Palestina: Situs Kebenaran Risalah Allah

oleh Reporter

17 Mei 2021 | 20:06

Oleh: Dr. Tiar Anwar Bachtiar (Ketua HMK PP PERSIS)

 

 

وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ

Dan sekali-kali orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan pernah ridha kepadamu sampai kamu mengikuti agama (millah) mereka (QS Al-Baqarah [2]: 120).

Bagi para penganjur “pluralisme agama” ayat ini dianggap ‘tidak ada’. Kalaupun ada, harus ditafsirkan dengan maksud lain supaya ayat yang sedemikian jelas maknanya (muhkam) menjadi tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip “pluralisme” yang menjunjung kesetaraan agama-agama dan ketidakmungkinan satu agama membenci agama lain secara esoterik (inti ajaran). Dalam setiap agama, kata penganjur pluralisme, tidak pernah diajarkan kebencian dan kekerasan pada sesama, apalagi pada penganut agama yang berbeda. Oleh sebab itu, adalah sebuah kemustahilan bila ada ungkapan seperti ayat di atas. Kalaupun akan diterima, ayat di atas harus ditafsirkan secara hermeneutis bahwa ungkapan itu hanya berlaku pada masa Nabi di Madinah, tidak pada masa sesudahnya.

Terlalu gegabah untuk menafsirkan ayat tersebut secara hermeneutis, tanpa memperhatikan perjalanan sejarah hubungan Islam-Kristen-Yahudi pada masa-masa pasca Nabi saw. Padahal, bila perjalan sejarah itu diperhatikan dengan baik, akan terlihat betapa ungkapan Allah di atas amat benar. Mungkin itu tidak menyangkut ajaran agamanya, tapi sikap-sikap penganutnya memperlihatkan kebenaran ayat di atas. Salah satu yang patut menjadi renungan adalah sejarah panjang Palestina, sebuah negeri yang sejak zaman Rasulullah dihuni oleh penganut tiga agama sekaligus, yaitu Islam, Yahudi, dan Nasrani (Kristen).

Negeri dikenal sebagai negeri para Nabi. Nabi-nabi yang diceritakan Allah dalam Al-Quran kebanyakan berhubungan dengan negeri ini. Ketika Nabi Muhammad diutus di Hijaz, hubungan dengan Palestina sudah dilakukan sejak awal. Peristiwa Isra-Mi‘raj yang menurunkan kewajiban shalat lima waktu menandai hubungan pertama Rasulullah dengan Palestina. Allah mengabadikannya dalam Al-Quran:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ اْلأَقْصَا

Mahasuci Dzat yang telah memperjalankan hamba-Nya pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa...(QS Al-Isrâ’ [17]: 1)

Pada masa kekhalifahan Umar ibn Khaththab, kawasan ini berhasil ditaklukkan di bawah kekuasaan Islam. Karen Armstrong (Perang Suci, Serambi Jakarta 2003, hal.: 92), seorang penulis beragama Nasrani, menceritakan penaklukan yang dilakukan Umar sebagai penaklukan damai yang tidak melukai siapapun, bahkan orang-orang yang berbeda agama sekalipun. Setalah itu Syam (Palestina) berada di bawah kekuasaan kekhalifahan Islam sampai akhir abad ke-11 pada masa kekhalifahan Bani Abbasiyah. Selama dikuasai oleh umat Islam, dalam hubungan antar agama, tidak pernah tercatat dalam sejarah bahwa ada umat lain, Yahudi maupun Nasrani, yang diperlakukan semena-mena apalagi ditindas. Orang-orang Yahudi dan Kristen di Palestina yang dari dulu memang sudah menjadi penduduk asli wilayah itu hidup dalam dalam damai, tanpa kebencian dan penindasan.

Tibalah kemudian masa baru dalam sejarah Palestina. Pasukan Salib Kristen dari daratan Eropa, dengan misi merebut kembali kota suci mereka, menyerang Palestina. Saat itu, kekuasaan Bani Abbasiyah memang tengah dalam titik nadir kelemahannya. Oleh sebab itu, tanpa perlu bersusah payah terlalu lama, akhirnya pada tahun 1099 M Pasukan Salib berhasil merebut Palestina (kota Yerussalem) dari tangan kaum muslim dan mendirikan kerajaan Kristen di sana. Selama 87 tahun (sampai tahun 1186 M) mereka berkuasa. Dalam waktu yang singkat itu, dicatat oleh para sejarawan, terjadi serangkaian kekerasan yang tidak pantas dilakukan manusia beradab. Dalam dua hari saja selepas penaklukan, 40.000 kepala orang Islam dipenggal dengan sangat keji. Sepanjang kekuasaan mereka, tidak hanya orang Islam yang diperlakukan dengan kejam, orang Yahudi pun bernasib sama.

Penderitaan itu berakhir saat Salahudin Al-Ayyubi berhasil menaklukkan kembali Yerussalem tahun 1186 M. Sebuah film berjudul Kingdom of Heaven yang dirilis tahun 2005 mengisahkan bagaimana kedamaian dalam penaklukan itu dipraktikkan oleh Salahuddin. Film ini dibuat bukan oleh orang Islam. Kejujuran mereka mengisyaratkan pengakuan atas misi damai Islam. Di bawah dinasti Ayyubiyah dan kemudian di bawah Turki Utsmani juga tidak tercatat kekerasan seperti masa sebelumnya. Kedamaian kembali mewarnai sejarah Palestina.

Gelombang eksodus bangsa Yahudi dari Eropa ke Palestina setelah perjanjian Sykes-Picot antara Inggris dengan Syarif Husein penguasa Hijaz tahun 1917 mulai mengubah suasana damai Palestina. Inilah awal mula kekisruhan kembali suasana di Palestina. Melalui tangan Inggris dan Amerika, orang-orang Yahudi dengan semena-mena merampas tanah milik orang-orang Palestina. Dengan dalih bahwa tanah itu adalah tanah leluhur mereka dahulu yang direbut orang-orang Arab Palestina, mereka berani membunuh siapa saja yang menghalangi niat mereka. Tahun 1948, dengan bantuan Inggris, bangsa Yahudi memproklamasikan berdirinya Israel. Dan sampai hari ini sejak tahun 1930-an tercatat telah lebih dari seratus kali pembantaian yang dilakukan kepada penduduk asli Palestina.

Kedatangan bangsa Yahudi itu telah mengubah kembali sejarah dan wajah Palestina. Wajah Palestina yang semula damai berubah menjadi lapangan pembantaian. Sampai hari ini Amerika dan Inggris tidak pernah angkat kaki dari bumi Palestina. Merekalah yang selalu berada di belakang Israel mendukung segala cita-cita Zionis Yahudi yang ingin mengenyahkan Islam dari Tanah Palestina. Tentu saja, ini mengundang lahirnya para pejuang muslim yang ingin menegakkan kembali wajah Islam yang damai dan bersahabat. Tercatat nama-nama melegenda di Palestina seperti Syaikh Izzudin Al-Qassam, Yahya Ayyash, Imad Aqil, Syaikh Ahmad Yasin, Abdul Aziz Al-Rantisi dan sebagainya. Mereka adalah para syahid yang rela menjadi martir perjuangan menegakkan kembali Islam.

Apa yang terjadi di Palestina adalah bukti sejarah tak terbantahkan akan kebenaran firman Allah Swt. di atas. Siapa pun yang menolak kebenaran ayat di atas, harus merenungkan salah satu peristiwa yang menyedot perhatian dunia sepanjang masa itu. Bukan berarti kemudian kita harus membenci orang Yahudi dan Nasrani, namun kita mesti waspada agar apa yang terjadi di Palestina tidak terjadi di kita. Jangan sampai kekuasaan jatuh ke tangan mereka. Bila terjadi, sejarah hitam Palestina akan terjadi di kita. Wallâhu A‘lam bi Al-Shawwab.

Reporter: Reporter Editor: admin