Fenomena Kemacetan di beberapa kota-kota besar seperti Jakarta dan Bandung sudah menjadi hal yang biasa ditemukan hampir setiap harinya. Mungkin untuk kemacetan dibeberapa daerah lain terjadi hanya pada momen-momen tertentu seperti pada hari raya Idul Fitri, Idul Adha, Tahun Baru, atau Libur Panjang.
Adanya kemacetan dibeberapa daerah yang hampir tiap hari ditemukan tidak terlepas dari faktor meningkatnya jumlah kendaraan disertai dengan meningkatnya jumlah penduduk. Contoh Di Daerah DKI Jakarta, Pada tahun 2014 berdasarkan Data BPS, penduduk Jakarta berjumlah 10.075.310. Jumlah ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumya ( Lihat jakarta.bps.go.id ).
Pada saat yang sama tahun 2014 jumlah kendaraan bermotor mengalami peningkatan. Dari jumlah 16.072.869 pada tahun 2013 menjadi 17.523.967 pada tahun 2014 ( Lihat jakarta.bps.go.id ). Data sederhana diatas menunjukan adanya kolerasi antara peningkatan jumlah penduduk dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta.
Peningkatan jumlah kendaraan bermotor lebih signifikan dibanding dengan peningkatan jumlah penduduk. Dengan selisih 7 juta, artinya satu orang penduduk Jakarta bisa memiliki lebih dari satu kendaraan bermotor. Tentunya hal ini sangat berpengaruh besar terhadap kemacetan yang terjadi di Ibu Kota.
Hal diatas merupakan gambaran kecil dalam skala lokal bagaimana peningkatan jumlah penduduk berbanding lurus dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang berimplikasi kepada kemacetan yang tidak kunjung beres di ibu kota.
Dalam skala Nasional Data terkait jumlah kendaraan bermotor menurut Kepala Korps Polisi Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol Agung Budi Maryoto, populasi kendaraan yang ada di seluruh bagian Nusantara mencapai 124.348.224 unit. Data itu didapat dari pendaftaran registrasi kendaraan terhitung sampai Juli 2016.( kompas.com/2016/08/20 ).
Melonjaknya jumlah kendaraan bermotor baik diskala lokal ataupun nasional tidak hanya berimplikasi kepada kemacetan akan tetapi berpotensi menimbulkan berbagai ancaman. Apabila bila dilihat secara kasat mata seolah-seolah dengan melonjaknya jumlah kendaraan mengindikasikan adanya pengikisan kemiskinan.
Mengutip pendapatnya M.Jusuf Kala “ jumlah kendaraan yang meningkat dan beberapa fenomena kemacetan itu artinya masyarakat indoneisa secara ekonomi ada peningkatan sehingga mampu untuk membeli.” Mungkin pernyataan JK hanyaah guyonan semata karena pada realitanya jumlah kemiskinan tidak mengalami penurunan, alih-alih menurun yang ada semakin meningkat.
Fenomone kesenjangan antara yang kaya dan miskin begitu Nampak dimata kita. Apalagi berbicara konteks Ibu kota, rasanya tidak akan sulit untuk menemukan berbagai fenomena kesenjangan. Maka dari itu tidak masuk akal apabila meningkatnya jumlah kendaraan berbarengan dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi.
Oleh kerena itu wajar apabila banyak orang yang bertanya, apa yang menjadi sebab kendaraan bermotor mengalami peningkatan yang sangat signifikan ?Pergeseran Paradigma
Meningkat pesatnya jumlah kendaraan bermotor menandakan keberhasilan ekspansi Ekonomi Global. Terutaman negara-negara yang memproduksi kendaraan. Kita sudah menjadi negara yang diterkam dan diikat oleh perbudakan ekonomi global. Sehingga untuk merangkak menjadi negara mandiripun kita susah karena berbagai tekanan dan ketergantungan.
Semua bermula dari pergeseran paradigma, mengutip pendapat Ali Syariati Dalam Bukunya Ideologi Kaum Intelektual beliau mecontohkan “ tingkat produksi di Europa amatlah meningkat sehingga masyarakat europa tidak mampu lagi mejadi konsumen atas produk-produknya dengan itu Europa harus menambah lahan pemasaran atas produknya dengan cara menigrimkan para intelektualnya kenegara-negara asia, merubah cara berpikirnya, yang berujung kepada penerimaan produk-produknya “
Intinya Ali-syariati ingin menegaskan bahwa ekspansi Ekonomi diawali dari pergeseran paradigma yang dilakukan oleh para intelektual-intelektual barat sehingga produk europa bisa masuk dan diterima dinegara-negara asia. Kepentingan akirnya kembali kepada Ekonomi.
Begitulah cara logika ekonomi bekerja, demi memuluskan pemasaran apapun akan diperbuat termasuk membeli idealisme para peneliti dan para ilmuan. Membayar mereka tidak seberapa dengan besaran keuntungan yang nantinya akan diperoleh.
Sikap Konsumerisme
Sikap konsumerisme yang menjangkit penduduk bangsa menjadi sebab meningkatnya jumlah kendaraan. Posisi yang kita pasif, hanya menjadi objek produsen tanpa mampu memproduksi. Untuk mulai memproduksi dan memasarkan produk lokalpun timbul berbagai halangan dan kecaman yang pada akhirnya produk local harus mengalah kepada produk global.
Sikap komsumerisme merupakan kelanjutan dari pergeseran paradigma. Sikap inilah yang mendorong manusia untuk selalu tidak puas akan satu produk, terus mengkosumsi produk-produk yang muncul sesudahnya. Sikap inilah yang nantinya mengarah kepada prilaku hedonisme.
Selian itu, sikap konsumerisme terkadang membuat orang tidak bisa menempatkan kebutuhannya, yang seharusnya menjadi primer diposisikan dalam kebutuhan sekunder ataupun sebaliknya. Hal-hal seperti itulah yang nantinya menjadi acaman tidak hanya untuk dirinya tapi juga untuk bangsanya.
Kiranya kedua hal diatas secara fundamental cukup mewakili dari sebab terjadi peningkatan yang signifikan terhadap jumlah kendaraan bermotor. Lama kelamanaan kalau jumlah peningkatan kendaraan bermotor tidak diawasi dan dibatasi secera tegas, serta tidak dibarengi dengan meningginya tingkat produktifitas, maka ini akan menimbulkan bom waktu untuk negeri kita.
soal kemacetan hanyalah segelintir dari akibat, dan akibat-akibat yang lain akan muncul sesudahnya, termasuk kebebasan memproduksi dan kemerdekaan berekonomi. Kalau tidak diantisipasi sejak dini janganlah bermimpi untuk menjadi negara yang berdikari diatas ikat pinggang korporasi.
***
Penulis: Ilham Nur Hidayatullah (Senator Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta)