Menyalakan Sumbu Peradaban Pemuda Persis; Upaya Menjawab Tantangan Dakwah Generasi Y dan Z

oleh Reporter

28 Maret 2021 | 13:21

Penulis: Ibrahim Nasrul Haq Alfahmi

 

Pemuda Persatuan Islam yang kemudian lebih sering kita sebut Pemuda Persis, ialah organisasi kepemudaan Islam yang lebih tua dibanding Republik Indonesia. Tiga perempat abad lebih telah hadir menyertai nafas umat, hidup-menghidupi keberagamaan dan perjuangan dakwah Islam Indonesia. Tapak dan jejaknya di mulai delapan puluh lima tahun yang lalu, 22 Maret 1936 M bertepatan 28 Dzulhijjah 1354 H[1]. Organisasi/jam’iyyah ini digagas oleh sekelompok anak muda yang tak pernah membiarkan rasa penasaran dalam dirinya beku begitu saja dan berhenti merasa puas atau mencukupkan diri atas ilmu dan pengetahuan yang dimiliki tentang otentisitas sumber ajaran agamanya. Mereka tak pernah berhenti bertanya, selalu menguji pemahaman dan nalarnya.

Bagi sebagian orang mengingat tonggak masa lampau sebagai titik mula atau starting point adalah romantisme, apalagi hanya mengenang tonggak sejarah (milestones) yang melintang sepanjang kroniknya. Bagi yang tak begitu mengerti sejarah, membaca sejarah hanya mendengar lagu mellow yang tak begitu penting. Sah-sah saja sebetulnya, mengkaji masa lampau seseorang atau sebuah jam’iyyah yang masa itu berhubungan dengan kondisinya hari ini. Apalagi sejarah dapat digunakan untuk membangun kebanggaan (proud), yang kebanggaan ini dapat dijadikan landasan untuk membangun soliditas atau bahkan fanatisme primordial-ideologis. Namun menurut Bachtiar[2], pandangan sejarah yang hanya berusaha membangun apologi dan kebanggan masa lalu sering melalaikan pemaknaan yang lebih fungsional dari peristiwa masa lampau untuk menjawab tantangan kekinian dan merancang masa depan. Padahal bagi orang beriman masa lampau adalah media meresapi nilai, menangkap pesan dan menemukan kembali api perjuangan. Perintah Allah swt dalam Al-Qur’an surat Al-Hasyr ayat 18

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٞ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٖۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ ١٨

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Pasang surut perjuangan dan timbul tenggelamnya Pemuda Persis bersama ummat selama 85 tahun telah cukup menjadikan Pemuda Persis sebagai organisasi yang matang. Namun begitu kita mesti adil dalam membaca sejarah, apa yang terjadi di masa lampau yang mengantarkan Pemuda Persis hari ini tak hanya berupa keunggulan. Apa yang kurang mesti dijadikan ‘ibroh untuk merancang strategi dakwah agar selalu mampu menjawab permasalahan ummat dan gerakannya selalu aktual sesuai jiwa zamannya.

Menjelang Muktamar Pemuda Persis, sudah lazim bagi anggota dan kadernya memeras pikiran agar lahir gagasan-gagasan segar tentang bagaimana Pemuda Persis selalu hadir ditengah ummat sebagai penerang dan pemandu di setiap persoalan-persoalan yang kian hari kian pelik dan beragam. Sebagaimana watak manusia atau masyarakat yang begitu dinamis maka dakwah Islam wabilkhusus dakwah Pemuda Persis mesti dinamis pula. Sebab pesan dakwahnya begitu sempurna dan kaya akan jawaban atau solusi hidup yang berlaku sampai akhir zaman. Pemuda Persis harus mampu meyakinkan dan memandu ummat bahwa solusi segala masalah dan tantangan zaman, Al-Qur’an dan As-Sunnahlah jawabannya.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلًا ٥٩

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS. An-Nisa:59)

 

Usaha-usaha perbaikan yang dilakukan setiap generasi tidak berarti mencirikan Pemuda Persis sebagai barang rongsok atau kayu lapuk, melainkan menunjukkan Pemuda Persis selalu berupaya hadir dalam setiap perkembangan zaman agar gerakannya senantiasa aktual dan relevan dengan persoalan anak zaman yang senantiasa mengiringinya. Oleh karena itu yang harus difahami di setiap perubahan adalah bukan merubah nilai, sumber dan cita perjuangannya melainkan merubah metode dalam menerjemahkan inti ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai solusi dari setiap problema ke dalam sebuah gerakan yang efektif dan solutif.

 

Membaca Zaman Menangkap Peluang

Era global/globalisasi sebagai lanjutan dari modernisasi (postmodern) ditandai dengan perkembangan teknologi dan sains yang tak dapat dibendung kemajuannya, menawarkan gaya hidup yang serba instan. Seolah-olah hidup manusia semakin mudah namun dibaliknya membawa segudang persoalan hidup yang semakin berat. Dalam era global semakin hari semakin memperlihatkan dampak persaingan. Menurut Effendi[3], kehidupan dalam era global tak cukup berpegang pada prinsip the survival of the fittest (yang kuat yang akan bertahan), tetapi harus dibarengi dengan prinsip the survival of the fastest (yang cepat yang akan bertahan). Dengan karakter kehidupan semacam itu, manusia postmodern akan cepat lelah dan sulit bertahan berjibaku dengan realitas yang tak selalu menguntungkan dan mendukung dirinya.

Perkembangan teknologi informasi yang menjadi bagian dari ciri zaman globalisasi juga diiringi dengan tipe dan karakteristik generasi manusianya. Dalam literatur tentang perbedaan generasi digunakan kriteria yang umum dan bisa diterima secara luas di berbagai wilayah, dalam hal ini kriteria yang dipakai adalah tahun kelahiran dan peristiwa – peristiwa yang terjadi secara global[4]. Secara spesifik Neil Howe & William Strauss membagi generasi berdasarkan kesamaan rentang waktu kelahiran dan kesamaan kejadian – kejadian historis[5]. Dalam teori perbedaan generasi, generasi yang hidup ditengah lompatan ilmu penegetahuan, teknologi, dan seni seperti era global saat ini lazim dikenal dengan generasi millennial atau generasi Y atau echo boomers. Generasi ini hidup ditengah revolusi informasi, keberlimpahan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk segala aktivitas hidupnya. Generasi ini menurut Lyons dalam tesisnya[6], banyak menggunakan teknologi komunikasi instan seperti email, SMS, instant messaging dan media sosial seperti facebook dan twitter, dengan kata lain generasi Y adalah generasi yang tumbuh pada era internet booming.

Memperhatikan kriteria umum untuk mengidentifikasi generasi Y (millennial) beberapa sosiolog sepakat bahwa generasi ini adalah generasi yang lahir di rentang tahun 1980-an hingga tahun 2000 M. Oleh karena itu pengistilahan millennial merujuk kepada satu-satunya generasi yang pernah melewati milenium kedua di usia produktifnya sejak teori generasi ini diembuskan pertama kali oleh pada 1923 oleh Karl Menheim. Meski disetiap tempat atau negara tidak dapat digeneralisir tentang karakteristik generasi Y, menurut Lyons karakteristik masing-masing individu generasi ini berbeda, tergantung dimana ia dibesarkan, strata ekonomi, dan sosial keluarganya, pola komunikasinya sangat terbuka dibanding generasi-generasi sebelumnya, pemakai media sosial yang fanatik dan kehidupannya sangat terpengaruh dengan perkembangan teknologi, lebih terbuka dengan pandangan politik dan ekonomi, sehingga mereka terlihat sangat reaktif terhadap perubahan lingkungan yang terjadi di sekelilingnya.[7]

Setelah generasi Y, generasi yang mulai masuk ke dalam angkatan kerja sebagai generasi produktif termuda hari ini adalah generasi Z. Pada tahun 2016, Bencsik, Csikos, dan Juhez melakukan penelitian yang hasilnya menunjukkan bahwa generasi Z ini dikenal juga dengan iGeneration atau generasi internet disebabkan mereka lahir ketika internet menjadi raja dari teknologi informasi dan mereka nyaman akan hal tersebut, sehingga mereka merasa penting untuk dikelilingi oleh lingkungan demikian (terkoneksi dengan internet), “They are always online on any technical device virtually, with no stop”[8].  Menurut Bencsik dkk, generasi Z ini agak sulit bersosialisasi dalam bentuk yang lain, jika dibandingkan dengan generasi Y generasi Z agak tidak peduli pada konsep berjuang, meraka sangat praktis dan sangat cerdas ketimbang bijaksana namun memiliki keberanian untuk memimpin. Mereka cenderung lebih gesit dan bukan tipe penyabar dibandingkan pendahulu mereka, menariknya mereka selalu senang mencari tantangan dan dorongan baru secara terus menerus. Sayangnya untuk mencari solusi dari setiap masalah, mereka selalu mecoba mencari di internet[9].

Setali tiga uang, modernitas tak selalu menawarkan hal-hal baik. Gagalnya ideologi-ideologi besar seperti komunisme, kapitalisme, liberalisme dan semacamnya dalam memberikan atau menawarkan kebahagian manusia modern membuat manusia modern mudah tak percaya terhadap modernitas itu sendiri karena yang ditawarkan hanyalah kebahagiaan semu. Gelombang teknologi dan sains terutama teknologi informasi juga tampaknya membawa sisi kelam. Maraknya dampak negative yang dihasilkan oleh media social semacam lemahnya literasi, merebaknya berita hoaks hingga terancamnya mental healt. Yang lebih mengerikan jika agama tidak memandu kehidupan dalam bermedia social generasi kita hari ini akan mudah terserang mental illness atau mental health disorder (gangguan kesehatan mental) berupa; depresi, Fear of Missing Out/FoMO (kondisi di mana seseorang takut merasa tertinggal dari keramaian), Borderline Personality Disorder/BDP (gangguan mental yang menyebabkan seseorang cemas dan merasa disisihkan oleh orang-orang di sekitarnya), Social Media Anxiety Disorder, Body Dysmorphic Disorder (BDD), Munchausen Syndrome, Narcissistic Personality Disorder dan lainnya.

Bahkan dalam kondisi yang akut, terdapat sisi gelap internet yang mencemaskan. Orang hanya percaya kepada berita yang mereka suka. Tak ada lagi ulama, tak ada lagi cerdik-cendekia. Tom Nichols dalam “The Death of Expertise” memiliki tesis bahwa di zaman internet tak ada lagi otoritas yang mengendalikan pengetahuan, di era media social banyak orang terjangkit dengan Dunning-Krueger effect dan bias konfirmasi dalam segala hal, dimana orang yang terjangkit merasa benar dengan pengetahuan yang keliru[10]. Hingga akhirnya para pakar atau ahli ilmu sebagai pemilik otoritas keilmuan yang teruji dan dapat dipertanggungjawabkan kalah oleh pengetahuan yang tak jelas asal usulnya.

Memperhatikan kondisi di atas, manusia modern masa kini kemudian menjelma masyarakat postmodernisme, dimana mereka kian jemu karena dijejali dengan kebahagiaan semu yang dibawa modernitas berupa kemajuan teknologi dan sains yang cenderung sekularistik atau mengabaikan nilai-nilai spiritual. Namun yang menjadi peluang bagi gerakan dakwah Islam hari ini terutama gerakan dakwah Pemuda Persis adalah disebabkan modernisme selalu menawarkan narasi besar yang cenderung sekularistik, masyarakat modern dicekoki dengan sesuatu yang semu. Akhirnya masyarakat modern mengalami kegundahan karena tidak menemukan nilai, tujuan dan hakikat hidup oleh sebab ‘kegersangan spiritual’.

Maka disinilah Pemuda Persis mesti hadir ditengah amukan teknologi yang tak terbendung. Kemegahan globalisasi menyisakan keringnya jiwa-jiwa manusia yang menciptakan dan menggunakan teknologi tersebut. Dalam istilah yang saya gunakan saatnya Pemuda Persis ‘menyiram kegersangan spiritualitas’. Problem dan tantangan era global menghendaki Pemuda Persis sebagai organisasi dakwah memutar otak-memeras pikiran agar gerakan dakwahnya mampu menjawab persoalan-persoalan generasi terkini. Menerjemahkan tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam penggunaan teknologi dan memandu manusianya agar mampu menggunakan teknologi sebagai media kebaikan. Selain dari pada itu, Pemuda Persis harus mampu mengembalikan marwah keilmuan yang teruji dan dapat dipertanggungjawabkan. Mengisi ruang-ruang publik di dunia internet dengan keilmuan yang jelas bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, meningkatkan literasi digital, dan melakukan kontra narasi terhadap wacana-wacana yang menyesatkan, jangan pernah kalah oleh orang-orang yang seakan berilmu namun menyesatkan generasi penikmat internet/media social.

 

Menyalakan Sumbu Peradaban

Sebagai organisasi yang menyejarah dalam dakwah, maka sudah tentu Pemuda Persis memiliki sumber, nilai dan cita-cita yang abadi (perennial) yang tak bisa berubah dan ditawar-tawar lagi. Namun gerakannya harus berkelindan dengan dinamika masyarakat disetiap zaman, menjaga ummat dan mengalahkan setiap musuh yang hendak memisahkan ummat dari nilai-nilai tauhid/ajaran Islam. Jika kita renungkan kembali apa yang menjadi tsawabit (tetap) dan perennial (abadi) dalam gerakan Pemuda Persis, tidak lain adalah pesan dakwahnya yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah atau dengan kata lain adalah tauhid. Al-Faruqi[11] menjelaskan inti dari kehidupan religius adalah  hadirnya Allah swt, bahwa kalimat syahadat menempati posisi sentral dimana saja seorang muslim berada, disetiap tindakannya dan disetiap pemikirannya. Kehadiran Allah swt, memenuhi kesadaran seorang muslim setiap saat. Jika Pemuda Persis hadir sebagai penerang jalan peradaban ummat, maka tauhid adalah sumbu pertama yang mesti dinyalakan disetiap pribadi ummat.

Berikutnya perintah Allah swt untuk selalu bersiap dalam menghadapi musuh-musuh Islam mesti kita lakukan, sebagaimana yang tertuang dalam Al-Qur’an surat Al-Anfal ayat 60

وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا ٱسۡتَطَعۡتُم مِّن قُوَّةٖ وَمِن رِّبَاطِ ٱلۡخَيۡلِ تُرۡهِبُونَ بِهِۦ عَدُوَّ ٱللَّهِ وَعَدُوَّكُمۡ وَءَاخَرِينَ مِن دُونِهِمۡ لَا تَعۡلَمُونَهُمُ ٱللَّهُ يَعۡلَمُهُمۡۚ وَمَا تُنفِقُواْ مِن شَيۡءٖ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ يُوَفَّ إِلَيۡكُمۡ وَأَنتُمۡ لَا تُظۡلَمُونَ ٦٠

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”

Imam Al-Baghawi menjelaskan bahwa ayat di atas adalah perintah  الإعداد  (persiapan) artinya  اتخاذ الشيء لوقت الحاجة (menjadikan sesuatu untuk waktu yang dibutuhkan)[12]. Kemudian Imam Asy-Syaukani menjelaskan makna  مِّن قُوَّة  adalah  كل ما يتقوى به في الحرب  (setiap apa-apa yang dengannya menjadi kuat dalam pertempuran)[13]. Pertempuran yang masih terjadi di zaman Nabi Muhammad saw adalah pertempuran fisik oleh karena itu ketika ayat ini turun, Nabi saw menjelaskan kekuatan yang diperlukan itu adalah memanah dan berkuda, namun Nabi saw lebih menekankan pentingnya memanah hingga dalam satu hadits riwayat Imam Muslim[14], Nabi saw mengulanginya hingga tiga kali.

حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ مَعْرُوفٍ، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي عَمْرُو بْنُ الْحَارِثِ، عَنْ أَبِي عَلِيٍّ ثُمَامَةَ بْنِ شُفَيٍّ، أَنَّهُ سَمِعَ عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ، يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ عَلَى الْمِنْبَرِ، يَقُولُ: " {وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ} [الأنفال: ٦٠]، ‌أَلَا ‌إِنَّ ‌الْقُوَّةَ ‌الرَّمْيُ، ‌أَلَا ‌إِنَّ ‌الْقُوَّةَ ‌الرَّمْيُ، ‌أَلَا ‌إِنَّ ‌الْقُوَّةَ ‌الرَّمْيُ "

 

Mempersiapkan kekuatan untuk perang fisik tetaplah menjadi kewajiban, namun ketika medan pertempuran sudah beralih ke medan yang berbeda dan yang terjadi adalah pertempuran pemikiran (ghazwul fikr), maka Pemuda Persis sebagai agen dakwah pun mesti mempersiapkan kekuatan dalam ranah perang pemikiran. Oleh karena itu yang disiapkan dan dilatih tidak hanya memanah dan berkuda, melainkan meluas pada aspek keilmuan dan pengetahuan mengenai mad’u-nya. Kekuatan yang diperluakan dalam medan tempur yang bermacam-macam harus menjadi agenda penting di dalam mempersiapkan dan menguatkan peran dakwah Pemuda Persis. Agar apa yang dilakukan oleh Pemuda Persis dalam konteks dakwah selalu relevan dengan medan pertempurannya.

Pemetaan medan tempur dan pemetaan objek dakwah (mad’u) yang dihadapi Pemuda Persis menjadi penting agar komunikasi dakwah yang dilakukan terhindar dari kegagalan komunikasi dan dapat mencapai target dakwah. Banyak keterangan mengingatkan kepada siapa saja yang hendak menyampaikan pesan dakwah agar diperhatikan aspek mad’u artinya sebelum berdakwah penting bagi kita melakukan mapping dan menganalisa strategi dakwahnya. Imam Muslim berkata[15]

وحَدَّثَنِي أَبُو الطَّاهِرِ، وَحَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَى، قَالَا: أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، قَالَ: أَخْبَرَنِي يُونُسُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُتْبَةَ، أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ مَسْعُودٍ، قَالَ: «مَا أَنْتَ بِمُحَدِّثٍ قَوْمًا حَدِيثًا ‌لَا ‌تَبْلُغُهُ ‌عُقُولُهُمْ، إِلَّا كَانَ لِبَعْضِهِمْ فِتْنَةً»

‘dan telah menceritakan kepadaku Abu Thahir dan Harmalah bin Yahya, keduanya berkata: telah mengabarkan kepada kami Yunus dari Syihab, dari Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah sesungguhnya Abdullah bin Mas’ud berkata “tidaklah kalian berbicara sebuah pembicaraan kepada satu kaum yang tidak sampai akal mereka, kecuali bagi sebagian mereka akan terjadi fitnah”.

Abul ‘Abbas Al-Qurthubi menjelaskan  bahwa fitnah disana adalah kesesatan dan kerancuan/kebingungan[16]. Atsar di atas menunjukkan betapa pentingnya kita menyesuaikan pembicaraan atau ilmu dengan tingkat pemahaman si objek. Hal ini agar tidak menhadirkan fitnah karena objek dakwah salah faham terhadap apa yang kita sampaikan. Maka penting melakukan pemetaan dan meningkatkan pemahaman terkait kondisi objek dakwah, dan sudah tentu ilmu-ilmu yang menunjang terhadap analisa pemetaan tersebut juga perlu untuk dipelajari. Maka sumbu kedua yang perlu dinyalakan oleh Pemuda Persis adalah sumbu ilmu.

Pemetaan dalam gerakan dakwah Pemuda Persis menjadi suatu hal yang tidak boleh diabaikan. Sebagai bagian dari perencanaan dakwah, maka pemetaan dakwah mesti dilakukan oleh siapapun yang berkepentingan terhadap dakwah Pemuda Persis. Tidak hanya memetakan medan dakwah dan objek dakwah, memetakan potensi da’i juga tidak kalah pentingnya. Sebagai upaya mempersiapkan kekuatan, maka pemetaan sumber daya da’i di lingkup Pemuda Persis sangat bergantung pada proses pelatihan dan pembinaan kadernya, membekali da’i setidaknya dengan dua urusan yang harus selalu menjadi acuannya dalam berdakwah yaitu ikhlas dan mutaba’ah[17]. Maka dapatlah kita lihat selain sebagai organisasi dakwah, Pemuda Persis mesti dilihat sebagai organisasi kader. Seperti yang ditegaskan di dalam Qaidah Asasi Pemuda Persis Bab I Pasal 4 Ayat 2 yang berbunyi “Pemuda Persis bersifat organisasi kader dan harokah tajdid”.

Memperhatikan sifatnya sebagai organisasi kader, maka sudah saatnya proses kaderisasi dilihat sebagai arus utama tidak lagi dipandang secara parsial yang menjadi beban sebagian orang atau bidang tertentu saja. Kaderisasi menjadi mainstream gerakan dakwah Pemuda Persis[18]. Kaderisasi dalam jam’iyyah Pemuda Persis harus menekankan pada pemberdayaan dan distribusi kader pada wilayah-wilayah yang sifatnya strategis.

Maka dengan sistem seperti ini, kader Pemuda Persis sebagai agen dakwah akan sangat beragam pengetahuan dan keterampilannya sesuai dengan medan dakwah yang dihadapi. Akan lahir kader Pemuda Persis yang menguasai bahasa asing, teknologi informasi, psikologi sosial, manajemen sumber daya, analisa social, desain grafis, entrepreneurship, legal drafting (taqnin), hukum ketatanegaraan, hubungan internasional dan lainnya selain juga penguasaan terhadap pemahaman Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menjadi asas dari pengetahuan dan keterampilan yang disebutkan.

Oleh karena itu harus menjadi sebuah kesadaran tentang istilah “Likulli marhalatin mutaqallabatuha, likulli marhalatin muqtadhayyatuha, wa likulli marhalatin rijaluha.” (Setiap masa ada tuntutannya, setiap masa ada konsekuensinya, dan setiap masa ada pelaku sejarahnya). Maka kenalilah masa yang sedang berlaku agar setiap gerakan yang dilakukan Pemuda Persis selalu relevan di setiap zaman tidak malah terlindas roda zaman dan hilang dari pusaran peradaban ummat.

 

Merumuskan Gerakan Dakwah Era Global

Memperhatikan tantangan dan problematika dakwah era global, maka sebagai jam’iyyah yang salah satu konsentrasinya pada pembinaan ummat dan upaya-upaya penegakkan dakwah Islam, Pemuda Persis hari ini dan ke depan setidak-tidaknya dapat merumuskan 12 pilar peradaban dakwah Pemuda Persis diantaranya:

  1. Pendidikan profetik untuk anggota di setiap pembinaan dan agenda kaderisasi formal.
  2. Peningkatan Sumber Daya Da’i, (Penguatan turats, intelektualitas, bahasa, khazanah global)
  3. Paradigma Dakwah Berkelanjutan (Adaptif, Partisipatif, Kolaboratif)
  4. Dakwah berbasis data (Perencanaan sesuai kebutuhan, pemetaan program jihad prioritas & evaluasi pencapaian yang terukur dan terarah)
  5. Ekosistem Dakwah Digital (Melawan narasi Islamophobia dan Radikalisme Terorisme Virtual)
  6. Dakwah transformatif (Dakwah berbasis pemberdayaan mad’u)
  7. Kemandirian Ekonomi Jam’iyyah berbasis UMKM
  8. Pemetaan Dakwah berbasis lingkungan (merespon isu-isu strategis; lingkungan, HAM dan isu-isu terkini)
  9. Dakwah berjejaring (Membangun bargaining position dakwah kenegaraan)
  10. Dakwah berbasis permasalahan sosial
  11. Nasionalisasi Gerakan Dakwah Pemuda Persis (10 Pimpinan Wilayah)
  12. Publikasi pesan dakwah berupa hasil kajian dan riset

Dua belas pilar dakwah ini mengambil makna filosofis dari 12 sudut sinar yang menjadi lambang Pemuda Persis yang diharapkan memberi sinar atau petunjuk ummat menghadapi kehidupan yang kian hari penuh dengan tantangan. Abu Nabhan menjelaskan sekurang-kurangnya ada 5 hal yang harus ada pada sebuah organisasi dakwah; 1) perumusan tujuan, 2) pembagian pekerjaan dan tanggung jawab, 3) pendelegasian wewenang, 4) rentangan kekuasaan, dan 5) tingkat-tingkat pengawasan[19]. Dengan rumusan tersebut semoga ikhtiyar membangun peradaban dakwah Pemuda Persis setidaknya mengokohkan pundak-pundak para da’i agar kemudian Allah swt meringankan bebannya.

Kematangan Pemuda Persis sebagai organisasi dakwah dan organisasi kader harus tercermin pada gerakannya yang selalu dapat merespon tantangan dan problem setiap zaman. Permasalahan setiap generasi terutama generasi terkini yakni generasi Y & generasi Z juga harus mampu diselesaikan oleh Pemuda Persis. Oleh karena itu sangat penting bagi Pemuda Persis untuk membekali kadernya dengan ilmu dan pengetahuan yang berkorelasi dengan permasalahan zaman. Selain penguatan akan pemahaman Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menjadikan kader faqih dibidang agama, juga peningkatan keilmuan terkini yang mampu mengurai dan menjawab masalah-masalah sosial-politik yang dihadapi.

Pemuda Persis sebagai lentera peradaban harus sesegera mungkin untuk  menyalakan sumbu-sumbu peradaban. Dimana tauhid dan ilmu menjadi sumbu utamanya. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Imam Syafi’i tentang sosok pemuda Islam:

ومن فاته التعليم وقت شبابه ... فكبر عليه أربعا لوفاته

وذات الفتى -والله- بالعلم والتقى ... إذا لم يكونا لا اعتبار لذاته

“Barangsiapa yang tidak menuntut ilmu di waktu mudanya..

Maka bertakbirlah sebanyak 4 kali sebagai tanda wafatnya.

Keberadaan seorang pemuda -demi Allah- dilihat dari ilmu dan taqwanya..

Apabila tidak ada keduanya maka tidak ada arti keberadaannya.”[20]

 

Daftar Rujukan

Al-Baghawi, Abu Muhammad al-Husain bin Mas'ud. 1989. Ma’alim At-Tanzil. Riyad, Daar Thayyibah.

Al Faruqi, Ismail Raji. 1992. Al Tawhid; Its Implication for Thought and Life. Herndon-Virginia. The International Institute of Islamic Thought.

Andrea, Bencsik, Horváth-Csikós Gabriella, Juhász Tímea, 2016. Y and Z Generations at Workplaces. Journal of Competitiveness, Vol. 8, Issue 3.

Asy-Syaukani, Muhammad bin Ali bin Muhammad. 1994. Fathu Al-Qadir; Al-Jaami’ baina Fanni Ar-Riwaayah wa Ad-Diraayah min Ilmi At-Tafsir. Tahqiq Duktur Abdul Rahman ‘Amirah

Dewan Tafkir PP Persis, 2020. Menuju 1 Abad Persis 1923-2023; Merambah Dakwah Menata Wijhah. Bandung: Persis Pres.

Diwan Al-Imam Asy-Syafi'i

Howe, Neil & William Strauss, 2000. Millennials rising: The next great generation. New York: Vintage.

Lyons, Sean Thomas. 2003. An Exploration of Generational Values in Life and at Work. Carleton University, Ottawa, Ontario.

Nabhan, Abu. 2015. Kado Untuk Muballigh Teko; Sebuah Pengantar Untuk Mengenal Dakwah & Problematikanya. Bandung, Maktabah Tsaqib.

Nichols, Tom. 2017. The Death of Expertise; The Campaign against Established Knowledge and Why It Matters. New York, Oxford University Press.

Muslim bin Hajjaaj, (tt). Shahih Muslim,

Muhammad bin Syeikh Al’Alamah Ali bin Adam bin Musa, 2003 (1424 H). Qurratu ‘Aeni Al-Muhtaaj fii Syarhi Muqoddimah Shahih Imam Muslim bin Al-Hajjaaj, Saudi Arabia: Dar Ibnu Al-Jauzi

Twenge, Jean. M. 2006. Generation Me: Why Today’s Young Americans Are More Confident, Assertive, Entitled—and More Miserable Than Ever Before. New York: Free Press.

 

[1] QA QD Pemuda Persis Bab I Pasal I Ayat 2 PP Pemuda Persis 2015-2020 Hal. 14

[2] Dewan Tafkir PP Persis, 2020. Menuju 1 Abad Persis 1923-2023; Merambah Dakwah Menata Wijhah. Bandung: Persis Pres. Hal. 59

[3] Dewan Tafkir PP Persis, 2020. Menuju 1 Abad Persis 1923-2023; Merambah Dakwah Menata Wijhah. Bandung: Persis Pres. Hal. 11

[4] Jean. M. Twenge, 2006. Generation Me: Why Today’s Young Americans Are More Confident, Assertive, Entitled—and More Miserable Than Ever Before. New York: Free Press. Hal. 24

[5] Neil Howe & William Strauss, 2000. Millennials rising: The next great generation. New York: Vintage. Hal. 14

[6] Sean Thomas Lyons, 2003. An Exploration of Generational Values in Life and at Work. Carleton University, Ottawa, Ontario. Hal. 182

[7] Ibid, Hal. 183

[8] Bencsik Andrea, Horváth-Csikós Gabriella, Juhász Tímea, 2016. Y and Z Generations at Workplaces. Journal of Competitiveness, Vol. 8, Issue 3. Hal. 93

[9] Ibid, Hal. 93

[10] Tom Nichols, 2017. The Death of Expertise; The Campaign against Established Knowledge and Why It Matters. New York, Oxford University Press. Hal. 43

[11] Ismail Raji Al Faruqi, 1992. Al Tawhid; Its Implication for Thought and Life. Herndon-Virginia. The International Institute of Islamic Thought. Hal. 1

[12] Abu Muhammad al-Husain bin Mas'ud al-Baghawi, 1989. Ma’alim At-Tanzil. Riyad, Daar Thayyibah. Hal. 371

[13] Muhammad bin Ali bin Muhammad Asy-Syaukani, 1994. Fathu Al-Qadir; Al-Jaami’ baina Fanni Ar-Riwaayah wa Ad-Diraayah min Ilmi At-Tafsir. Tahqiq Duktur Abdul Rahman ‘Amirah Juz II Hal. 460

[14] Muslim bin Hajjaaj, (tt). Shahih Muslim Kitab Imarah Bab Fadlu Ar-Ramyu No. Hadits 1917

[15] Ibid, Kitab Muqoddimah Bab An-Nahyu ‘Anil Hadiitsi bikulli maa Sami’a No. Hadits 14

[16] Pendapat ini dikutip oleh Muhammad bin Syeikh Al’Alamah Ali bin Adam bin Musa dalam Kitab Qurratu ‘Aeni Al-Muhtaaj fii Syarhi Muqoddimah Shahih Imam Muslim bin Al-Hajjaaj, Saudi Arabia. Dar Ibnu Al-Jauzi Juz I Hal. 528

[17] Abu Nabhan, 2015. Kado Untuk Muballigh Teko; Sebuah Pengantar Untuk Mengenal Dakwah & Problematikanya. Bandung, Maktabah Tsaqib. Hal. 78

[18] Dibahas pada artikel lain yang berjudul “Mainsreaming Kaderisasi Jam’iyyah; Upaya Perwujudan Pemimpin Teladan Penyambung Peradaban” sebagai oleh-oleh Tafiq 3 PP Pemuda Persis di Pusdapi-Kab. Bandung Barat.

[19] Abu Nabhan, 2015. Kado Untuk Muballigh Teko; Sebuah Pengantar Untuk Mengenal Dakwah & Problematikanya. Bandung, Maktabah Tsaqib. Hal. 73

[20] Diwan Al-Imam Asy-Syafi'i 33-34

Reporter: Reporter Editor: admin