Kisah Nabi Nuh Dalam Al-Quran

oleh Redaksi

11 Januari 2025 | 07:45

Kisah Nabi Nuh Dalam Al-Quran

Oleh: Dr. Dedeng Rasyidin, M.Ag


Jika kita kaji kisah Nabi Nûh As beserta da’wahnya dalam al-Qur’ân, maka akan kita jumpai dalam berbagai surat yang berbeda begitu pula dengan ayat-ayatnya. Antara lain pada surat, al-Á’raf 59-64, Hûd 25-49, dan al-Mu’minûn 23-30. Di bawah ini akan dijelaskan secara garis besar, beserta pandangan dari para Mufassîr.


A. Pengertian Nûh As.


Shawi menyebutkan, Nabi Nûh As namanya, ‘Abdul Ghaffâr bin Malik ibnu Mutawasyilakh bin Akhnûkh (Idrîs)[1]. Sementara al-Najjari menyebutkan, Nûh bin Lâmak bin Mutawâsyalih bin Akhnûkh dia adalah Idrîs bin Yârud bin Muhalâ-îl bin Qînân bin Ausy bin Syît bin Âdam[2]. Dan menurut al-Suyuthi disebutkan, Nûh bin Lâmak bin Mutawâsyalih bin Idrîs dia adalah Akhnûkh bin Yârud Muhalaibil ibnu Qînan bin Anwasy ibnu Syît bin Âdam[3].

Nûh, adalah Laqab (gelar), disebut Nûh karena,


1.Ia lama meratapi dirinya.


إِنَّمَا سُمِيَ نُوْحُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ نُوْحًا لِطُوْلِ مَا نَاحَ عَلَى نَفْسِهِ.   


Bahwa Nuh As diberi nama Nuh, karena lamanya ia meratapi dirinya sendiri.


2.Ia suka menangisi dirinya.


إِنَّمَا سُمِيَ نُوْحًا لِأَنَّهُ كَانَ يَنُوْحُ عَلَى نَفْسِهِ.  


Bahwa dinamai Nuh, karena ia selalu meratapi dirinya sendiri.


3.Nama Nûh ialah as-Sakanu (tempat diam -pangkal-),


إِنَّمَا سُمِيَ نُوْحُ اَلسَّكَنُ لِأَنَّ النَّاسَ بَعْدَ آدَمَ سَكَنُوْا إِلَيْهِ فَهُوَ أَبُوْهُمْ. 


Bahwa Nûh disebut dengan as-Sakanu karena manusia setelah Âdam As diam atau berpangkal padanya sebagai Bapak mereka.


4.Disebut Nûh, karena meratapi kaumnya selama 950 tahun berda’wah mengajak ke jalan Allâh, jika kaumnya kufur ia menangis dan meratapi mereka[4].


5.Dan Shawi menambahkan, ia disebut Nûh karena meminta pendapat Allâh tentang anaknya Kan’ân[5].


6.Karena ketika ia melihat anjing pincang ia berkata ikhsân ya qabîh (pergi wahai yang buruk) Lalu Allâh bertanya, Â’abtanÎ am ‘ibta al-Kalba (apa engkau menjelekkan aku atau menjelekan anjing?) lalu ia meratapi dirinya. Dalam Bahasa Arab kata Nûhâ-Nâha-Yanûhu artinya, menangisi atau meratapi[6].

           

Al-Suyuthi menjelaskan antara Nûh As dan Âdam As berjarak sepuluh keturunan, dan antara Ibrâhîm dan Nûh As, juga 10 keturunan. Mereka semua membawa syariat yang haq. Dan dalam riwayat Ishaq bin Basyar yang dikutip al-Suyuthi, dijelaskan, ketika Âdam merasa telah tua, ia berkata kepada Allâh, sampai kapan aku ini? Allâh menjawab,

يَا آدَمُ حَتيَّ يُوْلَدُ لَكَ وَلَدُ مَخْتُوْن


Wahai Âdam, sampai lahir anak bagimu yang telah dikhitan. (Nabi Nûh lahir dalam keadaan telah dikhitan).

Lalu lahir Nûh As setelah 10 keturunan, saat itu Âdam As berusia 940 tahun. Maka Âdam hidup di 1000 tahun pertama, dan Nûh As hidup pada 1000 tahun kedua. Pada masa Nûh As ini kema’siatan telah merajalela di muka bumi[7]. Shawi menyebutkan, ibu Nûh As bernama Hawâ`un dan istrinya yang beriman bernama al-Khabazz, sementara istrinya yang kufur bernama Wâ’ilah dan menurut pendapat lain bernama Wâ’ikah, sementara anaknya yang kufur bernama Kan’ân[8]. Ali Abdu al-Wahid wafi menyebutkan, anak-anak Nûh As yang lainnya yaitu,


  1. Sâm yang punya keturunan, Lûd, Arfaksyâd, Âsyûr, ‘Îlâm, Ârâm. dari Arfaksyâd lahir anak ‘Âbir, Lasyîlâsy, Syîlâsy.
  2. Hâm dan anak Nûh As lainnya.
  3. Yâfits.
  4. Kan’ân[9].

Dan setelah selamat dari banjir, menurutal-Suyuthi Nabi Nûh As mempunyai anak lagi yang bernama Yûnâthan[10]. Dari anak-anak Nûh As ini melahirkan keturunan atau kabilah yang berbeda, misalnya Sâm melahirkan keturunan Arab (Sâm Abu al-Arab), Hâm melahirkan keturunan Sudan, orang berkulit hitam (Hâm Abu al-Saudân) dan Yâfits melahirkan keturunan Turki (Yâfits Abu al-Turki)[11]. Sementara menurut al-Suyuthi menyebutkan sabda Nabi Saw,

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم: سَامْ أَبُو الْعَرَبِ وَحَامْ أَبُو الْحَبْشِ وَيَافِثْ أَبُو الرُّوْمِ.


Rasulullah Saw bersabda: Sâm merupakan nenek moyangnya bangsa ‘Arab, Hâm nenek moyangnya bangsa Habsyi dan Yâfits merupakan nenek moyangnya bangsa Romawi[12].

Dari keturunan Nabi Nûh As ini juga melahirkan bahasa di dunia ini yang berbeda-beda. Dari putra Nûh As, Sâm melahirkan bahasa Sâmiyah. Bahasa ini bercabang menjadi,

  1. Bahasa Akadiyah, yang terdiri dari bahasa Asyuriah dan Babiliyah.
  2. Bahasa Aramiyah.
  3. Bahasa Kan’aniyah, yaitu bahasa Finiqiyah dan ‘Ibriyyah, (bahasa jazirah laut putih bagian tengah dan bahasa sebagian Bani Isrâîl di Palestina) 
  4. Bahasa Arabiyah.
  5. Bahasa Yamaniyah Qadimah.
  6. Bahasa Habsyiyah.

Sementara dari anak Nûh As, Hâm melahirkan bahasa Hâmiyyah, yang meliputi,


  1. Bahasa Mishriyyah, meliputi bahasa Mesir kuno dan bahasa Qibthi. 
  2. Bahasa Barbariyyah, bahasa orang Afrika Utara.
  3. Bahasa al-Kausyiyah, di sebelah Timur Afrika, termasuk padanya bahasa Shamaliyah[13].  


B.Sifat Kaum Nabi Nûh As.


Menurut Shawi, kaum Nabi Nûh As adalah kaum yang pertama kufur dan mendapatkan adzab[14]. Dan al-Suyuthi menyebutkan, kaum Nûh As telah melakukan ma’siat, kesombongan dan keangkuhan yang merajalela saat itu. Mereka kaum yang musyrik, menyekutukan Allâh, yang mereka ikuti hanyalah pendapat bapak-bapak mereka. Mereka menyembah patung. Patung yang mereka sembah diberi nama, diantaranya, Wuddun, Suwâ’, Yaghûts, Ya’ûq dan Nasar[15]. Al-Qur’ân menyebutnya mereka kaum yang buta mata hatinya.


فَكَذَّبُوهُ فَأَنجَيْنَاهُ وَالَّذِينَ مَعَهُ فِي الْفُلْكِ وَأَغْرَقْنَا الَّذِينَ كَذَّبُوا بِئَايَاتِنَا إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمًا عَمِينَ


Maka mereka mendustakan Nûh, kemudian Kami selamatkan dia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang buta (mata hatinya)[16].


Kata ‘amîn jama dari ‘ummun ini menunjukkan buta hati khâshun bi ‘umyi al-Qalbi wa al-Bashîrah, bukan buta matanya, Adapun buta mata disebut ‘umyân jamanya a’mâ yaitu, a’mâ al-Bashar[17].

           

C.Da’wah Nabi Nûh As.


Untuk membebaskan kemusyrikan yang telah merajalela di dalam diri kaum Nûh As, Allâh mengutus Nûh As untuk berda’wah, mengajar mereka kejalan yang benar,


لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَالَكُم مِّنْ إِلاَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ


Sesungguhnya Kami telah mengutus Nûh kepada kaumnya lalu ia berkata: Wahai kaumku sembahlah Allâh, sekali-kali tak ada Ilah bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allâh), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat)[18].

Al-Suyuthi mengutip hadits nabi dari Anas,


أَنَّ النَّبِيَ صلعم قَالَ: أَوَّلُ نَبِيِّ أُرْسِلَ نُوْحٌ.


Bahwa Nabi Saw pernah bersabda: Nabi yang pertama kali diutus adalah Nabi Nûh[19].

Para mufassir menafsirkannya, Nûh As adalah Nabi pertama yang diutus kepada kaumnya[20]. Sementara al-Maraghi menjelaskan, Nûh As, Rasûl pertama yang diutus Allâh kepada kaumnya yang musyrik[21]. Menurut Shawi Nûh As diutus pada usia 40 tahun, dan ini pendapat yang shahih[22]. Ada riwayat lain yang menyebutkan pada usia 50 tahun, 250 tahun dan 100 tahun. Dan ia tinggal bersama kaumnya, berda’wah pada mereka selama 950 tahun.

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَلَبِثَ فِيهِمْ أَلْفَ سَنَةٍ إِلاَّ خَمْسِينَ عَامًا فَأَخَذَهُمُ الطُّوفَانُ وَهُمْ ظَالِمُونَ.


Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nûh kepada kaumnya, maka ia tinggal diantara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Maka mereka ditimpa banjir besar, dan mereka adalah orang-orang yang zhalim[23].

Setelah topan Nûh As hidup selama 250 tahun, maka jumlah umurnya 1240 tahun. Ibnu Abbas menjelaskan dalam al-Suyuthi,

وَكَانَ نُوْحٌ يَدْعُوْهُمْ لَيْلاً وَنَهَارًا سِرًّا وَعَلاَنِيَةً صَبُوْرًا حَلِيْمًا.       


Nabi Nûh As berda’wah siang dan malam, sembunyi dan terang-terangan dengan penuh kesabaran dan bermurah hati[24].

Yang disampaikan Nûh As kepada kaumnya, seperti yang dijelaskan al-Qur’ân,


1.Mengajak beribadah hanya kepada Allâh, Adzab Allâh maha besar pada suatu saat,


لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَاقَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَالَكُم مِّنْ إِلاَهٍ غَيْرُهُ إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ.


Sesungguhnya Kami telah mengutus Nûh kepada kaumnya lalu ia berkata: Wahai kaumku sembahlah Allâh, sekali-kali tak ada Ilah bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allâh), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar (kiamat)[25].


2.Nûh As adalah seorang Rasûl Allâh menyampaikan risalahnya, ia hanya tahu dari Allâh, bukan seorang yang sesat,


قَالَ يَاقَوْمِ لَيْسَ بِي ضَلاَلَةٌ وَلَكِنِّي رَسُولٌ مِّن رَّبِّ الْعَالَمِينَ {} أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاَتِ رَبِّي وَأَنصَحُ لَكُمْ وَأَعْلَمُ مِنَ اللهِ مَالاَتَعْلَمُونَ.


Nûh menjawab: Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikitpun tetapi aku adalah utusan dari Rabb semesta alam (.:) Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Rabbku dan aku memberi nasehat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allâh apa yang tidak kamu ketahui[26].


3.Aku adalah pemberi ancaman pada kamu sekalian,


وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ إِنِّي لَكُمْ نَذِيرٌ مُّبِينٌ


Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nûh kepada kaumnya, (dia berkata): Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu[27].


4.Aku tidak meminta harta benda, ganjaranku cukup dari Allâh, aku tidak akan mengusir orang yang beriman,


وَيَاقَوْمِ لآأَسْئَلُكُمْ عَلَيْهِ مَالاً إِنْ أَجْرِيَ إِلاَّ عَلَى اللهِ وَمَآأَنَا بِطَارِدِ الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّهُم مُّلاَقُوا رَبِّهِمْ وَلَكِنِّي أَرَاكُمْ قَوْمًا تَجْهَلُونَ


Dan (dia berkata): Hai kaumku, aku tiada meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allâh dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Rabbnya akan tetapi aku memandangmu sebagai kaum yang tidak mengetahui[28].


5.Aku tidak mempunyai gudang rizki, tidak tahu yang gaib, dan bukan Malaikat,


وَلآأَقُولُ لَكُمْ عِندِي خَزَائِنُ اللهِ وَلآأَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلآأَقُولُ إِنِّي مَلَكٌ وَلآأَقُولُ لِلَّذِينَ تَزْدَرِي أَعْيُنُكُمْ لَن يُؤْتِيَهُمُ اللهُ خَيْرًا اللهُ أَعْلَمُ بِمَا فِي أَنفُسِهِمْ إِنِّي إِذًا لَّمِنَ الظَّالِمِينَ.


Dan aku tidak mengatakan kepada kamu (bahwa): Aku mempunyai gudang-gudang rezki dan kekayaan dari Allâh, dan aku tidak juga mengetahui yang ghaib, dan tidak (pula) aku mengatakan: Bahwa sesunguhnya aku adalah malaikat, dan tidak juga aku mengatakan kepada orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu: Sekali-kali Allâh tidak akan mendatangkan kebaikan kepada mereka. Allâh lebih mengetahui apa yang ada pada diri mereka; sesungguhnya aku, kalau begitu benar-benar termasuk orang-orang yang zhalim[29].

Mahmud Hijazi mengutip sebuah hadits,

يَا قَوْمِي وَيَا أَهْلِي وَعَشِيْرَتِي أُعْبُدُوا اللهَ رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ فَسَوَاكُمْ وَعَدُلُكُمْ عَلَي إِتْمِ صُوْرَةٍ وَإِكْمَلِ نِظَامٍ هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ جَمِيْعًا مِنْهُ-سُبْحَانَهُ وَتَعَالَي هُوَ الْمَعْبُوْدُ بِحَقِّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ تَدْعُوْنَهُ وَتَتَضَرَّعُوْنَ إِلَيْهِ آمَرَكُمْ بِهَذَا لِأَنيِّ أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيْمٍ وَقَعَهُ.


Wahai kaumku dan keluargaku (tidak ada hubungan nasab) beribadahlah kalian kepada Allah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu kemudian membentuk dan menyeimbangkan kamu dalam bentuk yang sangat sempurna dan susunan yang sempurna, Dia yang menciptakan bagimu segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dia-lah yang Maha suci dan maha tinggi, Dia-lah yang berhak disembah dengan sebenar-benarnya, tidak ada Tuhan selain Dia, tidak ada Tuhan bagi kalian selain-Nya, mintalah dan merendahlah pada-Nya. Aku perintahkan kalian dengan hal itu, karena aku takut ‘Adzab akan menimpa kalian pada hari yang sangat agung[30].


___________________

[1] Shawi, Op. Cit. II:99.

[2] Al-Najari, Op. Cit. h. 30.

[3] Al-Suyuthi, Op. Cit. III:480.

[4] Al-Suyuthi, Loc. Cit.

[5] Shawi, Loc. Cit.

[6] Ahmad Warson al-Munawwir (selanjutnya disebut al-Munawwir), Al-Munawwior Qamus Arab-Indonesia, Al-Munawwir, Yogyakarta, 1984, h. 1572.

[7] Al-Suyuthi, Loc. Cit.

[8] Shawi, Op. Cit. II:268.

[9] Ali Abdu al-wahid Wafi (selanjutnya disebut al-Wafi), Fiqhu al-Lughah, Tahiyyah al-Bayan, Al-Maniyah, 1962, h. 30.

[10] Al-Suyuthi, Op. Cit. IV:435.

[11] Shawi, Op. Cit. II:269.

[12] Al-Suyuthi, Op. Cit. IV:419. HR. Ibn Mardawaih.

[13] Al-Wafi, Op. Cit. h. 3-18.

[14] Shawi, Op. Cit. II:99.

[15] Al-Suyuthi, Op. Cit. III:480.

[16] Qs. Al-A’râf [7]:64.

[17] Shawi, Op. Cit. II:100. Al-Maraghi, Op. Cit. III:188.

[18] Qs. Al-A’râf [7]:59.

[19] Al-Suyuthi, Op. Cit. III:479.  HR. Ibnu Abî Hâtim.

[20] Al-Hijaji,  Op. Cit. I:726.

[21] Al-Maraghi, Loc. Cit.

[22] Shawi, Op. Cit. II:99.

[23] Qs. Al-Ankabut [29]:14.

[24] Al-Suyuthi, Op. Cit. III:480.

[25] Qs. Al-A’raf [7]:59.

[26] Ibid, 7:61-62.

[27] Qs. Hûd [11]:25.

[28] Ibid, 11:25.

[29] Ibid, 11:31.

[30] Al-Hijaji,  Loc. Cit.

BACA JUGA:

‘Ad; Kaum Kuat Yang Dilaknat

Reporter: Redaksi Editor: Ismail Fajar Romdhon