Jakarta, persis.or.id- Kepala Bidang Penerangan Agama Islam dan Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi DKI Jakarta, H.M Yunus Hasyim, didaulat mengisi materi pada acara Musyawarah Kerja Wilayah I Pimpinan Wilayah Persatuan Islam (PW PERSIS) DKI Jakarta, di Hotel Balairung, Matraman, Jakarta, Sabtu (14/10/2023).
Dalam pemaparannya, H.M Yunus Hasyim yang akrab disapa Gus Yunus, menyampaikan peran ormas Islam pada pemilu tahun 2024 harus bisa merajut harmonisasi merawat toleransi.
Pada pemilu 2019 lalu, kata dia, Indonesia telah memiliki pengalaman buruk. “Belajar dari pemilu saat itu, isu politisasi agama pada akhirnya membuat masyarakat terpecah menjadi dua. Dengan sebutan cebong dan kampret,” ungkap Gus Yunus.
Oleh karena itu, menurutnya saat ini semua pihak harus mengantisipasi politisasi agama. Dengan menjadikan agama sebagai media, sarana dan instrumen untuk mencapai tujuan politik pragmatis.
“Bahaya laten dari politisasi agama polarisasi masyarakat dan potensi terpecah belah seperti Pemilu 2019,” tambah Gus Yunus.
Menurutnya, yang diperlukan saat ini adalah penguatan relasi sosial. Bhinneka Tunggal Ika menjadi semboyan yang sejak awal pendirian republik menjadi nafas pembangunan bangsa.
Dengan pegangan inilah menurutnya, arah pembangunan bangsa perlu memperhatikan kekhasan dan perbedaan yang ada.
“Pun demikian, dalam pola relasi sosial telah tercipta kesadaran untuk saling menghormati, menghargai, dan tolong menolong di antara elemen bangsa yang berbeda,” tambahnya.
Di hadapan para peserta Muskerwil, Gus Yunus menambahkan, dengan semangat inilah yang kemudian mampu menjaga Indonesia tetap berdiri tegak dari Sabang sampai Merauke.
Meski demikian, perjalanan mempertahankan Indonesia yang multikultural tidak pernah sepi dari riak dan gelombang. Berbagai kasus intoleransi sering mewarnai perjalanan bangsa.
“Namun, dengan kedewasaan bersikap dan kesadaran untuk terus hidup bersama dalam harmoni membuat riak-riak itu relatif bisa diselesaikan dengan baik,” imbuh Gus Yunus.
Ia menilai, semua ini bisa dicegah dengan moderesasi agama. Politisasi agama bukanlah hal yang elok untuk negara yang beraneka ragam seperti Indonesia.
Karenanya, hal itu seharusnya bisa dicegah agar tidak menimbulkan perpecahan atau friksi di masyarakat. Kehidupan keagamaan harus berpedoman kepada ajaran keagamaan yang sejuk, ramah, serta mengedepankan toleransi, bukan yang bersifat tertutup dan eksklusif.
Hal lain yang bisa mencegah politisasi agama agar pemiluPberjalan aman, nyaman dan lancar menurutnya adalah, pemerintah wajib memberikan dukungan penuh kepada penyelenggara untuk menjamin suksesnya pelaksanaan tahapan-tahapan Pemilu sesuai ketentuan yang berlaku.
Demikian seperti dukutip dari amanah Pasal 434 UU No.7 tahun 2017 tentang pemilihan umum. “Sehingga sinergis dan kolaborasi bersama perlu diselenggarakan secara menyeluruh antar pihak, dengan tinjauan dari berbagai aspek baik itu dari aspek keamanan dan aspek lainnya,” katanya.
Semua ini untuk mewujudkan berjalannya pemilu aman, nyaman dan lancar. Tugas dan tujuan bersama adalah komitmen kita bersama dalam menjaga ketertiban, keamanan dan kerukunan umat beragama khususnya di DKI Jakarta.
Selanjutnya, semangat presisi prediktif yang fathonah, responsibilitas yang amanah dan transparansi berkeadilan yang shidddiq dan tabligh kiranya dapat dimplementasikan secara optimal. “Sehingga kita dapat merajut harmonisasi dan merawat toleransi dengan ukhwah dalam bingkai Pancasila,” tandasnya.
Gus Yunus pun mengutip apa yang disampaikan Presiden RI ke-4 K.H. Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur, “Yang Lebih Penting dari Politik adalah Kemanusiaan. Boleh jadi kita tidak bersaudara dalam keimanan, tetapi kita bersaudara dalam kemanusiaan dan kebangsaan,” tutup Gus Yunus. (/HL)
[]
Editor: Fia Afifah