Pertanyaan dari : Hamba Allah
Pertanyaan : Bagaimana hukum sholat jumat ketika safar?
Jawaban :
Pada asalnya, salat yang di-taklif-kan (diwajibkan) bagi kaum muslimin (laki-laki maupun perempuan), baik ketika safar atau mukim, pada hari Jumat maupun hari-hari yang lainnya ketika matahari tergelincir ke barat adalah salat Zuhur.
Namun sejak turun ayat yang mewajibkan salat Jumat maka salat yang di-taklif-kan menjadi dua macam yaitu; taklif salat Zuhur dan taklif salat Jumat. Sebagaimana firman Allah Swt:
يَأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِي لِلصَّلاَةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنتُمْ تَعْلَمُونَ.
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Jumu’ah [62]: 9)
Taklif salat Jumat demikian itu berlaku sejak awal disyariatkan dengan turunnya ayat 9 surat al-Jum’ah, pada hari Jumat 16 Rabi’ul Awwal tahun 0/1 H, bertepatan 28 September 622 M di tengah perjalanan menuju Madinah ketika beliau berada di Bathni wadin (lembah di sekitar Madinah) milik keluarga Banu Salim bin ‘Auf.
Pada ayat tersebut disebutkan bahwa kewajiban salat Jumat itu bersifat umum. Artinya bahwa yang kena kewajiban salat Jumat adalah yang disebut oleh lafal "alladziina aamanuu (orang-orang yang beriman)". Kemudian keumuman ayat tersebut di-takhshish (dikecualikan) oleh hadis:
عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلاَّ أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوِ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ مَرِيضٌ
Dari Thariq bin Syihab, dari Nabi Saw beliau bersabda: “Jum’at itu adalah hak yang wajib bagi setiap muslim secara berjama’ah kecuali empat golongan; hamba sahaya, perempuan, anak-anak, dan yang sakit.” (HR. Abu Dawud, Sunan Abu Daud, I:347)
Hadis di atas menegaskan bahwa kewajiban salat Jumat itu adalah bagi laki-laki muslim yang sehat lagi merdeka (bukan hamba sahaya), baik ketika safar maupun muqim. Sedangkan bagi wanita, laki-laki yang sakit (yang tidak dapat melaksanakan Jumat), anak-anak (yang belum balig) dan hamba sahaya, tidak terkena oleh kewajiban salat Jumat.
Adapun musafir (orang yang sedang safar) tidak termasuk yang dikecualikan dari kewajiban jumat, artinya ia tetap wajib salat Jumat. Namun terdapat keterangan bahwa orang yang sedang safar mendapat rukhshah (keringanan) boleh tidak melaksanakan Jumat tetapi tetap melaksanakan Zuhur, sebagaimana pernah dialami oleh Rasulullah Saw ketika wukuf di Arafah yang bertepatan dengan hari jum’at, beliau tidak melaksanakan Jum’at tetapi melaksanakan Zuhur dijama dengan Asar. Sebagaimana keterangan berikut:
فَأَجَازَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى أَتَى عَرَفَةَ فَوَجَدَ الْقُبَّةَ قَدْ ضُرِبَتْ لَهُ بِنَمِرَةَ فَنَزَلَ بِهَا حَتَّى إِذَا زَاغَتِ الشَّمْسُ أَمَرَ بِالْقَصْوَاءِ فَرُحِلَتْ لَهُ فَأَتَى بَطْنَ الْوَادِي فَخَطَبَ النَّاسَ ...ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الظُّهْرَ ثُمَّ أَقَامَ فَصَلَّى الْعَصْرَ وَلَمْ يُصَلِّ بَيْنَهُمَا شَيْئًا…
... Selanjutnya beliau berangkat hingga sampai di Arafah, maka beliau menemukan tenda yang telah dibangun untuknya di Namirah, kemudian beliau singgah di Namirah, sehingga tatkala tergelincir matahari, beliau menyuruh dibawakan Qaswa (unta beliau), kemudian unta itu diserahkan padanya. Selanjutnya beliau sampai di lembah, terus beliau memberi khutbah pada orang-orang...(kemudian dikumandangkan adzan) selanjutnya iqamat, terus beliau salat Zuhur, kemudian iqamat, dan terus salat Asar, serta beliau tidak salat apapun di antara kedua salat itu. (HR. Muslim, Shahih Muslim, II: 886)
Demikian juga yang dilakukan oleh Ibnu Umar Ra, suatu saat ia melaksanakan Jumat ketika safar, di saat yang lain ia tidak melaksanakan Jumat. Sebagaimana keterangan berikut:
عَنْ عَطَاءٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ إِذَا كَانَ بِمَكَّةَ فَصَلَّى الْجُمُعَةَ تَقَدَّمَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ تَقَدَّمَ فَصَلَّى أَرْبَعًا وَإِذَا كَانَ بِالْمَدِينَةِ صَلَّى الْجُمُعَةَ ثُمَّ رَجَعَ إِلَى بَيْتِهِ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَلَمْ يُصَلِّ فِي الْمَسْجِدِ فَقِيلَ لَهُ فَقَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَفْعَلُ ذَلِكَ
Dari Atha, dari Ibnu Umar, ia berkata, "Beliau (Ibnu Umar) berada di Mekah, lalu salat Jumat. (setelah selesai) ia melangkah ke depan untuk salat sunat dua rakaat, kemudian melangkah ke depan untuk salat sunat empat rakaat. Dan bila berada di Madinah ia salat Jumat, lalu kembali ke rumahnya, maka salat dua rakaat dan tidak salat di masjid. Maka ditanyakan kepadanya, lalu ia berkata, "Rasulullah saw. melakukan hal itu (salat sunat bada Jumat di rumahnya). (HR. Abu Daud, Sunan Abu Daud, I:363)
عَنْ نَافِعٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا ذُكِرَ لَهُ أَنَّ سَعِيدَ بْنَ زَيْدِ بْنِ عَمْرِو بْنِ نُفَيْلٍ وَكَانَ بَدْرِيًّا مَرِضَ فِي يَوْمِ جُمُعَةٍ فَرَكِبَ إِلَيْهِ بَعْدَ أَنْ تَعَالَى النَّهَارُ وَاقْتَرَبَتْ الْجُمُعَةُ وَتَرَكَ الْجُمُعَةَ
Dari Nafi, sesungguhnya Ibnu Umar diterangkan kepada beliau bahwa Sa'id bin Zaid bin Amr bin Nufel, dan ia orang Badar, sakit pada hari Jumat Lalu Ibnu Umar berangkat untuk menengoknya menjelang siang, dan telah dekat waktu Jumat, dan Ibnu Umar tidak melaksanakan Jumat . (HR. Al-Bukhari, Fathul Bari, VII:360, No. 3.991)
Sehubungan dengan masalah ini, Dewan Hisbah PP. PERSIS pada sidang 21 April 2007 telah menetapkan Istinbath sebagai berikut:
1. Musafir boleh tidak melaksanakan Jumat
2. Musafir yang tidak melaksanakan Jumat wajib salat Zuhur.
BACA JUGA:Smooting dan Rebonding Rambut