatu yg dikerjakan karena salah (tidak tahu), lupa, dan karena paksaan.” (H.r. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).
“Tetapi walau bagaimana pun saya menghargai fatwa ulama Malaysia sebagai sebuah kehati-hatian,” pungkas Dr. H. Haris Muslim.