Nasionalisme Pengibaran Bendera One Piece di Momentum Sakral Kemerdekaan?

oleh HIMA PERSIS

06 Agustus 2025 | 10:26

Sarlin Wagola (Kabid. PKP HIMA PERSIS DKI Jakarta) - (Foto: Istimewa)

Oleh: Sarlin Wagola (Kabid. PKP HIMA PERSIS DKI Jakarta)


Menuju peringatan hari kemerdekaan 17 Agustus 1945, banyak fenomena seruan ajakan pengibaran bendera berjenis tengkorak bertopi jerami. Alih-alih peringatan 17 Agustus 2025 menjadi momen sakral yang tidak hanya sebagai bentuk memperingati hari kemerdekaan, tetapi juga sebagai bentuk renungan serta rasa hormat atas jasa para pejuang kemerdekaan di seluruh tanah air Indonesia.


Momentum kemerdekaan yang mestinya ditandai dengan pemasifan pengibaran bendera sang pusaka dwi warna Merah-Putih di tiang-tiang depan rumah, di jalan-jalan kota sampai ke pelosok-pelosok kampung negeri ini sudah berjalan sekian lama dan menjadi tradisi sejarah. Berdiri kokoh tanpa perintah, berkibar dengan bangga dan penuh rasa hormat tanpa menunggu perintah dari penguasa, tanpa ada canda dan tawa yang ada hanyalah rasa keseriusan serta penjiwaan yang mendalam yang penuh makna. Maka dengan begitu mereka yang mengklaim dirinya sebagai pelanjut cita-cita luhur perjuangan baru bisa benar-benar menghargai kemerdekaan yang diwariskan para pendahulu.


Namun pada momentum menyambut kemerdekaan 17 Agustus kali ini justru terasa berbeda, di mana berbalik menjadi momentum seruan sarkasme simbolik kepada pemerintah dengan mengibarkan bendera One Piece, sebuah simbol dalam film anime Jepang, tindakan ini ditujukan kepada pemerintah atas ketidak mampuanya dalam menangani persoalan kesenjangan sosial yang kian belum bisa tertuntaskan di bangsa hari ini.


Jika menelaah makna dari sebuah bendera One Peace dikutip dari Onepiece.fandom.com, bendera One Piece merujuk pada Jolly Roger, sebuah simbol tengkorak yang digunakan sebagai identitas bajak laut dalam sejarah dunia. Bendera ini pada dasarnya terdiri dari tengkorak manusia di atas tulang yang bersilang. Simbol topi jerami dalam logo bukan sekadar elemen dekoratif, melainkan representasi dari nilai-nilai utama yang dijunjung sang tokoh utama yaitu Luffy yang dijuluki bajak laut Topi Jerami (Straw Hat Pirates).


Dalam bahasa Indonesia, "One Piece" dapat diterjemahkan menjadi "Satu Potong" atau "Satu Kesatuan". Dalam konteks manga dan anime One Piece, istilah ini merujuk pada harta karun legendaris yang dicari oleh karakter utama, Monkey D. Luffy, dan krunya. Dalam konteks cerita, "One Piece" juga bisa diartikan sebagai satu kesatuan yang utuh, yang mencakup persahabatan, petualangan, dan pencarian makna hidup yang dijalani oleh para karakter.


Sehingga jika dikaitkan dengan fenomena langka yang terjadi hari ini tentunya menimbulkan banyak pandangan dari berbagai kalangan baik dari mereka yang di pemerintahan, tokoh Masyarakat, dan Mahasiswa. Termaksud penulis sendiri, dengan memaknai hal ini, penulis bertanya dengan hormat. Apakah pengibaran bendera One Piece di momentum 17 Agustus 2025 adalah benar simbol kritik alias mosi tidak percaya kepada para pejabat negara? Ataukah fenomena ringkas dari merosotnya nasionalisme civic generasi saat ini?


Ataukah sebenarnya ada semacam kekeliruan dalam memaknai momentum yang penuh kesakralan yang mestinya tidak boleh tercampur adukan dengan bentuk gerakan dengan simbol-simbol asing yang bisa mungkin menyalip makna dari esensi utama sejarah hari kemerdekaan 17 Agustus kali ini. Bukan justru berbalik dengan kesakralan ini dianggap sebagai waktu yang pas untuk mengkritik penguasa? Sehingga kritik (pengibaaran bendera One Piece) diharapkan bisa membuat penguasa menjadi sadar. Mestinya memaknai momentum ini dan kritik yang disampaikan mestinya bisa dipisahkan, antara mengkritik penguasah dengan makna kemerdekaan sebagai bangsa besar, agar sebagai masyarakat bangsa tetap menghargai nilai-nilai luhur dari sejarah perjuangan pendahulu.


Patutkah untuk dalam konteks ini, kita mempertanyakan patutkah negara yang di dalamnya ada pemerintahan patut dipersalahkan hadirnya fenomena langka ini? Ataukah makna patriotisme dari semangat perjuangan para pendahulu kini telah di maknai berbeda oleh generasi saat ini, di manakah letak rasa nasionalisme civic yang di bangun penuh darah dan air mata para kaum papa, yang hak mereka diperjuangkan oleh para pahlwan bangsa dahulu.

BACA JUGA:

HIMA PERSIS Jakarta Minta DPRD DKI Jakarta Perluas Beasiswa untuk Mahasiswa Kurang Mampu

Reporter: HIMA PERSIS Editor: Fia Afifah Rahmah