KEPIKUNAN DALAM PANDANGAN ISLAM
Oleh: A. Zakaria
Umur manusia
Umur biasa diterjemahkan dengan usia, seperti ungkapan; ‘umurnya berapa tahun?’ Maksud umur di sini adalah usia. Padahal dalam bahasa Arab ada ungkapan untuk menyatakan usia, yaitu Sinnun, seperti ungkapan; كَمْ سِنُّكَ (berapa tahun umurmu? ).
Umur arti asalnya sama dengan ma’mûr (berasal dari kata amara). Umur didefinisikan dengan;
عِمَارَةُ الْبَدَنِ بِالرُّوْحِ.
“Memakmurkan badan dengan ruh.”
Yaitu menyuburmakmurkan badan dengan amal shaleh. Sama halnya dengan ungkapan; memakmurkan mesjid, yaitu mengadakan acara-acara keagamaan agar mesjid itu terlihat makmur.
Siapakah yang menentukan usia manusia ?
وَٱللَّهُ خَلَقَكُم مِّن تُرَابٍۢ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍۢ ثُمَّ جَعَلَكُمْ أَزْوَٰجًۭا ۚ وَمَا تَحْمِلُ مِنْ أُنثَىٰ وَلَا تَضَعُ إِلَّا بِعِلْمِهِۦ ۚ وَمَا يُعَمَّرُ مِن مُّعَمَّرٍۢ وَلَا يُنقَصُ مِنْ عُمُرِهِۦٓ إِلَّا فِى كِتَـٰبٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌۭ ١١
“Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam kitab (Lauh al-Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah.” (Q.S. Fâthir : 11)
Ayat tersebut menggugah kita bahwa;
- Manusia diciptakan Allah dari tanah, kemudian dari setetes nuthfah, kemudian dijadikan berpasang-pasangan.
- Allah juga menentukan lama masa kandungan dan hari kelahiran.
- Allah juga yang menentukan panjang dan pendeknya usia manusia.
- Menentukan semua itu bagi Allah adalah hal yang mudah.
Tidak setiap petani memetik hasil pertaniannya itu yang sudah tua, tetapi kadang yang tua seperti daun tembakau, kadang juga yang muda seperti daun teh, kadang yang tua dan yang muda dibabad sekaligus seperti daun singkong.
Demikian juga Allah memanggil hamba-Nya, kadang yang sudah tua renta dipanggil Allah, kadang yang muda belia, kadang anak kecil atau bayi juga sudah dipanggil oleh Allah. Kadang yang tua dan yang muda juga dibabad seperti dengan tsunami. Semua itu tergantung kehendak Allah, kapan Allah akan memanggil hamba-Nya.
Berarti setiap saat manusia dibuntuti dan dihantui dengan kematian. Seharusnyalah manusia siaga setiap saat agar di saat dipanggil Allah dalam keadaan berserah diri kepada-Nya sebagaimana firmannya;
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ ١٠٢
“…dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan berserah diri kepada-Nya.” (Q.S. Âli ‘Imrân: 102)
Karena jika Allah menghendakinya, tidak bisa ditawar-tawar lagi, sebagaimana firman-Nya;
قُل لَّآ أَمْلِكُ لِنَفْسِى ضَرًّۭا وَلَا نَفْعًا إِلَّا مَا شَآءَ ٱللَّهُ ۗ لِكُلِّ أُمَّةٍ أَجَلٌ ۚ إِذَا جَآءَ أَجَلُهُمْ فَلَا يَسْتَـْٔخِرُونَ سَاعَةًۭ ۖ وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ ٤٩
“…setiap ummat ada ajalnya, apabila ajal mereka datang, mereka tidak bisa meminta diundur sesaat dan tidak pula bisa meminta diajukan.” (Q.S. Yûnus: 49)
Allah menggugah dengan ayat ini, bahwa manusia berasal dari tanah kemudian menjadi nuthfah, kemudian menjadi ‘alaqah, kemudian menjadi seorang bayi, kemudian ada yang sampai dewasa, ada juga yang sampai tua/kakek-kakek. Semua itu Allah yang menentukan-nya.
۞ ٱللَّهُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن ضَعْفٍۢ ثُمَّ جَعَلَ مِنۢ بَعْدِ ضَعْفٍۢ قُوَّةًۭ ثُمَّ جَعَلَ مِنۢ بَعْدِ قُوَّةٍۢ ضَعْفًۭا وَشَيْبَةًۭ ۚ يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ ۖ وَهُوَ ٱلْعَلِيمُ ٱلْقَدِيرُ ٥٤
“Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” (Q.S. al-Rûm: 54)
Ayat ini juga menggugah kita, bahwa proses kehidupan manu-sia berasal dari keadaan yang lemah di saat bayi, belum bisa berjalan, bangun tidak bisa, makan pun disuapi, setelah itu menjadi kuat di saat muda belia badan kekar, tenaga kuat mampu berpikir dan beraktivitas tetapi setelah itu kembali lagi lemah dan beruban, fisik lemah, kulit keriput, tenaga ber-kurang bahkan mudah sakit-sakitan. Ini satu bukti, bahwa manusia diatur oleh Allah dan tidak mampu mempertahankan kekuatan fisiknya walau diasuh dengan obat dan vitamin, akhirnya lemah juga.
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِن كُنتُمْ فِى رَيْبٍۢ مِّنَ ٱلْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَـٰكُم مِّن تُرَابٍۢ ثُمَّ مِن نُّطْفَةٍۢ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍۢ ثُمَّ مِن مُّضْغَةٍۢ مُّخَلَّقَةٍۢ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍۢ لِّنُبَيِّنَ لَكُمْ ۚ وَنُقِرُّ فِى ٱلْأَرْحَامِ مَا نَشَآءُ إِلَىٰٓ أَجَلٍۢ مُّسَمًّۭى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًۭا ثُمَّ لِتَبْلُغُوٓا۟ أَشُدَّكُمْ ۖ وَمِنكُم مَّن يُتَوَفَّىٰ وَمِنكُم مَّن يُرَدُّ إِلَىٰٓ أَرْذَلِ ٱلْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنۢ بَعْدِ عِلْمٍۢ شَيْـًۭٔا ۚ وَتَرَى ٱلْأَرْضَ هَامِدَةًۭ فَإِذَآ أَنزَلْنَا عَلَيْهَا ٱلْمَآءَ ٱهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنۢبَتَتْ مِن كُلِّ زَوْجٍۭ بَهِيجٍۢ ٥
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagaimacam tumbuh-tumbuhan yang indah.” (Q.S. al-Hajj: 5)
Ayat ini lebih khusus menyinggung, bahwa di antara manusia ada yang ditakdirkan sampai usia hina (pikun), sampai hilang kembali ilmu yang telah ia miliki. Jangankan untuk menghapal ilmu, terhadap anak dan cucu saja tidak kenal, waktu saja tidak ingat. Siapakah yang menghendaki semua itu? tentu saja tidak ada. Itulah Allah yang menentukan semua itu.
Ayat-ayat tersebut mengingatkan kita bahwa;
- Manusia itu adalah makhluk ciptaan Allah, berasal dari saripati tanah, kemudian menjadi nuthfah (sperma), kemudian menjadi ‘alaqah (segumpal darah), setelah ‘alaqah menjadi mudghah (segumpal daging), kemudian menjadi tulang kemudian dibalut dengan daging kemudian lahir menjadi manusia.
- Di antara manusia ada yang sampai dewasa, muda belia, berbadan kuat tetapi tidak sampai usia tua karena disaat muda itu juga dia telah dipanggil untuk menghadap rabb-nya.
- Di antaranya ada juga yang sampai usia tua renta bahkan sampai pikun sehingga tidak sadar bahwa dirinya itu manusia.
- Semua itu adalah kehendak Allah. Allah bisa kapan saja memanggil hamba-Nya untuk menghadap sekaligus mempertanggungjawabkan dirinya di hadapan-Nya.
Obat untuk mengatasi kepikunan
Dalam suatu hadits Nabi SAW dengan tegas menyatakan tidak ada obat untuk mengatasi kepikunan, yaitu;
...فَقَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَلْ عَلَيْنَا جُنَاحٌ أَنْ لَا نَتَدَاوَى؟ قَالَ: تَدَاوَوْا عِبَادَ اللَّهِ، فَإِنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ مَعَهُ شِفَاءً إِلَّا الْهَرَمَ . -رواه ابن ماجه، 1137:2-
“…mereka (para shahabat) berkata: “Wahai Rasulullah, apakah kami berdosa jika kami tidak berobat? Nabi SAW bersabda: “Berobatlah wahai hamba Allah, karena Allah tidak menjadikan penyakit kecuali Allah telah menjadikan obatnya kecuali kepikunan.” (H.R. Ibnu Mâjah,2: 1137)
Hadits ini menunjukkan bahwa semua penyakit ada obatnya kecuali kepikunan dan kepikunan itu sudah takdir Allah yang sudah tidak bisa diobati lagi.
Berdo’alah agar terhindar dari kepikunan
Di antara do’a-do’a yang dianjurkan oleh Nabi adalah berdo’a untuk memohon perlindungan kepada Allah dari kepikunan, di antaranya;
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ، وَأَعُوذُ بِكَ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ. -رواه البخاري، 108:4-
“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari sifat kikir, aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut, aku berlindung kepadamu dari dikembalikan kepada usia yang hina (pikun), aku berlindung kepada-Mu dari fitnah (ujian) dunia dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur.” (H.R. al-Bukhâri, 4: 108)
Dalam redaksi lain dengan ungkapan;
اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْكَسَلِ وَالْهَرَمِ وَالْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ. -رواه البخاري، 108:4-
“Ya Allah aku berlindung kepada-Mu dari sifat malas dan pikun, banyak berbuat dosa dan banyak hutang.” (H.R. al-Bukhâri, 4: 108)
Do’a tersebut termasuk do’a bebas tidak terbatas dengan waktu atau tempat. Berarti bisa saja kita berdo’a dengan do’a tersebut setelah setiap kali shalat fardhu. Dalam do’a tersebut kita memohon perlindungan kepada Allah dan tentu saja hanya Allah yang mampu memberikan perlindungan kepada hamba-Nya dari sifat-sifat berikut ini, yaitu kita berlindung kepada Allah dari;
- Sifat kikir, karena sifat kikir itu akan membinasakan dirinya dan orang lain.
- Sifat pengecut, yaitu tidak memiliki keberanian untuk menegakkan hak dan kebenaran.
- Usia pikun yang hina dan rendah sampai tidak mengenal dirinya sendiri.
- Fitnah dunia, yaitu ujian di dunia yang kadang sampai melupakan akhirat demi keselamatan dirinya.
- Siksa kubur, yaitu di saat memasuki pintu gerbang hari akhir dan diperlihatkan kepadanya neraka sebagai tempat pengembaliannya yang akhir.
- Sifat malas, yaitu tidak dapat memanfaatkan peluang dan kesempatan untuk berbuat baik.
- Banyak berbuat dosa dan tidak sadar untuk bertaubat dan memohon ampun dari dosa dan kesalahannya, tentu saja dengan tidak taubat akan bertambah menumpuk dosanya dan menyebabkan dirinya masuk neraka.
- Banyak hutang, karena tidak diperhitungkan sebelumnya dan dengan sebab banyak hutang akan membuka peluang untuk melakukan dosa-dosa yang lainnya, seperti berdusta, inkar janji dan yang lainnya.
Itulah sifat-sifat yang dianjurkan oleh Nabi untuk memohon perlindungan kepada Allah dari sifat-sifat tersebut.
Tanggungjawab yang pikun
Orang yang sudah pikun sudah tidak disebut mukallaf lagi, berarti sudah bebas dari perintah-perintah agama. Berarti ia tidak wajib shalat atau shaum karena kesadarannya sudah hilang. Dalam suatu hadits dinyatakan sebagai berikut;
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ؛ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَعَنِ الصَّغِيرِ حَتَّى يَكْبُرَ، وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ أَوْ يُفِيقَ. -رواه أحمد-
Rasulullah SAW bersabda: “Diangkat qalam dari tiga orang; 1) dari yang tidur sampai ia bangun, 2) dari anak kecil sampai ia dewasa, 3) dan dari yang gila sampai ia sadar.” (H.R. Ahmad)
Diangkat qalam maksudnya tidak dicatat sebagai amal baik atau amal jahat sekaligus tidak ada beban atau perintah dari tiga orang yaitu;
- Dari yang sedang tidur sampai ia bangun/sadar.
- Dari anak kecil sampai ia dewasa.
- Dari yang terganggu akalnya sampai ia sadar, termasuk orang pikun karena ia telah hilang kesadarannya. Dengan kata lain, yang sudah pikun tidak berdosa karena tidak shalat atau tidak shaum atau perintah agama yang lainnya, karena perintah agama itu adalah bagi mereka yang berakal.
Nasib orang yang pikun di hari akhir
Bagaimana nasib orang yang pikun di hari akhirnya atau di hari kiamat? Hal ini tergantung masa atau usia yang ia jalani sebelum pikun, apakah ia sebagai orang yang ta’at beragama atau durhaka? Maka nasib di hari akhirnya tergantung amal shaleh yang ia lakukan sebelum menderita pikun. Maksudnya, jika sebelum menderita pikun ia banyak berbuat amal baik, maka tentu saja ia akan mendapatkan rahmat dan maghfirah Allah, tetapi jika sebelum menderita pikun ia durhaka kepada Allah, banyak berbuat maksiat dan melanggar aturan-Nya, tentu saja ia termasuk orang yang durhaka. Jika Allah menghendaki, bisa saja Allah mengampuni dosanya, dan jika Allah menghendaki bisa saja Allah menyiksanya.
Kewajiban anggota keluarga terhadap orang yang sudah pikun
Jika terdapat orang yang sudah pikun di keluarga apalagi orang tua, maka anggota keluarga berkewajiban untuk melayaninya dengan sebaik mungkin, karena bagaimanapun dia adalah manusuia yang mendapatkan musibah dengan pikun di hari-hari tuanya. Keberadaan orang yang pikun adalah peluang dan lahan untuk beramal shaleh, hendaklah bersabar dalam melayaninya, yang kadang-kadang membuat jengkel dengan sikap dan prilakunya.
Dalam ajaran Islam, jangankan terhadap manusia, terhadap binatangpun dituntut untuk dapat memperlakukannya dengan baik. Memberi makan, minum terhadap binatang juga dianggap shadaqah dan memperlakukannya dengan kasar atau penyiksaan juga dianggap satu kesalahan dan dosa seperti dalam hadits dinyatakan seorang perempuan masuk neraka gara-gara mengurung kucing, ia tidak memberinya makan dan minum dan tidak juga melepaskannya untuk mencari makan sendiri, sampai kucing itu mati, maka dengan dosa itu ia layak masuk neraka karena tidak memiliki kasih sayang terhadap kucing. Apalagi terhadap orangtua, oleh karena itu, perlakukanlah orang yang telah pikun dengan baik, layani segala kebutuhannya dengan tulus, insya Allah itu akan menjadi amal shaleh yang diterima di sisi Allah.
Di samping itu, jadikanlah ‘ibrah atau pelajaran, dimana jika Allah menghendaki, bisa saja seseorang menderita pikun di hari-hari tuanya dan berdo’alah kepada Allah agar kita terhindar dari usia tua yang hina, manfaatkanlah usia yang sedang kita jalani dengan memperbanyak amal shaleh.
BACA JUGA:Hukum Fidyah Bagi Orangtua yang Pikun