Oleh Robani Rahman
Ghazi Abdullah Muttaqien (21), pemuda asal Kampung Ancol, Desa Kersamenak, Kabupaten Garut ini, merupakan sosok pemuda idaman para gadis. Beliau dilahirkan pada tanggal 19 Oktober 2001 di kota Intan, Garut.
Bagaimana tidak, dengan perawakan yang tinggi semampai yang ideal, kulit sawo matang, wajah ganteng dengan senyum yang khas, ditopang dengan intelektualitas yang mumpuni disertai akhlak yang cukup baik, Ghazi adalah contoh baik untuk kita semua. Beliau sudah sangat berprestasi di usia yang tergolong masih muda.
Mungkin tulisan ini adalah coretan atau ulasan yang keberapapuluh sekian yang menggambarkan santri kampung yang satu ini. Sudah banyak sekali yang membahas latar belakang serta sepak terjang seorang Ghazi.
Tidak berlebihan memang, saya sebagai bagian dari keluarga besar jamiyah Persatuan Islam begitu bangga memiliki pemuda yang sangat inspiratif ini. Begitupun para pembaca semua. Mungkin begitu mengidam-idamkan mempunyai calon suami atau keturunan seperti Ghazi ini.
Ghazi merupakan Mahasiswa Jurusan Hadits STAIPI PERSIS Garut. Saat ini beliau sedang mempersiapkan kuliah di Universitas Islam Madinah Arab Saudi dan insyallah akan memulai perkuliahan di bulan Maret tahun 2023 nanti.
Pada 03 Oktober 2022 kemarin kebetulan atas takdir yang baik dari Allah Swt, beliau datang berkunjung memenuhi undangan dari kami Pesantren Persatuan Islam 100 Banjarsari, untuk mengisi sebagai pembicara utama beserta Muhammad Ruhul Jadid (alumni PPI 100 yang kuliah di Mesir).
Yakni dalam acara yang diprakarsai oleh Wakil Mudir Bidang Kesantrian PPI 100, dengan tema acara "Obrolan Motivasi (OBAT)" yang dihadiri oleh sekitar lebih kurang 250-an santri Muallimien dan Tsanawiyyah beserta para asatidz di lantai 2 gedung utama Pesantren Persatuan Islam 100 Banjarsari.
Acara ini berlangsung cukup meriah dan menarik selama lebih kurang tiga jam dengan antusiasme yang luar biasa dari para santriwan dan santriwati. Bahkan banyak pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dari peserta yang menjadi bahan kepenasaran kita semua.
Misalnya bagaimana bisa anak kampung yang seorang alumni pesantren Persis 19 Garut di usia muda sudah bisa begitu berprestasi, menginspirasi khalayak dan berkeliling dunia dengan mudah lalu menjadi pembicara internasional. Begitu melimpah wawasan dan cakrawala keilmuan yang dihadirkan oleh seorang Ghazi.
Perjuangan yang Tidak Mudah
Ghazi kecil ditempa dengan sangat baik oleh kedua orang tuanya. Sejak Ghazi kecil, beliau memiliki impian yang sangat tinggi, yakni ingin menjadi pengusaha sembako yang sukses sekaligus ulama besar level Internasional.
Ayahnya, KH. Husein Zaenal Muttaqien merupakan salah satu ulama PERSIS, dan kebetulan juga adalah murid langsung dari Mudirul-A'm PPI 100 Banjarsari yakni K.H. Ade Abdurrahman, Lc.
Kyai Husen juga merupakan Dosen Tamu Ilmu Hadits di Muhammadiyah Islamic College Singapore dan rutin saban minggu pulang-pergi kesana.
Sedangkan ibunya, Hj. Nenden merupakan seorang penjual sembako yang kini memiliki tiga cabang toko kelontongan modern bernama "NH Mart Balanja Raos Harga Kahartos".
Dari kedua orang tuanya itulah, Ghazi banyak belajar tentang menjadi manusia yang bermanfaat yang memberikan dampak besar. Pesan sederhana ayahnya selalu dijadikan motivasi, "Orang yang luar biasa Itu tidak biasa melakukan sesuatu yang sudah biasa orang biasa selalu biasa lakukan.”
Maka sedari kecil, Ghazi tumbuh menjadi anak yang "out of the box". Semenjak kelas 5 SD ia sudah "dijejali" berbagai buku bertema berat seperti "Wajah Peradaban Barat", karya Ketua Umum Dewan Dakwah Islam Indonesia periode sekarang yakni Dr. Adian Husaini.
Terbayang oleh kita semua di saat anak seusianya mungkin baru dipaksa orangtuanya untuk suka membaca bacaan-bacaan ringan sebatas komik dan sebangsanya, akan tetapi Ghazi adalah pengecualian. Ia melahap buku pemikiran tersebut dengan penuh teliti dan semangat.
Beliau juga sudah terbiasa menulis sejak dini. Kemana-mana Ghazi selalu membawa alat tulis dan selalu mencatat materi apapun yang sekiranya memberikan manfaat.
Dari mulai meringkas buku sampai menulis materi-materi ceramah yang disampaikan oleh narasumber, Ghazi selalu mengutip ucapan Imam Asy Syafi’i rahimahullah yang berkata,
الْعِلْمُ صَيْدٌ وَالْكِتَابَةُ قَيْدُهُ قَيِّدْ صُيُوْدَكَ بِالْحِبَالِ الْوَاثِقَهْ
فَمِنَ الْحَمَاقَةِ أَنْ تَصِيْدَ غَزَالَةً وَتَتْرُكَهَا بَيْنَ الْخَلاَئِقِ طَالِقَهْ
Ilmu adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya
Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat
Termasuk kebodohan kalau engkau memburu kijang
Setelah itu kamu tinggalkan terlepas begitu saja.
Ghazi belajar menulis di bawah asuhan para mentor luar biasa hebatnya, di antaranya Prof. Wan Mohd Noor Wan Daud, Dr. Adian Husaini, Dr. Malki A Natsir, Dr. Tiar Anwar Bachtiar, Dr. Syamsudin Arif, Dr. Pepen Fauzan, Drs. Anwar Djaelani, hingga Prof. Dadan Wildan Anas.
Kemudian Ghazi juga menerangkan bahwa beliau sudah menyiapkan riset ilmiahnya tentang "Pandangan Syed Muhammad Naquib al-Attas Tentang Islamisasi Ilmu Kontemporer" semenjak menginjak kelas satu Tsanawiyah, dan baru selesai kelas tiga Muallimien yang menghasilkan sebuah karya tulis ilmiah berjumlah 340 halaman dengan daftar pustaka sekitar 450 judul buku serta jurnal yang bahkan menghabiskan sekitar 50 halaman untuk menuliskan referensinya saja.
Ghazi merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara. Sebagai anak pertama, Ghazi merasa memiliki tanggung jawab yang besar bagi keluarganya. Dan di samping beliau sering membantu pekerjaan rumah, beliau tidak pernah meninggalkan target belajar untuk mengasah potensinya.
Beliau mengungkapkan bagaimana cara dia bisa menyelesaikan hafalan 30 Juz hanya dalam kurun 3 bulan saja di usia yang tergolong sangat muda seperti para ulama dahulu kala, yaitu sejak usia 14 tahun.
Dia biasa mengulang-ulang ayat Al-Quran sampai 1 juz sambil berkendara dari rumah menuju Pasar Ciawitali Garut. Serta yang tak kalah inspiratif lagi adalah berhasilnya beliau dalam menghafal kitab Fiqh Bulughul Maram karangan Ibnu Hajar Al Asqalani di usia 15 tahun.
Hobi Ghazi yaitu:membaca, menulis, berdiskusi, bahkan berdagang sembako. Ada kisah yang unik dengan kegiatan niaganya, yaitu beliau bisa melakukan aktivitas pembelajaran dari mulai membaca, menghafal bahkan sambil menulis karangan ilmiah beliau lakukan sambil menjalankan aktivitasnya sebagai pebisnis.
Beliau bisa melakukan beberapa pekerjaan sekaligus melayani para pembeli, menakar tepung dan minyak sambil diselingi membaca atau menulis di laptopnya. Hingga kini, Ghazi selalu berusaha menyempatkan untuk membaca buku sebanyak 100 halaman perhari sebagai target idealnya.
Ghazi mengakui bahwa dirinya bisa ke luar negeri karena dimudahkan Allah swt, dengan wasilah dari hobinya membaca buku, menulis dan berorganisasi. Beliau berpesan bahwa Islam sarat dengan budaya ilmu.
Perintah Allah Swt dalam ayat pertama yang turun kepada nabi Muhammad Saw tentang perintah membaca itu adalah anugerah untuk kita semua sebagai umat Islam. Ditambah bahwa ayat terpanjang dalam Al-Quran yaitu al-Baqarah ayat 282 yang juga sumber inspirasinya berbicara tentang pentingnya menulis.
Akibat dari banyak belajar membaca itulah dirinya bisa produktif menulis karya-karya ilmiah kemudian bisa menyodorkan gagasan keislaman di depan para tokoh dan lembaga-lembaga dunia. Negara yang pernah ia kunjungi antara lain Malaysia, Thailand, Turki, Mesir, Jerman, Swiss, Republik Ceko dan Perancis. Selain Bahasa Arab dan Inggris, Ghazi juga sedang terus menerus mempelajari bahasa Perancis, Jerman, Spanyol, Belanda hingga bahasa Jepang.
Ujian Hati yang Hakiki
Kesempatan untuk bisa mengikuti konferensi tingkat dunia adalah pengalaman yang sangat berharga. Kesan berharga yang Ghazi dapat yaitu ketika ia bisa menyampaikan gagasan atau ide di tengah masyarakat Internasional.
Ia menyampaikan nilai-nilai dan cita-cita Islam serta mengenalkan Indonesia sebagai negara mayoritas Islam terbesar yang memiliki kekayaan yang beragam kepada dunia.
Konferensi yang ia ikuti biasanya dalam bidang studi-studi keislaman (islamic studies), kepemudaan, sejarah, isu lingkungan, hubungan Internasional, konferensi tentang pembangunan berkelanjutan (SDGs), ke-Palestina-an, dan sebagainya.
Beberapa penghargaan yang pernah diraihnya antara lain, Duta Perdamaian (Youth Muslim Peace Ambassador) yang diberikan saat World Muslim Conference 2019 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Meraih Jamiyyah Award "Duta Internasional PERSIS" pada Muktamar Pemuda PERSIS. Meraih Double Winner, yaitu Juara 1 Peserta Terbaik dan Juara 2 Karya Tulis Terbaik dalam Seminar dan Workshop Madrasah Digital dan Kedutaan Besar Amerika Serikat Jakarta tahun 2019. Serta beberapa kali sempat menjuarai perlombahan hafalan Al-Quran (MTQ).
Selain itu, saat baru lulus SMA, Ia mendapatkan tawaran atau rekomendasi dari INHART IIUM dan Studect International untuk melanjutkan studi ke program Master atau doktoral di Institut of Halal Research and Training Centre Internasional Islamic University Malaysia (INHART IIUM). Serta diterima juga studi di Ibn Haldun University Turkey dan Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM).
Saat berusia 17 tahun, Ghazi telah dua kali mewakili Indonesia sebagai delegasi termuda dalam konferensi dan kongres Internasional, yaitu World Muslim Conference 2019 di Malaysia dan Future Leader Congress 2019 di Thailand.
Ghazi juga tercatat sebagai salah satu inisiator penulis Piagam Lingkungan Internasional "World Youth Charter" di Université de Genéve dan Markas PBB Jenewa Swiss tahun 2022.
Ghazi pernah diundang mengikuti International Islamic Conference and Graduation Ceremony for Comparative Religion Students of MIRD The Gambia. Serta sebagai tamu kehormatan atas undangan Syekh Kawsu Sanneh, President of Movement for Islamic Research and Dakwah di Afrika Barat.
Lalu, delegasi di Internasional Muslim Intellectual Forum (IMIF) di Istanbul Turki 2020, Pembicara termuda dalam RFP-ICYF Interfaith Symposium 2021 Amerika dan masih banyak lagi.
Ghazi menyampaikan ketika menghadiri pertemuan International Muslim Intellectual Forum 2020 Turkey, beliau sempat diwawancarai oleh Jurnalis asal Maroko, Miss Ihssane Benallouch dan sempat viral di Eropa dan Timur Tengah.
Selain ikut konferensi untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman, Ghazi menggunakan kesempatan itu untuk mempromosikan beberapa makanan khas Indonesia seperti Bajigur dan Dodol Garut.
Selama pandemi pun, Ghazi mempunyai jadwal untuk mengisi Webinar di beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Jepang.
Dari pencapain Ghazi selama ini, tujuan utamanya tidak lain adalah untuk mendapat ridho Allah SWT melalui berdakwah Al-Qur’an dan As Sunnah. Dakwah menyampaikan ajaran islam yang rahmatan lil-aalamiin ke seluruh pelosok dunia. Mengutip Mohammad Natsir, Prinsip Ghazi tegas, "lillah (karena Allah) dasar usaha kita, ilallaah (menuju Allah) arah tujuan kita".
Ghazi punya cita-cita ingin membuktikan kepada dunia bahwa meskipun beliau orang kampung, seorang santri kampung pun bisa memiliki daya saing global di tingkat Internasional. Beliau telah membuktikan kepada dunia bahwa orang Indonesia terkhusus Garut bisa Go-International.
Begitu juga kepada para santri PPI 100 Banjarsari, beliau berpesan dan berharap ada yang bisa go international juga dari sebuah desa bernama Banjarsari. Mudah-mudahan saja.
Kepada seluruh generasi muda PERSIS khususnya santriwan-santriwati PPI 100 Banjarsari, Ghazi menyerukan agar belajar dengan sungguh-sungguh dan memanfaatkan kesempatan sebagai anak muda dengan sebaik mungkin. Lakukan hal-hal luar biasa dari mulai sekarang, maka insyaa Allah akan lahir sesuatu yang luar biasa pula.
Tips Sukses dari Ghazi
Ketika pertama kali ditanya apa yang menjadi dasar atau modal utama kenapa Ghazi bisa sampai titik sekarang, beliau menuturkan bahwa setidaknya ada 3 pedoman nasehat yang secara sederhana ibunya berikan akan tetapi bila dilakukan dengan sungguh-sungguh serta konsisten yang justru bisa menghasilkan hal yang luar biasa hebatnya.
Pertama, tidak boleh punya Handphone sebelum hafidz 30 juz. Maka beliau pun secara istiqomah menjalankan nasehat ibunya itu. Walaupun beliau berhasil mengahfal 30 Juz di usia 14 tahun, akan tetapi Ghazi berkata bahwa dia baru memegang hp disaat sudah lulus Muallimien.
Pada waktu itu Ia kurang minat bahkan tidak tahu apa yang disebut Facebook, IG atau Twitter. Beliau baru belajar gawai-gawai justru ketika sudah lulus tingkat sekolah menengah atas.
Kedua, jangan punya pacar apalagi pacaran. Ini juga tak kalah pentingnya beliau sampaikan sebagai motivasi kepada para santri. Dengan tidak ada aktifitas pacaran yang justru banyak menyita waktu yang kurang bermanfaat bahkan cenderung menambah dosa maksiat, maka Ghazi sangat memegang teguh pendiriannya ini.
Ketiga, harus selektif memilih teman. Ibarat pepatah lama yang berpesan "punya teman tukang parfum akan tertular harumnya, begitupun teman tukang pandai besi akan terbagi baunya".
Teman apalagi sahabat dekat akan memberikan efek yang cukup signifikan dalam keberlangsungan mewujudkan cita-cita hidup. Maka Ghazi berpesan pintar-pintarlah memilih teman yang baik.
Terakhir Ghazi berpesan tiga hal yang jadi ritual atau kebiasaan yang juga sederhana tapi penting yang selalu dilaksanakan sampai sekarang adalah memperbanyak istigfar, menjalankan shalat Dhuha, serta berbakti kepada orangtua.
Wallahu A'lam..
[]
Editor: Fia Afifah