Bandung – persis.or.id, Perjalanan Pusat Zakat Umat (PZU) Pusat selama di Bangladesh untuk membantu dan mendistribusikan bantuan kepada para pengungsi Muslim Rohingya, memberi makna yang mendalam.
Camp pengungsian Muslim Rohingya yang dikunjungi oleh PZU Pusat terletak di Cox's Bazar – Bangladesh.
“Alhamdulillah, empat harif full selama di pengungsian”, ujar Angga Nugraha S Kom., Direktur Eksekutif PZU.
PZU Pusat mendistribusikan bantuan langsung selama di camp tersebut, full selama 1 minggu penuh.
Saat menginjak hari pertama di Camp, pihak PZU langsung berkomunikasi dengan LAZ LAZ Indonesia yang ada disana plus berkomunikasi dengan mitra lokal (panitia pengurus para pengungsi).
PZU Pusat juga mengunjungi 3 titik di camp blok C dan Blok A. Berdasar pantauan lapangan PZU Pusat, kondisi tempat tinggal para saudara Muslim Rohingya disana sangat kurang layak.
“Kondisinya menyayat hati, meski ini sementara, kondisi disini dibandingkan dengan kandang sapi atau kandang domba masih lebih bagus dengan kandang sapi atau domba yang ada disana”, lirih Angga.
Angga juga menggambarkan kondisi shelter (tempat tinggal sementara) tersebut hanya dianyam dengan bambu dan dindingnya dibalut dengan plastik kresek hitam atapnya pun sama menggunakan plastik sisa sampah.
Selain itu MCK dibuat seperti yang di Indonesia tapi seperti yang ada dipinggir kali dianyam dengan bambu dan dilapisi plastik bekas sampah.
“Kalau melihat kondisi sanitasi tersebut, dari segi kesehatan sangat tidak layak untuk para pengungsi itu, betapa mirisnya hati ini, lantainya pun masih tanah dialasi dengan tikar.”, lanjutnya.
Angga menceritakan bahwa tim kesehatan Indonesia gabungan AKIM, terus datang dan bergantian untuk mensuplay tenaga ahli kesehatan.
“Hanya saja tim medis dibatasi waktunya oleh mitra lokal, pemeriksaaan kesehatan itu dari jam 11.00 sampai 14.00 waktu Bangladesh”, ujar Angga.
Angga lanjut menceritakan kondisi sehari-hari para Pengungsi, yang dilarang oleh pihak Pemerintah untuk bergerak mencari nafkah.
“Kondisi mereka tidak bisa mencari nafkah karena memang ada larangan dari pemerintah Bangladesh untuk para pengungsi mencari nafkah karena status mereka adalah pengungsi”, Angga menjelaskan.
Para pengungsi itu makan dengan menunggu bantuan dari para donatur dari seluruh dunia.
“Disini kita melihat bahwa rezeki itu sudah Allah yang mengatur, mereka dari awal disini sampai sekarang belum pernah tidak makan. Bantuan-bantuan dari seluruh dunia termasuk Indonesi terus mengalir”, papar Angga.
Kesulitan untuk mendistribusikan bantuan dari para donatur, menurut Angga, tidak mengalami kesulitan atau pihak pemerintah Bangladesh sendiri tidak mempersulit cuma ada beberapa aturan-aturan yang diberlakukan oleh panitia lokal.
“Sangat beralasan sekali pemerintah Bangladesh melakukan aturan-aturan itu karena kondisi masyarakat Bangladesh sendiri saja sudah sulit karena Bangladesh sendiri negara miskin”, terang Angga.
Kondisi pengungsi Rohingya dengan masyrakat setempat, dinilai Angga, tidak jauh berbeda. Dari kondisi tempat tinggal dan kondisis lainnya.
“Dengan kata lain, kesulitan ditimpa kesulitan”, ujarnya.
Angga pun memandang, aturan-aturan dibuat sebenarnya untuk menjaga stabilitas negara Bangladesh itu sendiri. Bukan pemerintah Bangladesh tidak perduli dengan para pengungsi tetapi kita pun harus tau kondisi Bangladesh itu sendiri.
Kondisi para pengungsi Muslim Rohingya masih belum bisa diprediksi kelanjutannya bagaimana?
“Mereka sudah diberi lahan tempat tinggal di Bangladsh saja sudah sangat harus bersyukur, karena masih ada yang menampung, mereka diberi keluasaan untuk hidup di Bangladesh ini menjadi poin bagi para pengungsi”, terang Angga.
Jumlah pengungsi Rohingya yang ada di Cox Bazar sekitar ada 1.2 juta jiwa.
Kenangan yang paling berkesan bagi PZU Pusat adalah ketika pertama melihat kondisi para pengungsi?
“Mereka dengan tegar dan sabar menjalani ujian ini untuk memegang teguh ajaran Islam ini menjadi poin penting bagi saya pribadi, mereka saja bisa mempertahankan aqidahnya dan berani hidup dengan berbagai tekanan hidup juga kemiskinan, hidup dengan segala kekurangan dan keterbatasan, makan atau tidakpun mereka tidak tau, terkhususnya mereka bisa hidup, bisa menjalankan ajaran Islam, aqidah mereka sangat kuat mereka tidak mau pindah agama ini menjadi poin yang amat luar biasa bagi saya”, ungkapnya.
Angga balik bertanya, kenapa kita yang hidupnya serba cukup, serba ada ini tidak bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah, sementara pengungsi Rohingya dengan segala kekurangan aqidah mereka begitu kuat.
“Kita wajib bersyukur”, pungkasnya. (HL/TG)