Hukum Mengonsumsi Pil Penahan Haid untuk Puasa: Bolehkah dalam Islam?

oleh Ismail Fajar Romdhon

28 Februari 2025 | 15:39

Hukum Mengonsumsi Pil Penahan Haid untuk Puasa: Bolehkah dalam Islam?


Bagaimana hukumnya perempuan yang meminum pil penahan haid Ketika saum kemudian keluar darah apakah itu darah haid? Jamaah via WA. 


Jawaban:


Pertama, haid merupakan siklus alami kaum wanita yang sudah menjadi fitrahnya. Tentu saja, akan lebih baik mengikuti fitrah tersebut secara thabi'i (alami) sebagai ketetapan dari Allah Swt. Rasulullah Saw bersabda kepada ‘Aisyah yang mengalami haid saat haji wada:


فَقَالَ لَهَا إِنَّ هَذَا شَيْءٌ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلى بَنَاتِ آدَمَ، 


“Maka Nabi Saw bersabda kepadanya: “Ini adalah keadaan yang telah Allah tetapkan untuk putri-putri Adam” (HR. Muslim)


Kedua, bagi kaum perempuan, haid di bulan Ramadhan menjadi mani’ (penghalang) dari shaum dan wajib baginya melaksanakan qadha shaum. Rasulullah Saw bersabda dalam riwayat yang shahih:


...أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ؟ 


“Bukankah wanita itu jika haid dia tidak shalat dan tidak shaum?” (HR. al-Bukhari)


عَنْ مُعَاذَةَ قَالَتْ سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّي أَسْأَلُ قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ


Dari Mu'adzah dia berkata, "Saya bertanya kepada Aisyah seraya berkata, 'Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha saum dan tidak mengqadha' shalat?' Maka Aisyah menjawab, 'Apakah kamu dari golongan Haruriyah?' Aku menjawab, 'Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.' Aisyah berkata: 'Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha saum dan tidak diperintahkan untuk mengqadha salat'." (HR. Muslim)


Perlu diketahui juga bahwa saat wanita haid meninggalkan saum, sesungguhnya mereka tetap mendapatkan pahala karena keta’atannya kepada Allah Swt. Nabi Saw bersabda:


عَنْ أَبِي مُوْسَى رضي الله عنه قَالَ: قال رسولُ الله - صلَّى اللهُ عليه وسَلَّمَ -: إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كَتَبَ لَهُ مِثْلَ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيْمًا صَحِيْحًا. 


Dari Abu Musa ra. ia berkata, telah bersabda Rasulullah Saw: “Apabila seorang hamba sakit atau sedang dalam perjalanan, ditetapkan baginya pahala seperti yang dilakukannya saat mukim dan sehat.” (HR. al-Bukhari)


Ketiga, Belum ditemukan larangan menunda haid ketika bulan Ramadhan dengan menggunakan pil penahan haid, sehingga secara asal hukumnya boleh. Batasannya selama tidak membawa efek negatif terhadap kesehatan. Karena pada dasarnya, penggunaan obat penunda haid tidak terlalu disarankan, terutama tanpa alasan yang kuat. Hal ini karena obat tersebut dapat menimbulkan beragam efek samping, seperti mual dan muntah, sakit kepala, nyeri payudara, perubahan suasana hati, peningkatan berat badan, dan perubahan libido atau hasrat seksual. 


Selain itu, tidak semua wanita dibolehkan menggunakan obat jenis ini, seperti orang yang sedang menderita kondisi medis tertentu, misalnya kanker payudara, perdarahan pada kemaluan, stroke, gangguan jantung, gangguan pembekuan darah, gangguan ginjal, dan porfiria, apalagi ibu yang sedang menyusui. Oleh karena itu, sebaiknya tidak sembarangan menggunakan obat penunda haid tanpa pemeriksaan dokter. (alodokter.com)


Keempat, apabila ketika menggunakan pil penahan haid masih ada keluar darah, jika dari sifat darahnya sama dengan haid, maka dihukumi darah haid dan berlaku hukum haid. Adapun jika bukan sifat haid, maka dihukumi darah istihadoh.


Warna darah haid adalah hitam berdasarkan hadits berikut ini : 


عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا، أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ كَانَتْ تُسْتَحَاضُ، فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنَّ دَمَ الْحَيْضِ دَمٌ أَسْوَدُ يُعْرَفُ، فَإِذَا كَانَ ذَلِكِ فَأَمْسِكِي عَنْ الصَّلَاةِ، فَإِذَا كَانَ الْآخَرُ فَتَوَضَّئِي وَصَلِّي. رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَالنَّسَائِيُّ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ. 


Dari Aisyah r.a, bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy mengalami istihadlah, (ia bertanya kepada Rasulullah Saw, "Apakah saya harus mennggalka shaat?) Rasulullah Saw berkata kepadanya, "Sesungguhnya darah haidl itu warnanya hitam dan dikenal oleh wanita. Apabila darah itu yang keluar, berhentilah shalat. Jika bukan darah haidl, cukuplah berwudlu dan laksanakan shalat." (HR Abu Dawud, an-Nasaai-i, Ibnu Hiban dan al-Hakim memandang hadits ini shahih).


 Syaikh Al-Adawi menjelaskan,


حُكْمُهُ إِذَا قَطَعَ الدَّمُ تَمَامًا أَنَّ الصَّوْمَ مَعَهُ جَائِزٌ وَلَا إِعَادَةٌ، أَمَّا إِذَا شَكَّ فِي انْقِطَاعِ الدَّمِّ مِنْ وُجُوْدِهِ فَحِيْنَئِذٍ حُكْمُهَا حُكْمُ الْحَائِضِ وَعَلَيْهَا أَنْ تَفْطِرَ أَيَّامَ حَيْضِهَا وَتُعِيْدُ صَوْمَ تِلْكَ الْأَيَّامِ بَعْد، والله أعلم


“Hukumnya, apabila darah telah putus sempurna maka dia boleh puasa dan tidak perlu mengqadha. Adapun jika dia masih ragu darah terputus sempurna, karena masih ada darah yang keluar, maka hukumnya seperti wanita haid dan dia tidak boleh puasa pada hari haidnya dan mengqadha puasa pada hari itu setelah Ramadhan. Allahu a’lam.” (Jami’ Ahkam An-Nisa: 5/223)


Kelima, apabila obat penahan haid beresiko terhadap kesehatan maka meninggalkan fasad lebih didahulukan daripada mandatangkan kemaslahatan. Sesuai dengan kaidah fiqhiyyah:


دَرْءُ الْمَفَاسِدِ مُقَدَّمٌ عَلى جَلْبِ الْمَصَالِحِ


“Mencegah kerusakan didahulukan daripada mendatangkan kemaslahatan.”


Kesimpulan:


  1. Menggunakan pil pencegah haid untuk bisa melaksanakan shaum Ramadhan sebulan penuh hukumnya mubah selama tidak menimbulkan efek negatif pada kesehatan perempuan.
  2. Jika setelah minum pil masih ada darah yang keluar maka dihukumi sesuai sifat darahnya, apakah haid ataukah istihadhah, dan untuk lebih menentramkan lebih baik konsultasi ke dokter
  3. Bagi perempuan, mengqadha shaum lebih utama dan mashlahat daripada menahan haid.


BACA JUGA:

Hukum Keguguran di Usia 2 Bulan: Nifas, Salat, dan Fiqih Penyikapan Janin