Oleh: Ahmad Taufik Nurdin
Mendirikan pimpinan jamiyyah Pemuda Persatuan Islam (PERSIS) ibarat menanam biji yang prosesnya penuh harapan, tetapi tidak terlepas dari kemungkinan gagal. Biji yang ditanam memiliki potensi untuk tumbuh menjadi pohon yang kokoh dan bermanfaat, tetapi juga bisa mati jika tidak dirawat dengan baik atau jika lingkungannya tidak mendukung. Analogi ini mencerminkan realitas mendirikan sebuah jamiyyah, yang sangat bergantung pada faktor internal dan eksternal.
Biji yang tumbuh subur menunjukkan proses pendirian jamiyyah yang berhasil. Hal ini terjadi ketika seluruh komponen organisasi, mulai dari visi, misi, hingga sumber daya manusianya, terkelola dengan baik. Dalam konteks jamiyyah Pemuda Persis, pertumbuhan ini terjadi jika kader-kader memiliki pemahaman ideologi yang kuat dan semangat kolaborasi,. Pembinaan yang berkesinambungan berfungsi seperti menyiram tanaman, memastikan bahwa kader memiliki nutrisi intelektual, spiritual, dan emosional yang cukup untuk berkembang.
Faktor eksternal, seperti dukungan dari induk organisasi (PERSIS), masyarakat dan lingkungan sosial yang positif berperan penting. Selain itu, jamiyyah yang mampu beradaptasi dengan perubahan zaman, misalnya melalui pemanfaatan teknologi dalam dakwah dan inovasi dalam metode pembinaan, akan lebih mudah untuk tumbuh subur. Pohon yang tumbuh subur ini pada akhirnya akan berbuah, menghasilkan kader-kader yang mampu memberikan kontribusi nyata bagi umat.
Di sisi lain, biji yang mati mencerminkan kegagalan organisasi dalam mencapai tujuannya. Penyebab utama bisa berasal dari internal, seperti lemahnya kepemimpinan, minimnya pembinaan kader, atau kurangnya rasa memiliki di antara anggota. Konflik internal yang tidak terselesaikan juga dapat merusak akar organisasi, membuatnya kehilangan fokus dan tujuan.
Faktor eksternal, seperti tekanan sosial, pengaruh ideologi yang bertentangan, atau minimnya dukungan, juga bisa menjadi “hama” yang merusak. Jika jamiyyah tidak mampu menghadapi tantangan ini dengan strategi yang tepat, maka peluang untuk berkembang akan hilang, dan organisasi dapat kehilangan relevansi atau bahkan bubar.
Kesadaran akan Risiko dan Peluang
Kesadaran bahwa biji bisa tumbuh subur atau mati mengajarkan kita pentingnya kehati-hatian dalam setiap langkah pendirian jamiyyah. Proses ini bukan hanya soal menanam dan menunggu, tetapi juga memastikan bahwa setiap tahapan direncanakan dengan matang. Jamiyyah perlu memiliki visi jangka panjang, strategi pembinaan yang relevan, dan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan.
Lebih dari itu, kegagalan harus dilihat sebagai pembelajaran. Jika biji mati, petani tidak berhenti menanam; mereka belajar dari kesalahan, memperbaiki lahan, dan mencoba lagi. Begitu pula dengan jamiyyah, kegagalan dalam satu periode kepemimpinan dapat menjadi evaluasi untuk memperkuat strategi di masa depan.
Dengan pemahaman mendalam ini, mendirikan pimpinan jamiyyah Pemuda PERSIS adalah proses dinamis yang membutuhkan kesadaran akan risiko, strategi yang terencana, dan semangat yang tak pernah padam. Seperti petani yang menanam biji dengan harapan besar, jamiyyah ini memiliki potensi besar untuk tumbuh menjadi pohon kokoh yang menaungi umat, jika dirawat dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan. (ATN)
BACA JUGA: Pengukuhan Pemuda Persis Lampung