Bandung - persis.or.id, Berbeda dari pembahasan-pembahasan terdahulu, kajian rutin bulanan Pemuda Persatuan Islam Kabupaten Bandung bulan April ini mengangkat tema perpolitikan. Kajian kesembilan bersama Ustaz Amin Muchtar ini berjudul “Format Fikih Siyasah Persis” yang bertempat di Masjid al-Taubah, Pameungpeuk, Ahad (22/4/18).
Sebelum masuk ke dalam pembahasan, sebagai pengantar dalam menghadapi Pilkada Serentak, Ustaz Amin Muchtar mengingatkan kepada para Pemuda Persis agar berdialog dengan orang tua secara intensif. “Dialog antara orang tua dan barisan muda ini perlu intensif.
Pada dasarnya, agar menempatkan jam’iyyah sebagai king maker, jam’iyyahnya sebagai panglima, bukan kehendak pribadi-pribadi yang justru membawa gerbong jam’iyyah sehingga seseorang itu bersikap, apakah pribadi yang mengatasnamakan jamiyyah atau memang ia jadi duta jamiyyah.”
Mengenai format siyasah Persis, Ustaz Amin mendasarkan materinya kepada empat landasan; Qanun Asasi Qanun Dakhili Persis, buku Panduan Siyasah Jam’iyyah, surat himbauan ketua umum Persis, dan bukti di lapangan beberapa waktu ke belakang.
Mengenai hasil bacaannya dari QA yang berisi 29 pasal dan QD 109 pasal, Ustaz Amin memberikan kesimpulan bahwa Persis tidak mengamanahkan dan tidak mendorong agar Persis secara jam’iyyah terlibat dalam politik praktis.
“Dengan strategi ini Persis jangan diartikan tidak berpolitik, tapi didorong agar ia tetap berada dalam khittahnya sebagai harakah tajdid,” ungkap beliau.
Ditegaskan pula dalam buku Panduan Siyasah Jam’iyyah bahwa Persis secara jam’iyyah harus dalam posisi netral, agar selamat dari tarik-menarik kepentingan politik dan konflik kepentingan, sehingga Persis akan tetap mendukung siapapun yang akan memimpin selama mereka melakukan amar ma’ruf dan nahyi munkar.
“Oleh karena itu,keberpihakan Persis secara jam’iyyah bukan kepada orang, golongan, atau partai, tetapi lebih kepada visi dan misi yang dibawanya,” jelas beliau.
Selain itu, dalam surat himbauan Ketua Umum Persatuan Islam pada poin ketiga disebutkan, Jamaah Persis hendaknya tetap menjaga netralitas sesuai dengan Khittah Persis sebagai ormas gerakan dakwah yang tidak terkait langsung dengan politik praktis kekuasaan.
Dari beragam paparan yang disampaikan, Ustaz Amin memberikan kesimpulan bahwa keberpihakan Persis terhadap kandidat pilkada tidak secara formal organisatoris, namun secara moral ideologis.
“Selanjutnya, agar keterlibatan Jam’iyah Persis secara formal dalam pilkada melalui bilik suara
dapat menghasilkan pemimpin yang paling mendekati kriteria yang ditetapkan
Jam’iyyah, maka disarankan hendaknya pimpinan jam’iyyah di setiap jenjang
pimpinan mengambil inisiatif untuk memberikan pencerahan politik yang memadai,
baik dari aspek rekam jejak partai pengusung, track record kandidat,
maupun visi-misi yang ditawarkannya serta memberikan arahan yang dapat
berdampak maslahat bagi kepentingan Islam, umat Islam, dan dakwah Jma’iyyah.”
(/IF)