Adakah Shalat sunat sebelum safar ?
Di antara sebagian orang ada yang berpendapat bahwa ketika hendak safar (bepergian), dianjurkan sebelumnya untuk melaksanakan shalat sunat terlebih dahulu, terutama ketika hendak melaksanakan haji atau umrah. Hal itu mengingat akan keutamaan shalat sunat tersebut. Adapun hadis-hadisnya adalah:
Pertama
عَنِ الْمُطْعِمِ بْنِ الْمِقْدَامِ رضي الله عنه، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: مَا خَلَفَ أَحَدٌ عِنْدَ أَهْلِهِ أَفْضَلَ مِنْ رَكْعَتَيْنِ يَرْكَعُهُمَا عِنْدَهُمْ حِيْنَ يُرِيْدُ سَفَرًا.
Dari al-Muth’im bin al-Miqdam, bahwasannya Rasulullah Saw bersabda, "Tidak ada sesuatu yang lebih utama untuk ditinggalkan oleh seorang hamba bagi keluarganya daripada shalat dua rakaat yang ia lakukan di tempat mereka ketika hendak bepergian". (Hr At-Thabrani dan Ibnu Asakir, Fiqhus Sunnah, I: 521)
Dalam riwayat Ibnu Abi Syaibah dengan lafal;
عَنِ الْمُطْعِمِ بْنِ مِقْدَامٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مَا خَلَفَ عَبْدٌ عَلَى أَهْلِهِ أَفْضَلَ مِنْ رَكْعَتَيْنِ يَرْكَعُهُمَا عِنْدَهُمْ حِينَ يُرِيدُ السَفَرَ
Dari al-Muth’im bin Miqdam, ia berkata, “Rasulullah Saw bersabda, "Tidak ada sesuatu yang lebih utama untuk ditinggalkan oleh seorang hamba bagi keluarganya daripada shalat dua rakaat yang ia lakukan di tempat mereka ketika hendak bepergian”. (Hr Ibnu Abi Syaibah, Mushanaf Ibnu Abi Syaibah, Juz 2, hlm. 502, Maktabah Ar-Rusydi, 1425 H / 2004 M.)
Hadis termaksud, baik riwayat At-Thabrani, Ibnu Asakir maupun Ibnu Abi Syaibah, tidak dapat dijadikan hujah karena daif. Adapun yang menyebabkan kedaifannya karena sanadnya terputus secara berturut-turut, yaitu al-Muth’im bin Miqdam sebagai periwayat hadisitu, dia bukan seorang shahabat, namun seorang tabi’ut tabi’in (generasi setelah Tabi’in). Artinya antara al-Muth’im bin Miqdam dengan Nabi terhalang oleh dua generasi yaitu generasi Tabi'in dan Shahabat. Oleh sebab itu, apabila al-Muth’im bin Miqdam mengatakan Rasulullah bersabda, tentu ia dusta atau keliru, sebab dia tidak sezaman dengan Nabi. Dalam ilmu hadis, hadis seperti itu dinamakan hadis mu'dlal.
Kedua
عَنْ أَبِي وَائِلٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَخْرُجَ إِلَى الْبَحْرَيْنِ فِي تِجَارَةٍ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:صَلِّ رَكْعَتَيْنِ.
Dari Abu Wail dari Abdullah, ia berkata, "Seseorang datang kepada Nabi Saw lalu berkata, “Sesungguhnya aku hendak bepergian ke BaHrain untuk berdagang” Maka Rasulullah Saw bersabda, “Shalatlah engkau dua rakaat”. (Hr At-Thabrani, Al-Mu’jam al-Kabir, juz 10, hlm 251, No. 10469, Maktabah Ibn Taimiyah, t.t.)
Hadis ini pun daif, adapun yang menyebabkan kedaifannya;
Pertama dari segi sanad, yakni diragukannya ke-muttashil-an Abdullah bin Sufyan dari Al-'Amasy pada sanad hadis termaksud.Adapun sanad yang dimaksud adalah:
حَدَّثَنَا أَسْلَمُ بْنُ سَهْلٍ الْوَاسِطِيُّ ثَنَا وَهْبُ بْنُ بَقِيَّةَ ثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سُفْيَانَ عَنِ الأَعْمَشِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ.
Telah menceritakan kepada kami Aslam bin Sahl Al-Wasithi, telah menceritakan kepada kami Wahb bin Baqiyah, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Sufyan, dari Al-A’masy, dari Abu Wail, dari Abdullah.
Ad-Dzahabi dalam kitabnya Mizanul 'Itidal menerangkan bahwa Abdullah bin Sufyan yang dimaksud pada sanad hadis itu adalah Abdullah bin Sufyan al-Khuza'I al-Wasithi.
Kami tidak menemukan keterangan dalam kitab rijal hadis bahwa Abdullah bin Sufyan ini memiliki guru bernama Al-Amasy. Begitu juga dalam biografi Al-Amasy tidak ditemukan yang meriwayatkan darinya (murid Al-Amasy) bernama Abdullah bin Sufyan. Dengan demikian ke-muttashil-an Abdullah bin Sufyan dengan Al-Amasy tidak dapat dipastikan benarnya.
Kedua dari segi rawi, yaitu Abdullah bin Sufyan sebagai periwayat hadis termaksud, Ia adalah rawi yang daif. Al Uqaily mengatakan, “Hadisnya tidak dapat ditolong lagi”.
Ketiga
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: مَا اسْتَخْلَفَ عَبْدٌ فِي أَهْلِهِ مِنْ خَلِيْفَةٍ أَحَبَّ إِلىَ اللهِ تَعَالَى مِنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ يُصَلِّيْهُنَّ فِي بَيْتِهِ إِذاَ شَدَّ عَلَيْهِ ثِيَابُ سَفَرِهِ، يَقْرَأُ فِيْهِنَّ بِ ( فَاتِحَةِ الْكِتَابِ ) ، ( قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ ) ، ثُمَّ يَقُوْلُ : اللَّهُمَّ ! إِنِّي أَتَقَرَّبُ إِلَيْكَ بِهِنَّ فَاخْلُفْنِي بِهِنَّ فِي أَهْلِي وَمَاليِ . فَهُنَّ خَلِيْفَتُهُ فيِ أَهْلِهِ ، وَمَالِهِ ، وَدَارِهِ ، وَدُوْرٌ حَوْلَ دَارِهِ ؛ حَتىَّ يَرْجِعَ إِلىَ أَهْلِهِ.
Dari Anas bin Malik, ia berkata, “Rasulullah Saw bersabda, “Tiada pengganti yang dijadikan sebagai pengganti oleh seseorang di keluarganya yang lebih disukai oleh Allah daripada shalat empat rakaat yang dilakukan di rumahnya ketika ia hendak bepergian. Pada shalat tersebut, ia membaca Al-Fatihah dan Al-Ikhlas, lalu berdoa: ‘Ya Allah sesungguhnya aku mendekatkan diri kepada-Mu dengan shalat ini, gantikanlah aku dengannya di keluargaku dan hartaku.’ Maka shalat itu sebagai pengganti dirinya pada keluarga, harta, dan rumahnya serta lingkungan di sekitar rumahnya sampai ia pulang kembali kepada keluarganya’.”
Keterangan:
Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Tarikh Naisabur.
Kata Syekh al-Albani, “Hadis ini sangat daif. Al-Hafizh (Ibnu Hajar) berkata, ‘Hadis ini gharib, dan rawi Sa’id ini, saya tidak mengetahui biografinya dan saya tidak mengetahui nama ayahnya. Sedangkan NasHr bin Bab, para ulama mendaifkannya. Meski terdapat tabi’, yaitu Al-Mu’afi, namun aku tidak mengetahui keadaannya.” (Silsilah al-AhadisDha’ifah wal Maudhu’ah, jilid 12, hlm. 743-744, No. 5840, Maktabah Al-Ma’arif-Riyadh, cet. 2, 1425 H/2004 M)
Keempat, Atsar Shahabat dan Tabi'in, di antaranya :
Pertama
عَنْ عَلِيٍّ ، قَالَ : إذَا خَرَجْتَ فَصَلِّ رَكْعَتَيْنِ.
Dari Ali, ia mengatakan; "Apabila kamu keluar, hendaklah shalat dua rakaat". (Hr Ibnu Abi Syaibah)
Hadis ini bukan merupakan sabda Nabi Saw, melainkan atsar shahabat, yaitu perkataan Ali bin Abu Thalib, selain itu atsar shahabat ini derajatnya daif, sebab pada sanadnya terdapat rawi bernama Al-Harits. Ia adalah Al-Harits bin Abdullah al-a'wari al-Hamdani.
Amr bin Ali mengatakan; Yahya dan Abdurrahman tidak meriwayatkan hadis darinya. Ibnu Mahdi meninggalkan hadis Al-Harits. Berkata Abu Zur'ah; Hadis nya tidak dapat dijadikan hujjah. Ibnu Abi Hatim mengatakan; Aku bertanya kepada ayahku tentang Al-Harits al-A'war? Beliau menjawab; Ia, hadis nya daif, tidak kuat dan hadis nya tidak dapat dijadikan hujjah. An-Nasai mengatakan; Ia tidak kuat. Berkata Ibnu Adi; Keumuman hadis yang diriwayatkannya tidak terpelihara. Kata Ibnu Hiban; Al-Harits adalah seorang rawi yang berlebihan dalam berfaham syi'ahnya, hadis nya lemah". (Arsyif Multaqa Ahlul Hadis)
Kedua
عَنِ ابْنِ عُمَرَ ؛ أَنَّهُ كَانَ إذَا أَرَادَ أَنْ يَخْرُجَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَصَلَّى.
Dari Ibnu Umar bahwasannya ia apabila bermaksud hendak keluar, ia masuk masjid lalu shalat. (Hr Ibnu Abi Syiabah)
Ibnu Abi Syaibah memuat hadis tersebut pada bab:
اَلرَّجُلُ يُرِيْدُ السَّفَرَ، مَنْ كَانَ يُسْتَحَبُّ لَهُ أَنْ يُصَلِّيَ قَبْلَ خُرُوجِهِ.
"Seseorang bermaksud untuk safar (mengadakan perjalanan), dianjurkan baginya untuk shalat sebelum keluar".
Sedangkan dalam bab:
مَنْ كَانَ يَأْتِي قَبْرَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَيُسَلِّمَ.
"Siapa yang mendatangi kuburan Nabi Saw, hendaklah mengucapkan salam", hadistermaksud dimuat secara lengkap;
عَنِ ابْنِ عُمَرَ، أَنَّهُ كَانَ إذَا أَرَادَ أَنْ يَخْرُجَ دَخَلَ الْمَسْجِدَ فَصَلَّى، ثُمَّ أَتَى قَبْرَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم، فَقَالَ : السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا رَسُولَ اللهِ السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا أَبَا بَكْرٍ السَّلاَمُ عَلَيْك يَا أَبَتَاهُ، ثُمَّ يَكُونُ وَجْهَهُ وَكَانَ إذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ أَتَى الْمَسْجِدَ فَفَعَلَ ذَلِكَ قَبْلَ أَنْ يَدْخُلَ مَنْزِلَهُ.
Dari Ibnu Umar bahwasannya ia apabila bermaksud hendak keluar, ia masuk mesjid lalu shalat. Kemudian ia mendatangi kuburan Nabi Saw, seraya mengucapkan; "As-Salamu 'alaika ya Rasulallah, as-Salamu 'alaika ya Aba Bakr, as-Salamu 'alaika ya Abataahu (bapakku). Kemudian Ia menghadapkan wajahnya. Dan apabila ia datang dari safar, ia datang ke masjid lalu melaksanakan seperti itu (shalat dan mendatangi kuburan Nabi) sebelum ia masuk rumahnya".
Hadis ini merupakan atsar (pekerjaan) Ibnu Umar. Dalam riwayat Abdurrazaaq diterangkan; kata Ma'mar, 'Aku bertanya mengenai hal itu kepada Ubaidullah bin Umar. Ia menjawab; "Kami tidak mengetahui seorangpun dari kalangan shahabat yang melakukan hal tersebut kecuali Ibnu Umar". (Hr Mushannaf Abdurrazaaq, III: 576, no. 6724)
Dengan keterangan ini menunjukkan bahwa hal tersebut hanya merupakan pekerjaan Ibnu Umar saja. Sedangkan para shahabat lainnya tidak melakukannya.
Ketiga
عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، قَالَ : رَأَيْتُ الْحَارِثَ بْنَ أَبِي رَبِيعَةَ صَلَّى حِينَ أَرَادَ أَنْ يَخْرُجَ إلَى بَاجُمَيْرَا فِي الْحُجْرَةِ ضُحًى رَكْعَتَيْنِ، وَصَلَّى مَعَهُ نَفَرٌ مِنْهُمَ الأَسْوَدُ بْنُ يَزِيدَ.
Dari Abu Ishaq, ia berkata; Aku melihat al-Harits bin Abi Rabi'ah shalat dua rakaat pada waktu duha di sebuah kamar ketika hendak pergi ke Bajumair (sebuah daerah), dan shalat bersamanya beberapa orang di antaranya Al-Aswad bin Yazid". (Hr Ibnu Abi Syaibah)
Hadis ini merupakan atsar seorang tabi'in bernama Al-Harits bin Abi Rabi'ah. Ia adalah Al-Harits bin Abdullah bin Abi Rabi'ah al-Qurasyi al-Makhzumi al-Maki. Ia termasuk thabaqah kedua dari kalangan Tabi'in senior, wafat pada tahun 70 H. (Lihat, Taqrib at-Tahdzib, I: 235, no. 1023).
Atsar Tabi'in ini tidak dapat dipastikan kebenarannya sebab rawi yang bernama Zuhair (Zuhair bin Mu'awiyah bin Hudaij bin ar-Rahil bin Zuhair bin Khaitsamah, lahir tahun 100 H, dan ada yang mengatakan wafatnya tahun 172 H) dia menerima hadis dari Abu Ishaq (Amr bin Abdillah bin Ubaid. Wafat 129 H), setelah Abu Ishaq ikhtilat (pikun) di akhir usianya. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani. (Lihat, Taqrib at-Tahdzib, I: 420, no. 2046).
Kesimpulan:
Hadis-hadis yang terkait dengan syariat shalat sunat sebelum safar derajatnya daif, tidak dapat diamalkan.
BACA JUGA:Analisis Hadits-Hadits Ibadah Khusus Bulan Sya’ban