Kondisi Mahasiswa Indonesia Sebelum dan Setelah Ledakan di Pelabuhan Beirut

oleh Reporter

07 Agustus 2020 | 13:52

Beirut – persis.or.id,  Terjadi ledakan di pelabuhan Beirut pada tanggal 4 Agustus 2020 pukul 18.02 EEST/22.02 WIB yang mengakibatkan 70 korban jiwa dan 3000 orang luka-luka.

Pemerintah Lebanon mengumumkan secara resmi sumber ledakan ini berasal dari gudang penyimpanan di pelabuhan Beirut yang menyimpan Amonium Nitrat sebanyak 2.750 ton selama 6 tahun. Proses investigasi awal mula sebab munculnya ledakan masih diselidiki oleh Pemerintah setempat.

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Beirut mencatat ada 1.447 WNI (Warga Negara Indonesia), 1.234 diantaranya adalah Kontingen Garuda dan 213 WNI Sipil termasuk KBRI dan Mahasiswa.

KBRI mengabarkan ada 1 WNI terdampak ledakan dan sudah dalam perawatan. Para Mahasiswa mendapat paket bantuan berupa kebutuhan makanan pokok berupa beras, minyak, telur, dan lainnya yang bisa bertahan sampai kurang lebih 2 minggu kedepan selama masa State of Emergency.

KBRI juga telah memberikan imbauan dan arahan kepada seluruh WNI agar tidak keluar mendekati sumber ledakan dan tetap memakai masker berhubung asap ledakan bersumber dari bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh dan juga ancaman covid-19 yang tak kunjung berhenti.

Para mahasiswa Indonesia tersebar di 7 lokasi di Lebanon, dintaranya: Beirut (Sekretariat PPI Lebanon, Kampus Daawa, dan Kampus Darul Fatwa), Douha (Kampus Global), Akkar (Kampus Darul Fatwa cabang), Tripoli (Kampus Jinan dan Kampus Tripoli), dan Bekka (Kampus Darul Fatwa cabang).

Beberapa Mahasiswa Indonesia merasakan dampak dari ledakan, mereka yang tinggal di Sekretariat PPI Lebanon sekitar 4 KM dari tempat kejadian. Akibatnya kaca pecah, kusen pintu terlepas, dinding retak, dan gedung bergoyang akibat shockwave yang ditimbulkan ledakan tersebut.

Presiden PPI Lebanon, Hamzah Assuudy Lubis, mengatakan kepada persis.or.id, “Saat ledakan, saya dan teman-teman sedang berada di Sekretariat PPI Lebanon yang berjarak kurang lebih 4 KM dari lokasi kejadian".

"Suasana disini sangat mencekam, ambulan mondar-mandir, masyarakat panik mencari perlindungan dan takut adanya ledakan susulan. Ledakan awalnya kami rasakan seperti gempa kurang lebih 10 detik, kami yang tinggal di rumah mahasiswa Indonesia di Lebanon di salah satu apartemen daerah Barbir, Beirut setelah merasakan goncangan, kami turun lewat tangga agar tidak terkena reruntuhan, sesampainya dibawah dan melihat keadaan sudah mencekam, salah satu warga lokal menyuruh kami agar naik kembali ke apartemen agar tidak terkena ledakan susulan”, ungkap Hamzah, Jumat [6/8/2020].

Dia juga mengatakan bahwa kondisi Sekretariat rusak ringan dan menyatakan 65 Mahasiswa Indonesia di Lebanon dalam keadaan aman.

Hingga saat ini, kabar dari Kementerian Kesehatan Lebanon mengumumkan ada 135 korban jiwa dan 5000 korban luka-luka. Pemerintah menyatakan Status Darurat atau State of Emergency selama 2 minggu kedepan. Perdana Menteri Lebanon, Hassan Diab, menetapkan tanggal 5 Agustus 2020 dan 2 hari kedepan sebagai ‘Hari Bekabung Nasional’. [*]

Reporter: Reporter Editor: admin