Kehujjahan Shalat Hajat

oleh redaksi

14 Maret 2025 | 08:38

Kehujjahan Shalat Hajat


Apakah ada shalat sunnah hajat? dan bagaimana status hadits-haditsnya?


Jawaban:


Dalam sunan At-Tirmidzi terdapat bab "Tentang shalat Hajat". Untuk bab tersebut imam At-Tirmidzi mencantumkan hadis sebagai berikut:


عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي أَوْفَى قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ كَانَتْ لَهُ إِلَى اللهِ حَاجَةٌ أَوْ إِلَى أَحَدٍ مِنْ بَنِي آدَمَ فَلْيَتَوَضَّأْ وَلْيُحْسِنِ الْوُضُوءَ، ثُمَّ لِيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ لِيُثْنِ عَلَى اللهِ، وَلْيُصَلِّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ لِيَقُلْ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ، سُبْحَانَ اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، الْحَمْدُ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ، وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ، وَالسَّلَامَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ، لَا تَدَعْ لِي ذَنْبًا إِلَّا غَفَرْتَهُ، وَلَا هَمًّا إِلَّا فَرَّجْتَهُ، وَلَا حَاجَةً هِيَ لَكَ رِضًا إِلَّا قَضَيْتَهَا، يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ.


Dari Abdullah bin Abu Aufa dia berkata, Rasulullah Saw bersabda: "Barangsiapa yang mempunyai hajat (keinginan) kepada Allah atau kepada seseorang dari anak Adam, maka hendaklah dia berwudu dan sempurnakanlah wudunya, kemudian shalatlah dua raka'at, lalu memuji kepada Allah, bershalawat kepada Nabi Saw, kemudian bacalah: (Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah yang Maha lembut lagi Mahapemurah, Mahasuci Allah Rabb pemilik 'Arsy yang Mahaagung, segala puji bagi Allah Rabb semesta Alam, aku memohon kepadaMu (sesuatu) yang memastikan Rahmat-Mu, ketetapan hati (untuk meraih) ampunan-Mu, mendapatkan keberuntungan dari segala kabaikan dan keselamatan dari segala perbuatan dosa, jangan Engkau biarkan dosa padaku kecuali Engkau mengampuninya, dan jangan Engkau biarkan kegundahan kecuali Engkau membukakannya, dan jangan Engkau biarkan kebutuhan-kebutuhan yang Engkau ridlai kecuali Engkau penuhi, wahai Dzat yang Maha pengasih Maha penyayang) ". (Sunan At-Tirmidzi, I: 489. No. 4790)


Hadis itu diriwayatkan pula oleh Ibnu Majah (Sunan Ibnu Majah, II: 394. No. 1384), Al-Hakim (al-Mustadrak, I: 320. No. 1203), Al-Bazar (Musnad al-Bazar, VIII: 300. No. 3374), Al-Baihaqi (Syu'abul Iman, No. 2995), Ibnul Mubaraq (az-Zuhdu war Raqaiq, No. 1084) dan Ibnu 'Arabi (al-Mu'jam, No. 2360) dengan sedikit perbedaan pada lafal dzikirnya.


Hadis itu oleh sebagian orang dijadikan dalil disunahkannya shalat hajat. Namun setelah diteliti, hadis itu daif dan tidak dapat dijadikan hujjah. Hadis itu gharib, seluruh jalur periwayatannya mengacu pada seorang rawi bernama Faid bin Abdurrahman. Abu Isa (At-Tirmidzi) berkata: Hadis ini garib dan sanadnya diperbincangkan. Fa'id bin Abdurrahman (periwayat hadis itu) telah dilemahkan dalam masalah hadis, ia adalah Fa'id 'Abul Warqa'. (Sunan At-Tirmidzi, I: 489. No. 4790)


Dalam Tahdzibul Kamal, imam al-Mizi menerangkan tentang kedudukan rawi bernama Faid bin Abdurrahman tersebut: Abdullah bin Ahmad bin Hanbal mengatakan dari bapaknya; "Munkarul Hadits". Abbas ad-Dauri mengatakan dari Yahya bin Ma'in: Dia lemah, tidak tsiqah, laisa bis syaiin. Al-Bukhari mengatakan; "Munkarul hadits". Abu Dawud mengatakan; "laisa bis syaiin". At-Tirmidzi mengatakan; "Dia lemah di dalam hadis". An-Nasai mengatakan; "Dia tidak tsiqah" dan pada kesempatan lain beliau mengatakan; "Matrukul Hadits". Ibnu Hiban berkata; "Tidak boleh berhujjah dengannya". (Tahdzibul Kamal, XXIII: 137-140)


Berdasarkan keterangan di atas, hadis tentang shalat hajat statusnya dlaif, tidak dapat dijadikan hujjah.


Kesimpulan:

Tidak ada shalat hajat, sebab haditsnya daif.


BACA JUGA:

Analisis Hadits-Hadits Ibadah Khusus Bulan Sya’ban

Reporter: redaksi Editor: Gicky Tamimi