Allah Ta’ala menyebutkan langsung sebanyak dua kali (QS. Al Baqarah ayat 183 dan 187) tujuan disyariatkannya shaum itu, yaitu agar kita senantiasa bertaqwa. Ada dua buah kitab di antara ratusan kitab yang menarik penulis terkait dengan taqwa. Yang pertama kitab yang berjudul “At Taqwa : Alghoyah Al Mansyudah wa Al Dzurroh Al Mafqudah, karya Ahmad Farid.
Alghoyah berarti penghabisan, maksimum, batas, akhir, maksud, tujuan. Al Mansyudah berarti yang dicari, ditelusuri. Al Dzurroh berarti mutiara, Al Mafqudah yang dihilangkan, yang dilenyapkan, atau isim mafúl bermakna fail yaitu yang hilang.
Kitab yang berisi 116 halaman ini seakan penulisnya ingin memberi gambaran bahwa taqwa adalah suatu barang langka yang berada di puncak gunung yang menuntut kita untuk menelusuri, menapakinya selangkah demi selangkah yang akhirnya kita mencapainya. Atau bagaikan mutiara yang hilang yang berada di dasar lautan untuk diselami sehingga kita menemukannya.
Satu lagi kitab yang berjudul At Taqwa fi Al Qur’an Al Karim, karya Muhammad Dabisy. Karya ilmiah setebal 497 halaman ini mengupas tuntas masalah taqwa dalam Al Qur’an. Hal itu menunjukkan betapa luasnya ilmu Al-Qur’an, padahal Al-Qur’an itu sendiri secara keseluruhan ayat dan kalimat-kalimatnya setebal kurang lebih 500 halaman.
Taqwa adalah isim masdar yang diambil dari kata وقى - يقي – وقا ية yang artinya menjaga, memelihara dan melindungi.
والتَّقْوَى جعل النّفس في وِقَايَةٍ مما يخاف، ثمّ يسمّى الخوف تارة تَقْوًى، وصار التَّقْوَى في تعارف الشّرع حفظ النّفس عمّا يؤثم، وذلك بترك المحظور
Taqwa yaitu menjadikan diri untuk melindungi dari apa yang dia takuti, kemudian takut juga kadang digunakan dengan kata taqwa, dan jadilah taqwa menurut ta’rif syara yaitu menjaga diri dari apa-apa yang menimbulkan dosa, dengan cara meninggalkan yang dilarang. (Raghib Al-Asfahani, Mufradat fi ghoribil qur'an (Libanon: Daarul Qalam, 1412) Juz 21, hal. 881).
Ahli Taqwa mereka adalah pemilik dunia ini sebagaimana mereka adalah pemilik akhirat. Mereka adalah pemilik kebahagiaan hakiki dan kemuliaan yang agung di dunia dan akhirat, sebagaimana Firman Allah Ta’ala dalam surah Thoha ayat 132 dan surah Azuhruf ayat 35:
وَٱلۡعَٰقِبَةُ لِلتَّقۡوَىٰ
Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.
وَٱلۡأٓخِرَةُ عِندَ رَبِّكَ لِلۡمُتَّقِينَ
Dan kehidupan akhirat itu di sisi Tuhanmu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.
Kalimat taqwa dengan segala derivasinya dalam Al Qur’an disebut 258 kali. Lafal At Taqwa itu sendiri dalam Al-Qur’an disebut 15 kali dan tidak diartikan. Perintah untuk bertaqwa dengan segala ragam kalimat dan objeknya disebut 85 kali dengan berbagai arti yaitu bertakwalah, jagalah, takutlah, peliharalah.
Kalimat taqwa dengan menggunakan bentuk kata lampau (fi’il madhi) terdapat pada 19 tempat dengan arti orang-orang yang bertaqwa. 8 ayat diturunkan di Mekah, 11 ayat diturunkan di Madinah. Misal ayat yang diturunkan di Mekah adalah :
إِنَّ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوۡاْ إِذَا مَسَّهُمۡ طَٰٓئِفٞ مِّنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ تَذَكَّرُواْ فَإِذَا هُم مُّبۡصِرُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. (Al A’raf: 201).
Mencermati penggunaan dengan bentuk kata lampau (اتقوا) baik makiyyah maupun madaniyah mengandung gaya bahasa yang indah sebagai berikut :
1. Menyebut pahala taqwa dan umumnya pada ayat-ayat yang menyebut pahala ukhrawy, sama saja dengan menyebut selamat dari api neraka atau mendapat janji surga dan sifat-sifatnya, atau dengan menyebut kampung akhirat bahwasanya itu adalah kampung bagi orang-orang taqwa.
2. Hubungan antara penyebutan taqwa dengan bentuk lampau disertai dengan menyebut akibat dan konsekuensinya bahwasanya ia setelah selesai menjalankan ketaqwaan dan menyempurnakannya maka ia ada pada pahalanya itu.
3. Menyebut dengan kata lampau (telah) dimaksud adalah memang seolah-olah itu telah terjadi.
4. Penggunaan lau sebelum kata taqwa bentuk lampau yang hanya satu kali dalam surat makiyyah karena untuk seluruh manusia, dan dua kali dalam surat madaniyah untuk ahli kitab saja itu sangat relevan.
5. Memusatkan perhatian atas pahala ukhrawy dalam ayat makiyah, diarahkan pada :
a. Memusatkan perhatian atas iman pada hari akhir yang merupakan salah satu pondasi tauhid.
b. Membawa kepada keimanan dengan menyebut surga dan neraka menjadi relevan dengan permulaan dakwah.
c. Bahwa Rasulullah saw tidak memiliki bagi mereka penduduk Mekah apa yang ia janjikan terkait urusan dunia sehingga mereka iman kepada Allah saja dengan menjanjikan pahala di akhirat bukan yang segera di dunia.
6. Kaitan antara ahli taqwa dan kaum kafir baik bentuk maupun akibatnya hal itu sebagai pendekatan pada setiap ayat makiyyah, misal :
۞مَّثَلُ ٱلۡجَنَّةِ ٱلَّتِي وُعِدَ ٱلۡمُتَّقُونَۖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُۖ أُكُلُهَا دَآئِمٞ وَظِلُّهَاۚ تِلۡكَ عُقۡبَى ٱلَّذِينَ ٱتَّقَواْۚ وَّعُقۡبَى ٱلۡكَٰفِرِينَ ٱلنَّارُ
Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tak henti-henti sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa, sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka. (Ar Ra’d : 35)
Menggunakan fiíl mudhore (kata kerja sedang atau akan melakukan) terdapat pada 11 ayat yang pada umumnya diawali dengan jumlah syartiyah. Semuanya Madaniyyah kecuali yang terdapat dalam surat Al-A’raf ayat 63.
أَوَعَجِبۡتُمۡ أَن جَآءَكُمۡ ذِكۡرٞ مِّن رَّبِّكُمۡ عَلَىٰ رَجُلٖ مِّنكُمۡ لِيُنذِرَكُمۡ وَلِتَتَّقُواْ وَلَعَلَّكُمۡ تُرۡحَمُونَ
Dan apakah kamu (tidak percaya) dan heran bahwa datang kepada kamu peringatan dari Tuhanmu dengan perantaraan seorang laki-laki dari golonganmu agar dia memberi peringatan kepadamu dan mudah-mudahan kamu bertakwa dan supaya kamu mendapat rahmat?
Dan pada umumnya berisi seputar iman, amal shaleh yang relevan dengan fase Madaniyyah. Begitu juga menggunakan uslub syarat untuk mendapatkan jawaban atau hasil apabila syarat terpenuhi. Diantara keistimewaannya adalah akibat taqwa (akan didapat) ketika syarat terpenuhi. Maka itu menjadi motivasi atau dorongan yang kuat supaya kita mendapatkan hasil yang besar itu.
Diantara contoh ayat Madaniyyah dengan menggunakan uslub kata akan datang ini ialah sebagai berikut :
إِن تَمۡسَسۡكُمۡ حَسَنَةٞ تَسُؤۡهُمۡ وَإِن تُصِبۡكُمۡ سَيِّئَةٞ يَفۡرَحُواْ بِهَاۖ وَإِن تَصۡبِرُواْ وَتَتَّقُواْ لَا يَضُرُّكُمۡ كَيۡدُهُمۡ شَيًۡٔاۗ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا يَعۡمَلُونَ مُحِيطٞ
Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, tetapi Jika kamu mendapat bencana, mereka bergembira karenanya. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan. (QS. Ali Imron : 120)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن تَتَّقُواْ ٱللَّهَ يَجۡعَل لَّكُمۡ فُرۡقَانٗا وَيُكَفِّرۡ عَنكُمۡ سَيِّئَاتِكُمۡ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡۗ وَٱللَّهُ ذُو ٱلۡفَضۡلِ ٱلۡعَظِيمِ
Hai orang-orang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (QS. Al Anfal: 29)
إِنَّمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا لَعِبٞ وَلَهۡوٞۚ وَإِن تُؤۡمِنُواْ وَتَتَّقُواْ يُؤۡتِكُمۡ أُجُورَكُمۡ وَلَا يَسَۡٔلۡكُمۡ أَمۡوَٰلَكُمۡ
Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. Dan jika kamu beriman dan bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta harta-hartamu. (QS. Muhammad : 36)
Kalimat taqwa dengan menggunakan fi’il mudhore yang tidak disertai dengan huruf syarat terdapat dalam 19 ayat, 14 ayat Makiyyah sisanya Madaniyyah. Menggunakan uslub ini mengandung makna tarajjy (harapan). Dalam uslub ini bahwasanya ibadah itu adalah sebab taqwa atau diharapkan seperti itu.
Contoh ayat Madaniyyah yang menggunakan uslub ini adalah :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعۡبُدُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُمۡ وَٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa (QS. Albaqarah: 21)
Adapun pada fase Makiyyah, penggunaan uslub itu mempunyai keistimewaan tersendiri yaitu :
1. Bahwa taqwa adalah dakwah para Rasul, dan taqwa menjadi tuntutan dengan memakai lafal الا تتقون)), sebab permulaan dakwah para Rasul itu ialah mengesakan Allah. Oleh sebab itu, kita mendapati para Rasul semuanya sefakat untuk mendakwahi manusia kepadanya baik dengan makna iman maupun dengan makna takut.
2. Bahwa taqwa dituntut setelah penetapan dalil-dalil tauhid yang para Rasul menggiring kaumnya kearah itu sebagai bukti bahwa hanya Allah sebagai Tuhan Pencipta dan Pemberi rezeki yang menghendaki pengesaan dalam tauhid dan ibadah. Di antara ayatnya adalah :
۞وَإِلَىٰ عَادٍ أَخَاهُمۡ هُودٗاۚ قَالَ يَٰقَوۡمِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرُهُۥٓۚ أَفَلَا تَتَّقُونَ
Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum 'Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?" (QS. Al A’raf : 65).
قُلۡ مَن يَرۡزُقُكُم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ أَمَّن يَمۡلِكُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰرَ وَمَن يُخۡرِجُ ٱلۡحَيَّ مِنَ ٱلۡمَيِّتِ وَيُخۡرِجُ ٱلۡمَيِّتَ مِنَ ٱلۡحَيِّ وَمَن يُدَبِّرُ ٱلۡأَمۡرَۚ فَسَيَقُولُونَ ٱللَّهُۚ فَقُلۡ أَفَلَا تَتَّقُونَ
Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah "Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?" (QS. Yunus: 31)
***
Penulis: Ust. H. Deni Solehudin, M.SI (Sekretaris Bidang Dakwah PP PERSIS)