Oleh: Ustaz Amin Muchtar (Sekretaris Dewan Hisbah PP PERSIS)
1. Pengertian Shafar (صفر)
Bulan shafar adalah salah satu dari 12 hijriyah, setelah bulan setelah Muharam. Shafar berasal dari kata Shifr [صفر] yang berarti kosong.
Sebagian mengatakan, “Dinamakan bulan Shafar karena Mekkah kosong dari penduduknya ketikaa mereka bepergian.”
Ada pula yang berpendapat, “Dinamakan bulan Shafar karena para kabilah Arab pergi berperang dan merampas barang bawaan siapa saja yang ditemuinya sehingga tidak punya barang sama sekali.” (Lihat, Lisaan Al-‘Arab, karya Ibnu Manzhur, IV: 462-463)
2. Fadhilah Bulan Shafar (صفر)
Bulan Shafar dipandang istimewa, bukan atas dasar penetapan ibadah khusus, seperti bulan Muharram, namun terdapat peristiwa penting yang terjadi pada kehidupan Nabi Muhammad Saw di bulan itu, yang layak diambil Durus wa ‘Ibar (pelajaran dan peringatan).
Paling tidak terdapat 9 peristiwa penting yang terjadi di bulan Shafar, antara lain Peristiwa Mata Air Roji' dan Tragedi Bi'r Ma'unah (Sumur Maunah)
A. Peristiwa Mata Air Roji'
Rombongan ‘Adhl dan al-Qarah, kaum kafir dari kabilah Banu Lihyan, memohon kepada Rasulullah agar mengirimkan para muballigh.
Tapi ternyata mereka berkhianat, 8 orang di antara utusan Rasul yang dipimpin Ashim bin Tsabit (kakek Ashim bin Umar bin Khatab) itu dibunuh dengan cara yang kejam, di pangkalan air milik Hudzail di daerah yang disebut ar-Raji’ (sekitar Hijaz), sedangkan 2 orang ditangkap dan ditawan, yang kemudian dibawa ke Mekah dan dijual. Kedua orang tersebut ialah Khubaib bin ‘Adi dan Zaid bin ad-Datsinah.
Dalam keadaan terkepung dan sebelum dibunuh, Ashim berdoa:
أَللَّهُمَّ أَخْبِرْ عَنَّا نَبِيَّكَ
“Ya Allah, kabarkanlah kepada nabi-Mu tentang kami.”
Peristiwa itu terkenal dengan nama ar-Raji’ (Lihat, Fathul Bari, VII:130-131; Tarikh at-Thabari, II:77; As-Sirah an-Nabawiyyah libni Hisyam, IV:123;)
B. Tragedi Bi'r Ma'unah dan Qunut Nazilah
Rombongan Ri’lin dan Dzakwan, kaum kafir dari kabilah Banu Sulaim, mengundang mubaligh-mubaligh Islam, dan berjanji akan menjamin keamanannya.
Tapi ternyata mereka berkhianat, membunuh secara biadab 70 orang al-qurra. Al-Qurra adalah mereka yang pada siang hari giat mencari rezeki dengan jalan yang halal, kemudian hasilnya dipergunakan memenuhi keperluan maka para ahli Suffah.
Para Ahlu Suffah adalah para pelajar yang menetap di serambi mesjid Rasulullah Saw.
Al-Qurra itu sendiri pada malam harinya turut juga belajar kepada Rasulullah Saw, pada setiap malam mereka giat mendirikan salat dan membaca Alquran.
Peristiwa itu terkenal dengan nama Bi’ru Ma’unah. (lihat, Fathul Bari, VII:139, Zadul Ma’ad, III:214)
Kedua peristiwa di atas terjadi pada bulan dan tahun yang sama, yaitu bulan Shafar tahun ke-4 hijriah.
Karena berdekatannya peristiwa tersebut, oleh Imam Al-Bukhari keduanya dijadikan judul secara bergandengan dalam kitab al-Maghazi. (lihat, Fathul Bari, VII:130)
Rasulullah Saw sangat terpukul setelah mendengar berita peristiwa tersebut. Anas bin Malik mengatakan:
قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا حِينَ قُتِلَ الْقُرَّاءُ فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَزِنَ حُزْنًا قَطُّ أَشَدَّ مِنْهُ – رواه البخاري –
“Sesungguhnya Nabi saw. berqunut sebulan lamanya ketika al-qurra dibunuh, dan saya tidak pernah melihat beliau berduka cita yang lebih mendalam dari itu” (H.R. Al-Bukhari)
Adapun sikap beliau terhadap peristiwa tersebut dapat dilihat pada keterangan-keterangan sebagai berikut:
Ibnu Abas Ra mengatakan:
قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا مُتَتَابِعًا فِي الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَصَلَاةِ الصُّبْحِ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ إِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ الْآخِرَةِ يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ بَنِي سُلَيْمٍ عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ وَيُؤَمِّنُ مَنْ خَلْفَهُ
“Rasulullah saw. pernah berqunut selama sebulan berturu-turut diwaktu Zuhur, Ashar, Maghrib, isya dan shubuh diakhir tiap-tiap salat sesudah beliau membaca samiallahu liman hamidah dari rakaat yang terakhir. Beliau mendoakan kecelakaan atas mereka kabilah-kabilah Bani Sulaim, yaitu bani Ri’il, Dzakwan dan Ushayyah, dan makmum yang ada di belakang mengaminkan beliau. (H.R. Abu Daud, Sunan Abu Daud II:68; Ahmad, Musnad Ahmad I:301; Ibnu Khuzaimah, Sahih Ibnu Khuzaimah I:313; Al Hakim, Al Mustadrak I: 348; Al Baihaqi, As Sunanul Qubra II:200)
Anas Ra. mengatakan:
قَنَتَ شَهْرًا فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ وَبَنِي لِحْيَانَ – رواه البخاري –
“Beliau qunut sebulan lamanya pada salat subuh mendoakan kecelakaan atas kabilah-kabilah Arab, yaitu Ri’il, Dzakwan, Ushayyah, dan Banu Lihyan.” (H.R. Al-Bukhari)
Al-Qasthalani berkata, “Dari doa ini akan disangka bahwa Banu Lihyan termasuk kaum yang membunuh al-Qura di Bi’ru Ma’unah. Padahal tidak demikian, karena yang membunuh al-Qura hanya Ri’il, Dzakwan, Ushayyah, dan sahabat mereka dari kaum Banu Sulaim, sedangkan Banu Lihyan adalah yang membunuh utusan ar-Raji’. Dan berita kematian mereka (peristiwa Bi’ru Ma’unah dan ar-Raji’) sampai kepada Nabi pada waktu yang sama, lalu beliau menduakan para sahabatnya yang terbunuh di dua tempat dengan du’a yang sama.” (Bulughul Amani, juz. III, hal. 297)
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, “Dalil yang menunjukkan berdekatannya kedua peristiwa tersebut adalah hadis Anas bahwa Nabi menyatukan (penyebutan) antara Banu Lihyan dan Banu Ushayyah serta yang lainnya pada doa beliau” (Fathul Bari, VIII:132)
Di balik peristiwa itu, terdapat syariat yang ditetapkan untuk Nabi Muhammad Saw dan kaum muslimin, yaitu berdoa secara khusus dan dengan amaliah yang khusus, yaitu setelah bangkit dari ruku pada rakaat terakhir di salat wajib. Amaliah ini oleh para sahabat diistilahkan dengan qunut.
Qunut dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw dengan memperhatikan kualitas orang yang terkena musibah itu, bukan kuantitasnya, bukan karena dahsyatnya peristiwa yang terjadi, melainkan karena hilangnya sokoguru kehidupan Islam untuk masa depan.
Wafatnya kader-kader terbaik yang kuat akidahnya serta patuh terhadap Islam secara lahir batin.
Kaum muslimin kehilangan “tangan-tangan suci” untuk perjuangan suci, kehilangan “putera-putera” Islam yang layak menempati kedudukan mulia.
Bagaimanakah kehidupan masyarakat akan terselenggara dengan baik bila orang-orang seperti tidak muncul kembali? Dengan wafatnya mereka, maka hakikat Islam akan hilang dari muka Bumi.
Dengan demikian, tidak setiap musibah yang menimpa kaum muslimin layak disikapi dengan qunut, justru banyak peristiwa yang terjadi yang harus disikapi dengan introspeksi dan mencari solusi, bukan dengan qunut.
Fiqih Sirah dan Ahkam:
1. Qunut dilakukan ketika terjadi musibah besar bagi Islam, yaitu terbunuhnya orang-orang yang memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
a. Sokoguru kehidupan Islam untuk masa depan.
b. Kader-kader terbaik yang kuat akidahnya serta patuh terhadap Islam secara lahir batin
c. “Tangan-tangan suci” untuk perjuangan suci.
d. Putera-putera Islam yang layak menempati kedudukan mulia.
2. Keputusan Dewan Hisbah tahun 1992 Tentang Qunut Nazilah
1. Qunut Nazilah disyariatkan oleh Nabi Saw.
2. Qunut Nazilah adalah berdoa setelah I’tidal di rakaat terakhir setiap salat fardhu, baik berjamaah ataupun munfarid.
a. Apabila ada bahaya atau musibah yang mengancam Islam dan muslimin.
b. Mendoakan keselamatan kepada kaum muslimin dan kebinasaan kepada yang dhalim
3. Pada salat berjamaah yang sir dan jahar doa qunut tetap dibaca jahar oleh imam dan diamini oleh makmum
4. Isi doa qunut disesuaikan dengan keperluan
5. Dilakukan paling lama satu bulan.
6. Perlu dan tidaknya qunut ditetapkan oleh amir/imam
3. Bid’ah Bulan Shafar (صفر)
A. Di kalangan Kaum Jahiliyyah
1. Merubah Ketetapan Waktu
Firman Allah Swt.
إِنَّمَا النَّسِيءُ زِيَادَةٌ فِي الْكُفْرِ
“Sesungguhnya mengundur-undurkan bulan haram itu adalah menambah kekafiran.” (QS. At-Taubah: 37).
Bulan Rajab, Zulkaidah, Zulhijjah, dan Muharram adalah bulan-bulan yang dihormati dan dalam bulan-bulan tersebut tidak boleh diadakan peperangan.
Tetapi peraturan ini dilanggar oleh kabilah Arab dengan mengadakan peperangan di bulan Muharram, dan menjadikan bulan Safar sebagai bulan yang dihormati untuk mengganti bulan Muharram itu.
Meskipun bilangan bulan-bulan yang disucikan itu empat bulan juga. tetapi dengan perbuatan itu, tata tertib di Jazirah Arab menjadi kacau dan lalu lintas perdagangan terganggu.
Kerusakan lainnya adalah:
a) Merupakan perkara bid’ah, dan mereka menjadikannya sebagai agama, padahal Allah dan Rasul-Nya berlepas diri daripadanya.
b) Mereka telah mengubah agama, dengan menjadikan bulan yang haram sebagai bulan halal dan menjadikan bulan halal sebagai bulan haram.
c) Mereka memalsukan ajaran Allah dan melakukan tipuan serta helat (cari kesempatan) dalam agama Allah.
d) Kebiasaan melanggar syari’at jika terus menerus dilakukan, maka kejelekannya akan hilang dari jiwa dan akan berganti menjadi indah. Karena perbuatan itulah mereka menjadi sesat. Karena kufurnya mereka kepada hukum Allah Ta’ala. Yakni dengan menghalalkan satu bulan haram dan mengharamkan bulan yang lain sebagai gantinya. Yakni orang-orang yang dalam hatinya sudah tercelup oleh kekafiran dan sikap mendustakan, oleh karena itu setiap kali datang kepada mereka ayat Allah, mereka tidak pernah beriman.
2. Dahulu, orang-orang Arab jahiliah memiliki keyakinan yang salah terhadap bulan Shafar. Mereka menganggap bahwa bulan kedua penanggalan hijriyah tersebut adalah bulan sial dan bisa mendatangkan bencana. Sehingga pada bulan itu, mereka tidak mau melakukan aktivitas yang biasa mereka lakukan pada bulan-bulan lainnya, seperti pemikahan dan lain sebagainya.
B. Di Kalangan Umat Islam
Isyarat Nabi tentang kondisi umat Islam di akhir zaman terseret arus kaum kafir secara tidak terasa, yaitu ketika umat Islam mengambil rujukan bukan dari sumber mata air di hulu, tapi di hilir yang tak lagi jernih/sudah keruh karena terkontaminasi beragam pemikiran dan infiltrasi kaum kafir melalui hadis dhaif dan palsu, seperti dalam berkeyakinan dan amal di bulan Shafar
Sehubungan dengan bulan Shafar, Nabi Muhammad Saw mengingatkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا عَدْوَى وَلَا صَفَرَ وَلَا هَامَةَ
Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu dia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak ada 'adwa (keyakinan adanya penularan penyakit) tidak ada shafar (menganggap bulan shafar sebagai bulan haram atau keramat) dan tidak pula hammah (keyakinan jahiliyah tentang rengkarnasi)." (H.R. Al-Bukhari)
Beberapa contoh bid’ah di kalangan umat Islam seputar Shafar, misalnya:
1. Keyakinan bahwa orang yang memberitakan kedatangan bulan Shafar tak akan masuk nereka
Tersebar luas broadcast di masyarakat melalui medsos dan grup2 WA tentang kedatangan bulan Shafar, misalnya:
Tepat Jam 12 malam datangnya 1 Safar. Rasullullah Saw bersabda: “Barang siapa yang memberitahukan berita 1 Safar kepada yang lain, maka haram api Neraka baginya”.
Dan tolong baca sebentar saja, kita berzikir mengingat اَللّهُ … “Subhanallah, Walhamdulillah, Walaa ilaaha ilallah, Allahu-Akbar, Laa haula wala quwata illa billahil aliyil adzim” Sebarkan! Anda akan membuat beribu-ribu manusia berzikir kepada Allah.
آمِّيْنَ آمِّيْنَ آمِّيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ
Tanggapan:
Ucapan yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di atas telah menyebar luas ke masyarakat, dan tanpa ada keterangan apa pun dari si pembuatnya.
Dan tentunya hal ini sangat membahayakan akidah kaum muslimin dalam hal meyakini suatu ucapan yang Nabi sendiri tidak pernah sama sekali mengucapkannya.
Ketahuilah bahwa ucapan demikian bukanlah hadits, dan tidak terdapat dalam kitab kitab hadits yang muktabar sehingga haram hukumnya menisbatkannya kepada Nabi dengan mengatakan “nabi bersabda”.
Hadits palsu yang semisal dengan ucapan di atas dan telah dideteksi sebagai hadits palsu oleh para ulama besar adalah ucapan:
من بشرني بخروج صفر بشرته بالجنة
“Siapa saja yang memberitakan kabar gembira kepadaku dengan keluarnya (munculnya) (bulan) Safar niscaya aku beritakan kabar gembira kepadanya dengan masuk surga” (Kasyf al-Khafaa, II: 309, Al-Faawid Al-Majmu’ah fii Al-Ahadits Al-Mawdhu’ah, I: 438, Al-Asraar Al-Marfuu’ah fii Al-Akhbaar Al-Mawdhu’ah, I: 337)
Dan nampaknya pembuat hadits palsu di atas sebenarnya menghendaki redaksi ini, namun karena entah sebab apa akhirnya yang ia tuliskan adalah maknanya sehingga berubah menjadi “Barang Siapa Yang Memberitahukan Berita 1 Safar Kepada Yang Lain, Maka Haram Api Neraka Baginya”.
2. Keyakinan bahwa bulan Shafar bulan Sial dan Shalat Tolak Bala hari Rabu akhir Shafar (Rebo Wekasan)
Sebagian orang berkeyakinan bahwa bulan Safar bulan yang ke-2 tahun Hijriah adalah bulan sial, bulan penuh bala’, sehingga banyak pernikahan dan acara bepergian serta aktifitas lainnya digagalkan.
Hal ini berdasarkan sebuah keyakinan bahwa tiap hari Rabu terakhir dari bulan Shafar diturunkan 320.000 bala’ (bencana), sehingga hari itu termasuk hari tersulit dalam setahun.
Untuk tolak bala pada hari Rabu akhir bulan Shafar dilakukan Shalat Sunat pada waktu Dhuha sebanyak 4 rakaat dengan satu kali salam.
Dibaca pada setiap rakaat, surat Al-Fatihah, surat Al-Kautsar 17 kali, surat Al-Ikhlas 50 kali, muawidzatain sekali sekali, melakukan hal itu pada setiap rakaat dan salam.
Ketika salam dianjurkan membaca ayat:
وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Allah yang akan mengalahkan urusannya akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (QS. Yusuf:21)
Dan dibaca 360 kali, membaca Jauharatul kamal tiga kali, diakhiri dengan bacaan:
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Maha Suci Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam.” (QS. As-Shafaat: 180-182)
Khasiat ayat ini (QS. Yusuf: 21) untuk menolak bencana Rebo Wekasan. Siapa yang menunaikan shalat ini dengan cara tadi, maka Allah akan menjaga dengan kemulyaan-Nya dari semua bencana yang turun pada hari itu.
Tanggapan:
Shalawat Jauharatul Kamal adalah salah satu shalawat yang menjadi Wazhifah (tugas rutin) dalam Thariqah Tijaniyyah selain shalawat al-Fatih yang dibaca secara berjamaah ataupun dalam keadaan sendiri.
Dalam klaim mereka, redaksi shalawat Jauharatul Kamal diajarkan langsung oleh Sayyidul Wujud Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Sayyidi Syaikh al-Imam Ahmad Ibn Muhammad At-Tijany (1150-1230 H, 1737-1815 M) dalam keadaan sadar/jaga (bukan mimpi).
Shalawat dan Shalat sunah yang diyakini penolak bala Rebo Wekasan tidak ada sumbernya dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
Menurut kami, tidak ada ketetapan satu orang pun dari ulama’ salaf umat ini dan orang-orang shaleh setelahnya mengamalkan shalat sunah ini. Bahkan ia termasuk bid’ah yang munkar.
Munculnya keyakinan demikian jauh-jauh hari sudah diperingatkan oleh Rasulullah Saw:
عن أَبَي هُرَيْرَةَ رضى الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ وَفِرَّ مِنْ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنْ الْأَسَدِ. رواه البخاري و مسلم
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak ada ‘Adwa, thiyarah, hammah, Shafar dan menjauhlah dari orang yang kena penyakit kusta (lepra) sebagaimana kamu menjauh dari singa”. (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
‘Adwa artinya: keyakinan penularan penyakit dengan sendirinya tanpa kehendak dan takdir Allah Ta’ala.
Thiyarah artinya: merasa bernasib sial karena melihat burung, binatang atau apapun.
Hammah artinya: keyakinan jika burung hantu hinggap di atas rumah maka akan ada yang mati.
Shafar artinya: keyakinan bahwa bulan Shafar adalah bulan sial dan tidak menguntungkan.
Maksud dari hadis shahih di atas adalah peniadaan semua keyakinan yang menyatakan bahwa ada pengaruh buruk yang timbul tanpa kehendak dan izin dari Allah ta’ala.
3. Gerhana Bulan Shafar
Terkait hadits palsu dalam bulan Shafar. Ibnu Qoyim mengatakan, “Pasal hadits-hadits terkait tanggal di masa depan, di antaranya hadits tentang tanggal tertentu. Seperti ungkapan, kalau tahun ini dan itu, maka akan terjadi ini dan itu. Kalau bulan ini dan itu, maka akan terjadi ini dan itu.
Seperti ungkapan para pendusta lagi sombong, “Kalau bulan gerhana pada bulan Muharam, maka akan terjadi ‘harga-harga mahal, peperangan, pemerintahan sibuk.
Kalau gerhana di bulan Shafar maka akan terjadi ini dan itu. Dan para pembohong akan terus (mengatakan kebohongannya) pada semua bulan. Semua hadits dalam bab ini adalah bohong dan dibuat-buat.” (Al-Manar Al-Munif, hal. 64)
4. Memperingati kematian Husein RA dan Berziarah ke Makamnya di Karbala
Husain RA terbunuh pada peristiwa yang sangat tragis, yaitu pada 10 Muharrom tahun 61 H, disebuah tempat bernama Karbala, karenanya peristiwa ini kemudian lebih dikenal dengan peristiwa Karbala. (lihat kisah lengkapnya dalam al-Bidayah wan Nihayah Ibnu Katsir 8/172-191)
Pada bulan Muharrom, kelompok Syi'ah setiap tahunnya mengadakan upacara kesedihan dan ratapan dengan berdemontrasi ke jalan-jalan dan lapangan, memakai pakaian serba hitam untuk mengenang gugurnya Husain.
Mereka juga memukuli pipi mereka sendiri, dada dan punggung mereka, menyobek saku, menangis berteriak histeris dengan menyebut: Ya Husain. Ya Husain!!!
Kesedihan itu terus berlanjut hingga hari ke-20 bulan Shafar atau 40 hari pasca tragedi karbala yang disebut Arba’in Imam Husain
Dalam keyakinan kaum Syiah berdasarkan riwayat dari Imam Hasan al-Askari as bahwa ziarah arbain terhitung sebagai salah satu dari lima tanda-tanda orang mukmin.
Di kalangan Syiah kurang lebih terdapat 458 riwayat, yang menerangkan kewajiban menziarahi makam para imam Syi’ah.
Bahkan dari jumlah tersebut, 338 riwayat di antaranya dikhususkan mengenai kebesaran dan keutamaan serta pahala besar bagi peziarah makam Imam Husen Ra. di Karbala, misalnya:
من زار الحسين عليه السلام يوم عاشوراء حتى يظل عنده باكيًا لقي الله عز وجل يوم القيامة بثواب ألفي ألف حجة، وألفي ألف عمرة، وألفي ألف غزوة...
“Barang siapa menziarahi Husen pada hari Asyura hingga terus-menerus menangis di sisinya, niscaya ia bertemu dengan Allah pada hari kiamat dengan membawa pahala haji 2 juta kali, pahala umrah 2 juta kali, pahala perang 2 juta kali…”[1]
Kaum Syiah menyelenggarakan majelis duka untuk Husain as pada hari tersebut. Longmarch Arbain umat Syiah menuju Karbala, pada tahun-tahun terakhir berubah menjadi salah satu peringatan majlis duka terpenting dan terbesar Syiah di dunia.
Dengan penyebaran hadis dhaif dan palsu, khususnya berkenaan dengan Shafar, tanpa disadari ajaran Islam sedang dirusak keasliannya dan umat Islam sedang dijauhkan dari sumber agama yang sebenarnya dan kedaan ini tak ubahnya yang dialami oleh ajaran Nabi Musa dan Isa As yang mengalami perubahan karena perilaku Yahudi dan Nashrani yang telah menyimpang jauh dari sumber ajaran sejati.
Bandung, Ahad, 10 Shafar 1444 H / 27 Agustus 2023 M
[1] Lihat, Bihar al-Anwar, karya al-Majlisiy, 100:290; Kaamil az-Zayarat, karya al-Qummiy, hlm. 176.