Jakarta, persis.or.id - Wacana penundaan Pemilu kembali mencuat ke publik, salah satu alasannya adalah adanya pandemi Covid-19. Hal ini juga memciu berbagai opini dari masyarakat.
Meski pemilu menjadi domain para penyelenggara negara dan politisi, namun adanya respons dari organisasi masyarakat (Ormas) terkait wacana tersebut adalah hal wajar.
“Karena Pemilu terkait dengan hak politik seluruh warga Indonesia,” kata Wakil Ketua Umum PP PERSIS Dr. Jeje Zaenudin dalam keterangan tertulisnya, Kamis (03/93/2022).
Sebagai ormas, kata dia, pihaknya memahami kesulitan peyelenggaraan pemilu yakni salah satunya dari segi finansial yang dihadapi oleh pemerintah untuk menyelenggarakan Pemilu serentak. Apalagi telah ada biaya yang besar setelah ditimpa pandemi Covid-19 selama lebih dari dua tahun ini.
Namun, dirinya berpendapat bahwa mengatasi kesulitan penyediaan anggaran Pemilu risikonya bisa lebih kecil jika dibanding dengan risiko dan bahaya jika Pemilu ditunda.
“Sebagaimana dikemukakan para pakar hukum tata negara, bahwa penundaan Pemilu dapat menimbulkan chaos karena hilangnya legitimasi pemerintah,” ucap Dr. Jeje.
Bahkan penundaan Pemilu bisa memberi dampak lebih jauh lagi, misalnya adanya pembangkangan dari rakyat karena menganggap pemerintahan sudah tidak sah.
Oleh karena itu, pihaknya menyarankan jika misalnya masalahnya adalah kekurangan anggaran, hal ini dapat diatasi umpamanya dengan membatasi anggaran pembangunan infastruktur dan pemangkasan anggaran lainnya.
“Karena risiko kemungkinan terjadinya kekacauan sosial sangat mahal untuk dibayar,” paparnya.
Oleh sebab itu, pihaknya merasa bawah pemerintah akan lebih baik dan bijak untuk mempertimbangkan kembali risiko yang lebih besar jika penundaan Pemilu benar-benar dipilih.
“Sehingga dengan tetap menyelenggarakan Pemilu tepat waktu, akan tercipta kemaslahatan umat dan bangsa sampai masa yang akan datang,” pungkas Wakil Ketua Umum PP PERSIS.
(HL/FAR)