Ketika mulai belajar di Pesantren Persis Bangil di atas tahun 1960 jumlah angkatan saya hampir 200 orang. Jumlah ini terbelah setelah melalui seleksi.
Santri yang dinyatakan lulus jumlahnya tidak genap 40 orang. Kini (th 2019) bersisa: 6 orang: Luthfi Abdullah Ismail Lc, Drs. Khairul Huda, Prof. Dr. Syafiq Mughni MA, Mukhtar Abu Ali Lc MA, Zubair Suryadi Lc, MA dan Ad-Dailamy Abu Hurairah.
Siang hari Senin ini (23/12) qadarullah jumlah itu berkurang lagi. Ustadz Luthfi Abdullah Ismail dipanggil kehadlirat Ilahy. Kini kami bersisa 5 orang.
Hari Jum'at (20/12) dalam rangka menghadiri Reuni Akbar ke IV Pesantren Persis Bangil bersama Ustadz KH. Zubair Suryadi, Mabni Darsi dan Romzy Mujtahid Da'wah saya berkunjung ke rumah beliau di Bangil. Masih sempat beliau berkata walau hanya dalam patahan kata karena kondisi beliau yang makin lemah.
Baru kemarin lusa beliau kembali ke Bangil. Ketua Umum PP. Persis Ustadz KH. Aceng Zakaria bersikeras membawa beliau berobat ke Bandung dan Garut. Tapi baru sehari berobat, esok harinya beliau meminta pulang ke Bangil.
Hanya sehari usai acara meriah Reuni Alumni Pesantren yang di asuhnya, di rumah kediaman beliau yang sederhana yang bersebelahan dengan Pesantren Puteri itu, beliau menghembuskan nafas yang terakhir, memenuhi panggilan Rabbul 'alamin, menyusul pengasuh-pengasuh Pesantren warisan A. Hassan yang mendahului beliau: A. Hassan, Abd.Qadir Hassan, Hud Abdullah Musa dan Ghazy Abd.Qadir Hassan.
Mestinya Ahad kemarin saya telah meluncur menuju Denpasar. Hingga larut malam di Surabaya, saya dan Romzy tidak mendapatkan kendaraan (pesawat, KA, Bus). Konon dipenuhi oleh orang-orang yang libur Natal. Malam itu saya dan Romzy pulas di Syahid Hotel. Saat tulisan ini saya ketik, di depan warung makan jl. KH. Mas Mansur (Ampel) saya menunggu Mabni Darsi dengan mobil yang disupiri oleh Mas Zain yang akan menjemput saya untuk bertakziyah ke rumah sahabatku: Ustadz Luthfi Abdullah Ismail Lc. Ternyata ada hikmah tertahan di Surabaya.
Surabaya, 23/12/19. Ad-Dailamy Abu Hurairah.