"Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan sholat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk." (QS. At-Taubah: 18).
Masjid sejak awal berdirinya dalam sejarah Islam bukan hanya sekadar tempat shalat, tetapi juga menjadi pusat dakwah, pendidikan, dan pemberdayaan umat. Seiring perkembangan zaman, fungsi masjid menghadapi tantangan baru yang menuntut pengelolaan lebih profesional, sistematis, dan berorientasi pada kemaslahatan umat.
Buku “Panduan Pengelolaan Masjid” karya Tim Penyusun PP. Persatuan Islam (PERSIS) yang diterbitkan oleh PersisPers, cetakan kedua Maret 2022, hadir sebagai jawaban atas kebutuhan itu. Lahir dari amanat Muktamar PERSIS 2015 di Jakarta, khususnya melalui Bidang Garapan (Bidgar) Komunikasi Dakwah dan Kemasjidan (KDK), buku ini dimaksudkan sebagai acuan manajemen masjid di lingkungan Jam’iyyah PERSIS, sekaligus pedoman teknis dalam pengangkatan Qayyimul Masjid dan Imam Masjid.
Keberadaan panduan ini semakin urgen mengingat fakta bahwa hampir di setiap Pimpinan Jamaah PERSIS terdapat masjid yang menjadi aset dakwah sangat potensial. Namun di sisi lain, persoalan terkait status, legalitas, hingga manajemen masjid masih sering muncul di lapangan. Tanpa panduan yang seragam, pengelolaan masjid cenderung berjalan parsial, bahkan berpotensi menimbulkan perbedaan standar antar jamaah.
Sebagai penulis artikel bedah buku ini, saya melihat panduan yang disusun PP PERSIS tidak hanya relevan untuk lingkungan internal Jam’iyyah, tetapi juga dapat menjadi rujukan bagi pengelolaan masjid secara umum.
Ada tiga hal menarik yang saya garis bawahi. Pertama, penggunaan istilah Qayyimul Masjid, yang menekankan peran aktif pengurus sebagai pembangun, pembina, dan pengembang masjid. Kedua, penguatan aspek kejam’iyyahan, di mana imam, khatib, dan muballigh harus memiliki keterikatan ideologis dengan PERSIS sehingga dakwah lebih terarah. Ketiga, prinsip inthiwa atau pengelolaan mandiri, yang tetap menjaga keterbukaan manfaat bagi umat secara inklusif.
Dengan demikian, buku ini bukan sekadar panduan administratif, melainkan strategi besar untuk menjadikan masjid benar-benar sebagai pusat peradaban umat Islam yang kokoh di tengah arus tantangan zaman.
Masjid bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga pusat pendidikan, sosial, dan pemberdayaan umat. Jam’iyyah Persatuan Islam (PERSIS) memiliki panduan khusus dalam mengelola masjid agar tetap fungsional sesuai tuntunan Al-Qur’an dan Sunnah. Berikut ringkasan hasil bedah buku panduan pengelolaan Masjid PERSIS.
Masjid PERSIS dan Masjid Binaan
Masjid PERSIS adalah masjid wakaf resmi yang dikelola langsung oleh struktur PERSIS, mulai dari Pimpinan Jamaah hingga Pimpinan Pusat. Masjid Binaan adalah masjid yang mendapat pembinaan dari PERSIS, baik secara kelembagaan maupun melalui jamaahnya.
Pilar Pengelolaan Masjid
Pengelolaan masjid di PERSIS dikenal dengan tiga aspek utama: **Idarah (kelembagaan), Imarah (kemakmuran), dan Ri’ayah (pemeliharaan).
1. Idarah (Kelembagaan)
Idarah menekankan pentingnya kepengurusan yang tertib dan profesional.
Tasykil (struktur pengurus): Ketua, sekretaris, bendahara, hingga bidang-bidang sesuai kebutuhan. Masa jabatan dibatasi 3–5 tahun agar ada regenerasi. Legalitas masjid: Tanah dan bangunan harus jelas status hukumnya, disahkan masyarakat dan pemerintah, serta diresmikan secara resmi. Administrasi: Semua kegiatan, keuangan, hingga arsip harus dicatat rapi sebagai bentuk kontrol, dokumentasi, dan evaluasi.
Pengawasan: Dilakukan oleh ketua atau tim khusus agar pengelolaan berjalan amanah.
2. Imarah (Kemakmuran)
Imarah adalah usaha memakmurkan masjid melalui ibadah, pendidikan, dan kegiatan sosial. Peribadatan: Shalat lima waktu dan Jum’at harus berjamaah dengan imam, khatib, dan muadzin yang berkualitas. Pengajian: Dijadwalkan rutin, termasuk majelis taklim ibu-ibu, remaja, hingga pengajian lintas masjid. Remaja masjid: Dibina agar terhindar dari pergaulan negatif dan aktif dalam dakwah, diskusi, serta kegiatan sosial. Pendidikan: Mulai dari RA, Madrasah Diniyah, pesantren Ramadhan, hingga kursus keterampilan bagi ibu-ibu. Ibadah sosial: Meliputi zakat, qurban, santunan yatim, layanan jenazah, hingga bantuan bencana. Ekonomi: Masjid bisa menjadi pusat ekonomi umat, misalnya dengan koperasi berbasis syariah.
3. Ri’ayah (Pemeliharaan)
Ri’ayah menjaga masjid agar selalu nyaman, indah, dan fungsional. Bangunan: Arsitektur menyesuaikan budaya lokal, dengan kiblat yang akurat. Fasilitas: Seperti karpet, sound system, perpustakaan, rak sandal, hingga papan pengumuman harus dirawat dengan baik. Lingkungan: Kebersihan halaman, sanitasi, taman, dan tempat parkir diperhatikan. Sekretariat: Dilengkapi ruang administrasi dan petugas khusus jika kegiatan masjid padat. Akreditasi masjid: PERSIS memberikan penilaian berdasarkan standar Idarah, Imarah, dan Ri’ayah untuk mengukur keberhasilan.
Panduan ini menegaskan bahwa masjid bukan hanya ruang ibadah, tetapi juga pusat peradaban umat. Dengan Idarah yang tertib, Imarah yang semarak, dan Ri’ayah yang terjaga, masjid dapat menjadi motor penggerak dakwah, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat. []
BACA JUGA:Masjid Sebagai Mahar Pernikahan