E.Perintah Allâh membuat perahu.
Ibnu al-Jauzi menjelaskan tentang isyarat Nabi Nûh As membuat perahu, mengutip riwayat Ibnu Abbas; Nûh As dipukul, lalu digulung dengan hamparan dan dilemparkan kerumahnya. Mereka memandangnya telah meninggal. Tetapi kemudian ia keluar lagi dan berda’wah pada mereka. Sebagai manusia biasa Nûh As merasa putus asa, akankah kaumnya beriman?, ketika rasa putus asa menyelimutinya, datanglah seorang laki-laki bersama anaknya, sementara Nûh As sedang bersandar pada tongkatnya. Tiba-tiba laki-laki itu merebut tongkat yang sedang disandarinya lalu dipukulkan kepadanya hingga berdarah.
قَالَ نُوْحُ: رَبِّ قَدْ تَرَي مَا يَفْعَلُ بِي عِبَادُكَ فَإِنْ يَكُنْ لَكَ فِيْهِمْ حَاجَةٌ فَاهْدِهِمْ وَإِلاَّ فَصَبِّرْنِي ِالَى أَنْ تَحْكُمَ.
Nûh berkata: Wahai Tuhanku sungguh engkau telah melihat apa yang dilakukan hambamu padaku, jika ada padamu kebutuhan bagi mereka berilah mereka petunjuk dan jika tidak, maka berilah aku kesabaran sampai engkau memberi hukuman[39].
Kemudian Allâh berfirman,
وَأُوحِيَ إِلَى نُوحٍ أَنَّهُ لَن يُؤْمِنَ مِن قَوْمِكَ إِلاَّ مَنْ قَدْ ءَامَنَ فَلاَتَبْتَئِسْ بِمَاكَانُوا يَفْعَلُونَ {} وَاصْنَعِ الْفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا وَلاَتُخَاطِبْنِي فِي الَّذِينَ ظَلَمُوا إِنَّهُم مُّغْرَقُونَ.
Dan diwahyukan kepada Nûh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman diantara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan. (.:) Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zhalim itu; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan[40].
Kemudian terjadilah dialog antara Nûh dengan Allâh,
يَا رَبِّ وَمَا الْفُلْكُ ؟ بَيْتٌ مِنْ خَشَبٍ يَجْرِي عَلَى وَجْهِ الْمَاءِ أُنْجِي فِيْهِ أَهْلَ طَاعَتِي وَأُغْرِقَ أَهْلَ مَعْصِيَتِي! وَأَيْنَ الْمَاءُ؟ إِنِّي عَلَى مَا أَشَاءُ قَدِيْر! أَيْنَ الْخَشَبُ؟ أَغْرِسْ الشَّجَرَ!
Wahai Tuhanku apa yang dimaksud dengan bahtera? Bahtera itu rumah yang dibuat dari kayu, berjalan diatas permukaan air, Aku selamatkan pada bahtera itu ahli yang ta’at kepada-Ku, dan Aku tenggelamkan ahli yang ma’shiyat kepada-Ku! Dan dari manakah datangnya air itu? Aku maha kuasa terhadap apa yang Aku kehendaki! Mana kayunya? Tanamlah sebuah pohon!.
Lalu Nûh menanam pohon jati selama 20 tahun, setelah pohon itu cukup besar untuk dibuat perahu, Nûh As memotongnya, mengering-kannya dan merekayasanya. Nûh bertanya, bagaimana cara membuat bangunan itu? Jawabannya, Buat tiga bagian; kepalanya seperti al-Thâwûsu (merak), haluannya seperti al-Thâiru (burung), dan ekornya seperti al-Dîku (ayam jantan). Dan buatlah bertingkat. Lalu Allâh menyu-ruh Jibril mengajarkannya dan agar dipercepat, ia menyuruh tukang kayu untuk mengerjakannya, sedangkan anak-anaknya memahatnya. Panjang-nya 600 siku, lebar 330 siku, tinggi 33 siku, tingkat bawah untuk binatang buas, bagian tengah untuk binatang melata, bagian atas untuk manusia. Menyaksikan hal itu kaum Nûh As memperolok-oloknya. Firman Allâh, Hud 38,
وَيَصْنَعُ الْفُلْكَ وَكُلَّمَا مَرَّ عَلَيْهِ مَلأٌ مِّن قَوْمِهِ سَخِرُوا مِنْهُ قَالَ إِن تَسْخَرُوا مِنَّا فَإِنَّا نَسْخَرُ مِنكُمْ كَمَا تَسْخَرُونَ.
Dan mulailah Nûh membuat bahtera. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewati Nûh, mereka mengejeknya. Berkatalah Nûh: Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek (kami)[41].
Mereka memperolok-olok Nûh dengan perkataan,
صِرْتَ بَعْدَ النُّبُوَةِ نَجَارًا, تَعْمَلُ سَفِيْنَةً فِي الْبَرِّ وَكَيْفَ تَجْرِيا.
Setelah kematian engkau menjadi tukang kayu, membuat perahu di darat bagaimana bisa berlayar![42].
Setelah selesai datang adzab Allâh, fâra al-Tanûr (air memenuhi permukaan bumi) perahu pun berlayar. Orang di atas perahu hanyalah orang-orang yang beriman. Al-Suyuthi menyebutkan riwayat Ibnu al-Mandzur dari Qatadah, Perahu Nûh As berlayar 10 Rajab, lama di air selama 150 hari, dan berlabuh di bukit al-Jud pada tanggal 10 Muharam[43]. Saat akan berlayar Allâh berfirman,
وَقَالَ ارْكَبُوا فِيهَا بِسْمِ اللهِ مَجْرَاهَاوَمُرْسَاهَا إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ.
Dan Nûh berkata: Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allâh di waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Rabbku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[44].
Dan dalam riwayat Ibnu al-Mundzir dari Ibnu Abbas, menyebutkan setelah sampai di bukit al-Jud, Nûh As membangun 80 kampung yang diberi nama kampung delapanpuluh. Bahasa mereka menjadi 80, tiap kampung tidak mengerti bahasa kampung yang lain. Nûh As sebagai penterjemahnya[45].
F.Allâh mengadzab kaum Nûh As yang kufur
Setelah kaum Nûh As tidak dapat dinasehati, malah mereka merasa bosan dan jenuh dengan nasehat Nûh As mereka meminta dibuktikan adzab dari Allâh itu,
قَالُوا يَانُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَآ إِن كُنتَ مِنَ الصَّادِقِينَ
Mereka berkata: Hai Nûh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar[46].
Dengan demikian Nabi Nûh As merasa nasehatnya itu sudah tidak berguna lagi bagi mereka.
وَلاَيَنفَعُكُمْ نُصْحِي إِنْ أَرَدْتُ أَنْ أَنصَحَ لَكُمْ إِن كَانَ اللهُ يُرِيدُ أَن يُغْوِيَكُمْ هُوَ رَبُّكُمْ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ.
Dan tidaklah bermamfaat kepadamu nasehatku jika aku hendak memberi nasehat kepada kamu, sekiranya Allâh hendak menyesatkan kamu, Dia adalah Rabbmu dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan[47].
Dan Allâh swt juga berfirman,
وَأُوحِيَ إِلَى نُوحٍ أَنَّهُ لَن يُؤْمِنَ مِن قَوْمِكَ إِلاَّ مَنْ قَدْ ءَامَنَ فَلاَتَبْتَئِسْ بِمَاكَانُوا يَفْعَلُونَ.
Dan diwahyukan kepada Nûh, bahwasanya sekali-kali tidak akan beriman diantara kaummu, kecuali orang yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang telah beriman (saja), karena itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan[48].
Perahu disuruh dibuat (Hud 37), Naikkan ke perahu dari binatang berpasang-pasangan, bawa keluargamu, kecuali yang tidak beriman. Juga bawa orang-orang yang beriman.
حَتَّى إِذَا جَآءَ أَمْرُنَا وَفَارَ التَّنُّورُ قُلْنَا احْمِلْ فِيهَا مِن كُلٍ زَوْجِيْنِ اثْنَيْنِ وَأَهْلَكَ إِلاَّ مَنْ سَبَقَ عَلَيْهِ الْقَوْلُ وَمَنْ ءَامَنَ وَمَآءَامَنَ مَعَهُ إِلاَّ قَلِيلٌ.
Hingga apabila perintah Kami datang dan dapur telah memancarkan air, Kami berfirman: Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing-masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang telah terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkan pula) orang-orang yang beriman. Dan tidak beriman bersama dengan Nûh itu kecuali sedikit[49].
Allâh menyuruh naik perahu dengan menyebut Bismillah, saat berlayar dan berlabuh,
وَقَالَ ارْكَبُوا فِيهَا بِسْمِ اللهِ مَجْرَاهَاوَمُرْسَاهَا إِنَّ رَبِّي لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ.
Dan Nûh berkata: Naiklah kamu sekalian ke dalamnya dengan menyebut nama Allâh di waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Rabbku benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[50].
Perahu itu berlayar dalam gelombang laksana gunung. Anak Nûh As berada ditempat jauh terpencil, Nûh As memanggil anaknya,
وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَى نُوحُ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزَلٍ يَابُنَيَّ ارْكَب مَّعَنَا وَلاَتَكُن مَّعَ الْكَافِرِينَ.
Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nûh memanggil anaknya -sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil- Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir[51].
Menurut Ibnu al-Jauzi, tidak ada perselisihan dalam hal anak Nûh As yang kafir. Namun tentang namanya, terdapat dua pendapat,
- Kebanyakan pendapat anaknya bernama Kan’ân.
- Dan pendapat Abu Shalih dari Ibnu Abbas, anaknya bernama Yâm[52].
Anak Nûh As berkata aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat melindungiku. Nûh berkata, Tidak ada yang dapat melindungi hari ini dari adzab Allâh kecuali Allâh saja,
قَالَ سَئَاوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ قَالَ لاَعَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللهِ إِلاَّ مَن رَّحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمُوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ.
Anaknya menjawab: Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah! Nûh berkata: Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allâh selain Allâh (saja) yang Maha Penyayang. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan[53].
Shawi menyebutkan, Allâh menurunkan hujan 40 hari 40 malam[54], dan air juga keluar dari dalam tanah, seperti dijelaskan dalam surat al-Qamar 11-14. Hujan turun dari langit dengan air yang tercurah, bumi memancarkan mata-mata air, sehingga bertemu kedua air itu untuk satu urusan dari Allâh, Nûh As diangkut dengan bahtera yang dibuat dari papan dan paku, berlayar dengan pemeliharaan Allâh,
فَفَتَحْنَآ أَبْوَابَ السَّمَآءِ بِمَآءٍ مُّنْهَمِرٍ {} وَفَجَّرْنَا اْلأَرْضَ عُيُونًا فَالْتَقَى الْمَآءُ عَلَى أَمْرٍ قَدْ قُدِرَ {} وَحَمَلْنَاهُ عَلَى ذَاتِ أَلْوَاحٍ وَدُسُرٍ {} تَجْرِي بِأَعْيُنِنَا جَزَآءً لِّمَن كَانَ كُفِرَ.
Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. (.:) Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan. (.:) Dan Kami angkut Nûh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku, (.:) Yang berlayar dengan pemeliharaan Kami sebagai balasan bagi orang-orang yang diingkari (Nûh)[55].
Sehingga air pun mencapai ke atas gunung, dan terendam serta tenggelamlah seluruhnya. Shawi menyebutkan, Saat air meluap seorang ibu dari bayi yang masih kecil sangat takut terhadap keselamatan anaknya, ia sangat mencintai sekali anaknya, lalu keluar dan naik ke gunung, air sampai sepertiga gunung, ia pun naik lagi, air sampai dua pertiga gunung, ibu itu naik lebih atas lagi hingga di puncak gunung, air terus naik, ibu itu mengangkat anaknya dengan kedua tangannya, hingga air pun menenggelamkan keduanya[56]. Demikian juga anak Nûh As termasuk yang ditenggelamkan,
فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ.
Maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan[57].
Lalu Allâh menyuruh bumi menelan air, dan langit untuk berhenti hujan. Selamatlah Nûh As dan yang beriman kepadanya, lalu berlabuh di bukit Jud (dekat dengan daerah al-Maushul)[58] Ibnu al-Jauzi. Hud ayat 44.
وَقِيلَ يَاأَرْضُ ابْلَعِي مَآءَكِ وَيَاسَمَآءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَآءُ وَقُضِيَ اْلأَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيِّ وَقِيلَ بُعْدًا لِّلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ.
Dan difirmankan: Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah, dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan: Binasalah orang-orang yang zhalim[59].
Nabi Nûh As masih tetap mencintai anaknya, sekalipun kafir dan diadzab Allâh,
وَنَادَى نُوحٌ رَّبَّهُ فَقَالَ رَبِّ إِنَّ ابْنِي مِنْ أَهْلِي وَإِنَّ وَعْدَكَ الْحَقُّ وَأَنتَ أَحْكَمُ الْحَاكِمِينَ.
Dan Nûh berseru kepada Rabbnya sambil berkata: Ya Rabbku sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil-adilnya[60].
Namun dalam pandangan Allâh, karena amalnya tidak shaleh, itu bukan keluargamu. Yang dimaksud bukan keluarga dari agamamu[61].
قَالَ يَانُوحُ إِنَّهُ لَيْسَ مِنْ أَهْلِكَ إِنَّهُ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلاَتَسْئَلْنِ مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنِّي أَعِظُكَ أَن تَكُونَ مِنَ الْجَاهِلِينَ.
Allâh berfirman: Hai Nûh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan), sesungguhnya (perbuatan)nya perbuatan yang tidak baik. Sebab itu janganlahkamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakekat)nya. Sesungguhnya Aku memperingatkan kepadamu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan[62].
Nabi Nûh As memohon maaf atas kekeliruannya,
قَالَ رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْئَلَكَ مَالَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَإِلاَّ تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُن مِّنَ الْخَاسِرِينَ.
Nûh berkata: Ya Rabbku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekat)nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi[63].
Allâh menyuruh Nûh As untuk turun dari perahu kebumi dengan keselamatan dan barokah.
قِيلَ يَانُوحُ اهْبِطْ بِسَلاَمٍ مِّنَّا وَبَرَكَاتٍ عَلَيْكَ وَعَلَى أُمَمٍ مِّمَّن مَّعَكَ وَأُمَمٌ سَنُمَتِّعُهُمْ ثُمَّ يَمَسُّهُم مِّنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ.
Difirmankan: Hai Nûh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mu'min) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada (pula) umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami[64].
Ibnu Jauzi menyebutkan barakah yaitu, Nûh As menjadi bapak bagi semua, karena semuanya turunan dari padanya. Keturunan setelah kaum Nûh As akan terbagi kepada 2 bagian,
- Ummat yang diberi rahmat Allâh.
- Ummat yang diadzab Allâh[65].
Umat yang kedua ini, golongan yang hanya mencintai kehidupan dunia.
قِيلَ يَانُوحُ اهْبِطْ بِسَلاَمٍ مِّنَّا وَبَرَكَاتٍ عَلَيْكَ وَعَلَى أُمَمٍ مِّمَّن مَّعَكَ وَأُمَمٌ سَنُمَتِّعُهُمْ ثُمَّ يَمَسُّهُم مِّنَّا عَذَابٌ أَلِيمٌ.
Difirmankan: Hai Nûh, turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang mu'min) dari orang-orang yang bersamamu. Dan ada (pula) umat-umat yang Kami beri kesenangan pada mereka (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab yang pedih dari Kami[66].
Al-Suyuthi menyebutkan riwayat Abu al-Syaikh, bahwa manakala satu ummat hancur, Allâh menjadikan dari keturunannya ada orang yang selamat dengan rahmat-Nya. Abu al-Syaikh meriwayatkan yang pertama kali diucapkan Nûh As ketika turun dari perahu adalah, yâ mûru itqan maksudnya, yâ maulâ ashlih artinya, wahai anak laki-lakiku berbuat amal shalihlah. Kata yang diucapkan Nûh As itu bahasa Siryaniyyah[67]. Al-Bukhari dalam al-Suyuthi menyebutkan sabda Nabi Saw yang menjelaskan saat Nûh As akan meninggal dunia, berwashiat kepada anaknya 2 hal yang diperintah, dan 2 hal yang dilarang,
آمُرُكَ بِاثْنَتَيْنِ وَانْهَاكَ عَنِ اثْنَتَيْنِ: آمُرُكَ بِلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَسُبْحَانَ الله وَبِحَمْدِهِ, فَإِنَّهَا صَلاَةُ كُلِّ شَيْئٍ وَبِهَا يَرْزُقُ كُلَّ شَيْئٍ. وَنَهَاكُمْ عَنِ الشِرْكِ وَالْكِبْرِ.
Aku perintahkan padamu dua hal dan aku larang juga dua hal. Aku perintahkan dengan lâilâha illallâh wa bihamdih karena hal itu merupakan shalatnya segala sesuatu dan dengannya diberi rizki segala sesuatu dan aku melarang kamu dengan syirik dan sombong[68].
G.Ibrah bagi umat
تِلْكَ مِنْ أَنبَآءِ الْغَيْبِ نُوحِيهَآ إِلَيْكَ مَاكُنتَ تَعْلَمُهَا أَنتَ وَلاَقَوْمُكَ مِن قَبْلِ هَذَا فَاصْبِرْ إِنَّ الْعَاقِبَةَ لِلْمُتَّقِينَ.
Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertaqwa[69].
Pada ayat 49 surat Hûd diatas, Allâh Swt menjelaskan bahwa kisah Nûh As itu adalah kisah dulu yang ghaib tidak diketahui oleh Muhammad, juga orang dizamannya kecuali dengan melalui wahyu. Di sana terdapat suatu pelajaran yang sangat berharga di antara pelajaran yang dapat diambil:
- Dalam berda’wah hendaklah bersabar terhadap cacian, ejekan orang, karena kesabaran itu akan membawa kebaikan dan keuntungan,
- Tidak mudah mengajak orang pada jalan yang benar, lebih banyak yang cinta (cenderung) pada kema’siyatan.
- Jangan berhenti berda’wah, karena tugas da’i hanyalah menyam-paikan, urusan hidayah pada Allâh.
- Tidak mudah mengajak keluarga sendiri ke jalan Allâh Swt.
- Keluarga yang tidak seiman seagama dipandang bukan seahli dalam agama, dan di sisi Allâh tidak dapat diselamatkan dari adzab.
- Kecintaan di dunia, tidak dapat menyelamatkan di akherat.
- Harus tetap mempertahankan agama sekalipun zaman sudah tidak beragama.
DAFTAR PUSTAKA
- Abdurrahman bin al-Jauzi, Zâd al-Masir fi Ilmi Tafsir III, IV, Al-Maktab al-Islami, Beirut, 1965.
- Abdu al-Wahab al-Najjari, Qishash al-Anbiya, Dâr Al-Fikr, Beirut, tt.
- Jalaludin al-Suyuthi, Al-Dûr al-mantsur Fi al-Tafsir al-Mantsur III, IV, Dâr al-Fikr, Beirut, 1992.
- Ahmad Mushtafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, IV, VII, Dâr Al-Fikr, 1974.
- Muhyidin al-Darwis, I’Rab Al-Qur’ân wa bayaNûhu, III, Dâr Ibnu Katsir, Suriyah.
- ‘Ali Abdu al-wahid Wafi, Fiqhu al-Lughah, Tahiyyah al-Bayan, Al-Maniyah, 1962.
- Muhammad Fuad Abd al-Baqi, Al-Mu’jam al-Mufahras Li Alfâd Al-Qur’ân Al-Karim, Dâr al-Ma’rifah, 1992.
- Ahmad Shawi al-Maliki, Hasiyah Al-‘Alamah al-Jalalen, Dâr al-Fikr, Beirut, 1993.
_______________________
[39] Al-Jauzi, Op. Cit. IV:101.
[40] Qs. Hûd [11]:36-37.
[41] Ibid, 11:38.
[42] Al-Suyuthi, Op. Cit. IV:419.
[43] Ibid, IV:420.
[44] Qs. Hûd [11]:41.
[45] Al-Suyuthi, Op. Cit. IV:431.
[46] Qs. Hûd [11]:32.
[47] Ibid, 11:34.
[48] Ibid, 11:36.
[49] Ibid, 11:40.
[50] Ibid, 11:41.
[51] Ibid, 11:42.
[52] Al-Jauzi, Op. Cit. IV:109.
[53] Qs. Hûd [11]:43.
[54] Shawi, Op. Cit. II:269.
[55] Qs. Al-Qamar [54]:11-14.
[56] Shawi, Loc. Cit.
[57] Qs. Hûd [11]:43.
[58] Al-Jauzi, Op. Cit. IV:112.
[59] Qs. Hûd [11]:44.
[60] Qs. Hûd [11]:45.
[61] Al-Jauzi, Op. Cit. IV:113.
[62] Qs. Hûd [11]:46.
[63] Ibid, 11:47.
[64] Ibid, 11:48.
[65] Al-Jauzi, Op. Cit. IV:115.
[66] Qs. Hûd [11]:48.
[67] Al-Suyuthi, Op. Cit. IV:440.
[68] Al-Suyuthi, Op. Cit. IV:482.
[69] Qs. Hûd [11]:49.
BACA JUGA:‘Ad; Kaum Kuat Yang Dilaknat