Istanbul - persis.or.id, Acara Multaqo Tsani Al Quddus yang diselenggarakan oleh al Quds Amanati Duali, di Istanbul Turki pada 13 sampai 14 April 2018 dihadiri oleh berbagai perwakilan organisasi yang mempunyai perhatian terhadap masalah al Quds atau Palestina dari berbagai belahan dunia.
Persatuan Islam (Persis) adalah salah satu organisasi yang diundang untuk menghadiri Multaqo tersebut karena Persis adalah salah satu lembaga di dunia yang sangat peduli terhadap apa yang terjadi di Palestina khususnya di al Aqsa.
Dari Persis, hadir dalam pertemuan tersebut Dr. KH. Jeje Zainuddin sebagai Wakil Ketua Umum, Aay Muhammad Furkon sebagai Wakil Sekretaris Umum, Ceceng Wildan Hasan sebagai anggota Dewan Tafkir dan dan Dikdik Muhammad Sodik sebagai wakil ketua umum Himpunan Mahasiswa (HIMA) Persis.
Rombongan Persatuan Islam itu berangkat dari Bandara Cengkareng Soekarno Hatta pada pukul 00.30 pada Kamis 12 April 2018. Di Bandara rombongan Persis bertemu dengan berbagai rombongan lain yang juga turut berangkat untuk menghadiri pertemuan Al Aqsa tersebut, diantaranya adalah FPI, MIUMI, AQL dan lembaga lainnya.
Dalam acara pembukaan Multaqa, hadir perwakilan dari berbagai belahan dunia yang mempunyai perhatian khusus terhadap Baitul Maqdis.
Ketua panitia menyampaikan bahwa Baitul Maqdis merupakan jantung dari peradaban dunia. Di Baitul Maqdis paling tidak ada 3 agama berkumpul di dalamnya, ketika berada dalam kekuasaan Islam 3 agama tersebut hidup rukun saling menghargai dan saling menghormati satu sama lain.
"Namun kini, di bawah kekuasaan Yahudi umat Islam menjadi salah satu agama yang paling dibenci oleh Yahudi. Orang-orang Yahudi menginginkan menguasai Masjid al Aqsa secara keseluruhan", ujarnya.
Dalam hal ini kaum muslimin harus memberikan perhatian yang cukup serius untuk membebaskan al-Aqsa dari penjajahan oleh orang-orang Yahudi.
Setelah pembukaan, peserta dibagi menjadi kepada beberapa grup diskusi. Khusus untuk peserta dari Indonesia dimasukkan dalam grup Nuruddin Zanki.
Dalam diskusi itu, Doktor Said Samir membahas tentang sejarah al Aqsa yang terdiri dari beberapa tahap, mulai dari tahap sebelum Islam, kemudian pada masa Nasrani, bagaimana al Aqsa kemudian itu direbut, dikelola dan diurus oleh Umat Islam, sampai terjadi perjanjian Balfour.
Setelah perjanjian Balfour, pada awal abad ke-20, Inggris memberikan fasilitas kepada orang-orang Yahudi untuk pindah ke Palestina.
"Sejak itulah orang-orang Yahudi berbondong-bondong berpindah ke tanah Palestina. Sementara masyarakat Palestina sebagai penduduk asli yang mayoritas muslim, pelan namun pasti disingkirkan", ungkap Said Samir.
Tanah yang pertama kali diberikan oleh orang-orang Inggris kepada orang-orang Yahudi semakin lama semakin bertambah dan semakin membesar dengan konsekuensi mereka harus menyingkirkan orang-orang muslim, baik itu dengan cara halus maupun dengan cara kekerasan, inilah kemudian yang memicu kekerasan demi kekerasan yang terjadi di Palestina.
Sedangkan utusan dari berbagai negara lainnya dibagi dalam beberapa kelompok lainnya. Setelah selesai FGD maka diadakanlah pertemuan secara umum.
Keesokan harinya, acara Multaqa semakin hangat. Beberapa tokoh ulama dari berbagai belahan dunia nampak di kursi paling depan.
Panitia memberikan sketsa miniatur masjidil al Aqsa kepada delegasi Indonesia. Hal itu mengingat Indonesia adalah salah satu negara dimana masyarakat muslimnya sangat memberikan perhatian atau bantuan yang luar biasa terhadap perjuangan Palestina.
Pada kesempatan tersebut beberapa petinggi aktivis Palestina berusaha melobi waketum PP Persis, KH. Jeje Zaenudin, untuk menjadi koordinator terhadap seluruh relawan yang ada di Indonesia. (*)