Jakarta, persis.or.id - Sabtu, (22/10/2022), Pimpinan Pusat (PP) Persatuan Islam (PERSIS) menghadiri undangan Lembaga Dakwah Khusus (LDK) Majelis Ulama Indonesia (MUI). Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan LDK MUI tersebut, dihadiri oleh ketua Bidang Garapan (Bidgar) Dakwah Daerah Terpencil (2DT), yaitu Dr. Yusup Tajri. Acara yang berlangsung beberapa sesi ini diselenggarakan di Hotel Grand Cempaka Jakarta.
Mengawali FGD, disampaikan sambutan dari Ketua Panitia dan Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI. Sebagai Ketua Panitia, Ustaz Nazar Haris mengemukakan pentingnya acara ini digelar. “Ada desain pemurtadan yang baru. Dulu, melalui perkawinan, menggunakan atribut keislaman, dan sekarang ada pola baru,” terang ustadz Nazar. Hal ini tentu harus disikapi untuk menyelamatkan saudara kita yang beriman.
Sambutan MUI diwakili oleh Sekjen, yaitu Dr. H. Amirsyah Tambunan, M.A. Beliau menyampaikan pentingnya menjawab pemurtadan ini. “Di antara penguatan yang dapat dilakukan ialah: pertama, penguatan literasi di tengah keluarga yang akan menikah. Harus selektif tentang calon pasangannya; kedua, perkuat edukasi di tengah masyarakat mulai TK hingga Perguruan Tinggi (PT); dan ketiga, harus terus melakukan berbagai sosialisasi kepada masyarakat,” jelas Ustaz Amirsyah.
Di sesi pertama hadir Ustaz Dondy Tan, K.H. Muhyiddin Junaedi, dan Ustaz H. Teten Romli, M.A. Ustaz Dondy mengutarakan mengenai modus pemurtadan. Untuk menghadapinya pria bermarga Tan ini menyarankan penjagaan di daerah masing-masing melalui pemungsian masjid dengan baik.
K.H. Muhyiddin menyajikan mengenai bagaimana pemurtadan terjadi sebagai bagian dari misi internasional. Sementara K.H. Teten menyoroti bahwa pemurtadan ini terjadi ditopang oleh penggunaan istilah-istilah yang mengaburkan makna sebenarnya.
Di sesi kedua diisi oleh Ustaz Shalahuddin Al-Ayyubi, Ustaz Fadlan Garamathan, dan Ustaz Abu Deedat. “Pemurtadan ini sifat gerakannya tidak hanya internasional, akan tetapi ditolong oleh kegiatan kolonialisme,” ungkap Ustaz Shalahuddin.
Selanjutnya ustadz Fadlan menceritakan bagaimana perjuangan menyelamatkan akidah di pedalaman Papua. “Alumni pesantren banyak bertumpuk di kota-kota saja. Kenapa tidak mau pergi ke pedalaman? Begitu pula, kenapa kita orang Islam tidak mau mendakwahi orang kafir? Itu adalah aset berdakwah kita,” kata ustaz yang terkenal dengan Ustaz Sabun ini.
Di akhir sesi dua, Ustaz Abu Deedat mengemukakan mengenai fenomena murtadin yang digunakan sebagai misionaris. Bahkan, banyak yang mengaku-ngaku asalnya sebagai tokoh muslim, padahal itu tidak benar.
Di sesi akhir diadakan diskusi oleh seluruh peserta. Para utusan dari lembaga yang membina mualaf ini sepakat untuk mengadakan kemitraan dan kerjasama. Berbagai lembaga berkomitmen menyelamatkan mualaf di bawah koordinasi LDK-MUI.
[]
Kontributor: Yusri
Editor: Ilmi Fadillah