Hak Konstitusional Pelaku LGBT Pengobatan, Bukan Pengakuan.

oleh Reporter

07 Februari 2018 | 20:02

Jakarta - persis.or.id, Pakar hukum dari Universitas Padjajaran, Atip Latipulhayat SH, LLM, Phd., mengungkapkan bahwa perilaku Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender (LGBT) adalah sebuah penyakit, bukan sebuah pendirian atau jalan hidup. Oleh karenanya, hak konstitusional mereka adalah pengobatan, bukan pengakuan. “Ada universalitas HAM mutlak LGBT, yang berarti HAM yang terkait dengan LGBT itu adalah mereka sebagai manusia sama seperti kita yang harus mendapat perlindungan konstitusional. Tapi yang kemudian jadi masalah adalah LGBT itu bukan orangnya tetapi perilakunya, ini alasan kami LGBT itu bukanlah pilihan hidup, tapi penyakit,” jelasnya usai mengisi seminar kebangsaan bertema “Zina dan LGBT dalam Tinjauan Konstitusi” di Gedung Nusantara V MPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (06/02/2018). “(Perlakuan) HAM terhadap orang yang sakit secara konstitusional adalah dia harus mendapat pengobatan,” tambahnya. Sekarang ini, kata Atip, ada gerakan dari para universalis yang menyatakan bahwa LGBT adalah pilihan hidup secara universal. Menurutnya, penyataan mereka hanya sebagai klaim politik. “Penyebaran LGBT adalah gerakan politik internasional yang justru akan menggerus spirit bangsa yang ada di dalam konstitusi. Karena konstitusi kita adalah konstitusi yang berdasarkan ketuhanan. Tidak ada agama yang membenarkan LGBT,” tegasnya. Para universalis berpendapat jika di Amerika disetujui, maka di Indonesia juga harus diakui. Atip mengatakan hal itu tidak aneh dan bukan sebuah rahasia lagi jika ada gelontoran dana di situ. “Ini gerakan politik internasional,” tegasnya. Dikutip dari: kiblat.net
Reporter: Reporter Editor: admin