Sebuah Refleksi, 70 Tahun Mosi Integral Mohammad Natsir

oleh Reporter

04 April 2020 | 17:28

Medan - persis.or.id. Mohammad Natsir nama yang melegenda dikalangan umat, salah satu Pahlawan Nasional Indonesia, Perdana Menteri ke lima Republik Indonesia.
Lahir di Alahan Panjang, Lembah Gumanti  Solok  Sumatera Barat 17 Juli 1908, buah cinta kasih pasangan suami istri Idris Sutan Saripado dan Khadijah.
70 tahun lalu tepatnya 3 April 1950, adalah hari bersejarah bagi bangsa Indonesia karena tercetusnya kembali proklamasi kedua setelah 17 Agustus 1945.
Oleh sebuah mosi yang dilakukan Mohammad  Natsir disebut Mosi Integral Natsir selaku ketua fraksi Masyumi di Parlemen kala itu.
Natsir telah lulus menjadi tokoh politik,    sekaligus negarawan. Ia telah diiberi kesempatan oleh sejarah  mempraktekkan formula demokrasinya membawa umat tampil menjadi warga negara.
Pada tanggal 3 April  1950,  Natsir tampil di podium sidang Paripurna Parlemen Republik Indonesia Serikat (RIS) berpidato tentang Mosi Integral Natsir, menyatukan negara RI kembali menjadi  NKRI.
Bagi bangsa Indonesia, Mosi Integral ini bukan hanya konsep  atau produk pemikiran biasa, fakta sejarah  yang telah menyelamatkan Indonesia dari kepunahan  dan perpecahan. Saking pentingnya arti dari Mosi Integral ini pada tahun 2008 M. Natsir diberi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden SBY.
Perjalanan panjang pejuang sejati ini dapat kita lihat dari literatur yang tersedia, tahun 1932 Natsir Muda bersentuhan dengan ulama besar Tuan Ahmad Hasan kelak beliau dikenal dengan A. Hasan, beliau terlibat diskusi panjang dengan  A. Hasan yang kemudian hari menjadi tokoh Persatuan Islam (PERSIS)
Sebelumnya, Pada tahun 1930, atas saran gurunya  Tuan Hasan dan sahabatnya  Fachruddin Natsir mendirikan sekolah yang populer di sebut Pendidikan Islam (PENDIS).
Mengenang Pendidikan Islam yang dikelolanya, oleh pemerintahan Kolonial Belanda disebut "Sekolah Liar" dan dinilai buruk, Natsir merasakan penamaan itu sebagai suatu kehormatan.
"Pendirian 'Sekolah Liar' mengandung kehormatan, karena disini diajarkan sesuatu yang tidak diberikan di sekolah-sekolah Belanda, yakni keberanian untuk hidup," (MOHAMMAD NATSIR Sebuah Biografi)
Sebagai generasi penerus, kami berterimakasih kepada para pendahulu- pendahulu, Perintis Persatuan Islam dengan jasa merekalah kita dapat menikmati ajaran-ajaran yang disampaikan mereka.
Penulis : Abdul Aziz (Sekretaris Pimpinan Wilayah Persatuan Islam Sumatera Utara)

Reporter: Reporter Editor: admin