Yogyakarta, persis.or.id - Secara virtual, Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Persatuan Islam (HMPP) D.I. Yogyakarta kembali mengadakan diskusi bulanan bedah tesis, Jumat (20/8/21).
Tesis yang dibedah pada kesempatan itu adalah karya dari Hasena Rahma Nur Azizah, dengan judul "Impeachment Presiden dan Wakil Presiden (Tinjauan Hukum Islam)", yang telah dipertahankan pada program magister Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Hadir dalam diskusi sebagai keynote speech Atip Latifulhayat, Ph.D. Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran dan Alumni PPI 109 Kujang. Sebagai pembanding, hadir pula Tanto Lailam, mahasiswa S3 Universitas Zu Koln Jerman dan Ketua Majelis Hukum PCIM Jerman Raya. Acara tersebut dimoderatori oleh Imam Sopyan Abbas, alumnus program CSCR pascasarjana UGM, juga alumni PPI 87 Pangatikan Garut.
Terkait tesis, Prof. Atip menyampaikan bahwa munculnya impeachment presiden dan wakil presiden dalam kacamata hukum adalah sebagai upaya antisasipasi dalam abuse of power.
Hasena dalam presentasinya menyampaikan legal standing impeachment presiden dan wakil presiden di Indonesia, dan narasi bagaimana proses terjadinya impeachment pernah terjadi di Indonesia. Namun, yang menjadi konsen kajiannya adalah apakah di dalam hukum Islam impeachment dibenarkan atau tidak, dan pelajaran apa yang bisa diambil dari hukum Islam tersebut untuk memperbaiki mekanisme impeachment di Indonesia.
“Jadi, dalam Islam itu ada yang berpendapat boleh seperti Imam Almawardi; dan juga ada yang tidak, di antaranya Ibnu Taimiah dan Imam Al-Ghazali.” Ujar alumni PPI 109 Kujang Ciamis dan S1 Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) tersebut.
Hasena menambahkan, bahwa bejalar dari tradisi hukum Islam di Indonesia perlu adanya penguatan terhadap Mahkamah Konstitusi dan juga kejelasan kewenangan MPR dalam proses impeachment tersebut. “Jadi, hukum harus dikedepankan, jangan proses politiknya yang dominan,” jelasnya.
Tanto Lailam menanggapi bahwa sebetulnya impeachment itu lebih tepat disebut sebagai proses politik daripada proses hukum. Karena sistem impeachment di berbagai belahan dunia hampir sama, yaitu proses politik.
“Jadi, kalau belajar dari kasus Korea, misalkan, impeachment ya memang proses politik. Di Indonesia pun sama, politik lebih dominan.” Tuturnya.
Berdirinya HIMA PERSIS Yogyakarta
Dalam acara ini, Prof. Atip Latifulhayat menyampaikan apresiasi atas lahirnya Himpunan Mahasiswa Pascasarjana PERSIS. Prof. Atip siap memfasilitasi beberapa program yang akan diadakan seperti mentoring persiapan S-3, koneksi dengan LPDP, DAAD Jerman, Australian Awards, Fulbright Amerika, dan Chevening UK.
“Insyallah, saya selalu siap untuk anak-anak muda PERSIS yang ingin maju, insyaallah bisa dikoneksikan. Sejak menjadi reviewer LPDP dulu, saya sudah banyak membantu anak-anak muda PERSIS,” tandas mantan ketua Pemuda PERSIS dan Ketua Bidgar Jami’yyah PP. PERSIS tersebut.
Lebih lanjut, secara khusus Prof Atip berharap dan mendorong para alumni pesantren PERSIS dan HIMA, khususnya yang sedang studi S-2, untuk dapat mempersiapkan diri supaya berkuliah S-3 di Luar Negeri.
“Politik Islam itu absen dalam tradisi hukum karena pernah loss of power cukup lama. Masa depan itu milik anda, jadi kuliahlah S-3 di luar negeri supaya anda bisa bergaul, memiliki keilmuan yang kuat, kemampuan bahasa, untuk come to the power.” Tandasnya.
Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Persis (HMPP) berdiri pada tahun 2019 di Yogyakarta, yang di inisiasi oleh tujuh mahasiswa alumni Pondok Pesantren PERSIS dan HIMA Persis. Di antaranya Rizal Faturohman, Imam Sofyan Abbas, Atrop Asparinal, Irfan Aulia, Daniel.
HMPP lahir dengan tujuan untuk Peer-sharing & learning research project anggota HMPP dengan discussants sesama teman pascasarjana. Selain itu, juga membangun network and mentoring seperti persiapan S-3, review proposal S-3, portfolio, motivation letter, serta research collaboration seperti publikasi di jurnal ilmiah bersama.
Saat ini sudah ada dua puluh mahasiswa Pascasarjana yang bergabung. Dalam rentan waktu satu tahun anggota HMPP sudah meneribitkan 7 artikel di Jurnal Ilmiah SINTA 2, SINTA 3, dan Book Chapter.
“Target kita, tahun depan sudah ada dari kita yang bisa publish di jurnal ter-index Scopus, insyallah. Jangka panjangnya, kami ingin dengan networking seperti ini setelah selesai S2 itu bisa mendapatkan kerja, misal jadi dosen atau peneliti, lalu bisa S-3 ke Luar Negeri, dan tentunya tetap memiliki hubungan dengan PERSIS.” Ujar Rizal Fathurmah, ketua HMPP.
(Rizal Syamsul/dh)