Hukum Istri Mewakafkan Harta Miliknya Tanpa Sepengetahuan Suami
oleh Reporter
•
01 September 2015 | 08:30
KEPUTUSAN IX
SIDANG DEWAN HISBAH 25-26 AGUSTUS 2015
TENTANG
HUKUM ISTRI MEWAKAFKAN HARTA MILIKNYA
TANPA SEPENGETAHUAN SUAMI"
بسم الله الرحمن الرحيم
Dewan Hisbah Persatuan Islam setelah:
MENGINGAT:
Firman Allah SWT :
وَابْتَلُوا الْيَتَامَىٰ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ ۖ وَلَا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَن يَكْبَرُوا
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk nikah. Kemudianjika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa (al-Nisa: 6)
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَيْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَّرِيئًا
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya. (al-Nisa: 4)
وَإِنْ أَرَدتُّمُ اسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَّكَانَ زَوْجٍ وَآتَيْتُمْ إِحْدَاهُنَّ قِنطَارًا فَلَا تَأْخُذُوا مِنْهُ شَيْئًا أَتَأْخُذُونَهُ بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا
Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata? (al-Nisa: 20)
.... لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبُوا ۖ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِّمَّا اكْتَسَبْنَ ....
...bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan... (al-Nisa: 32)
Hadis-hadis Nabi SAW sebagai berikut :
عن عائشة رضي الله عنها أنها قالت جاءت هند أم معاوية إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالت إن أبا سفيان رجل شحيح وإنه لا يعطيني ما يكفيني وولدي إلا ما أخذت منه وهو لا يعلم فهل علي في ذلك من شيء فقال لها النبي صلى الله عليه وسلم خذي ما يكفيك وبنيك بالمعروف (رواه البخاري في الصحيح عن أبي نعيم ورواه مسلم عن يحيى بن يحيىورواهالبيهقي في سننه الكبرى)
Dari Aisyah r.a., sesungguhnya ia berkata, Hindun ibunya Mua’awiyah telah datang kepada Rasulullah Swa. Lalu bertanya, “sesungguhnya Aba Sufyan adalah seorang laki-laki yang sangat kikir dan ia tidak memberiku sesuatu yang dapat mencukupi keperluanku dan anakku kecuali aku mengambil darinya tanpa sepengetahuannya. Apakah boleh aku berbuat demikian? Nabi Saw. menjawab, ambillah sesuatu yang dapat mencukupi keperluanmu dan anakmu dengan cara ma’ruf. (H.R. Bukhari, Muslim dan Baihaqi)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللّهِ قَالَ: «إذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاَّمِنْ ثَلاَثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْعِلْمٍ يُنْتَفَع ُبِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ. (مسلم)
Dari Abi Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda, “apabila manusia meninggal, maka terrputuslah amalnya, kecuali yang tiga, yaitu shadaqah jariyah (wakaf), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shaleh yang mendo’akannya (orang tua). (Muslim)
حدّثنا عبدالله، حدَّثني أبي، ثنا عفان، ثنا حماد بن سلمة، عن داود بن أبي هند، وحبيب المعلم، عن عمرو بن شعيب، عن أبيه، عن جده، عن النبي صلى الله عليه وسلّم، وقيس، عن مجاهد أحسبه، عن النبي صلى الله عليه وسلّم قال: «لايجوز للمرأة أمر في مالها إذا ملك زوجها عصمتها». (رواه احمد و اصحاب السنن الا الترمذي و صححه الحاكم)
Telah menceritakan kepada kami Abdullah, telah menceritakan kepada kami bapaku, telah menceritakan kepada kami ‘Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari dawud bin Abu Hind dan Habib Al Mu’allim dari ‘Amru bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam. Dan dari (jalur periwayatan) Qois dari Mujahid dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam, bahwa beliau bersabda: “Seorang isteri tidak boleh menggunakan hartanya jika suaminya menguasai perlindungannya.
Dalam redaksi lain dikemukakan:
وَعَنْ عَمْرِو بنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيه ِعَن ْجَدِّه رَضيَ الله عَنْهُمَا أَنَّ رسول الله صلى الله عليه وسلّم قالَ: «لايجُوزُ لامرَأَةٍ عَطِيّةٌ إلا بإذْن ِزَوْجِها، حدّثنا حَرْمَلَةُ بْنُ يَحْيَـى. حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ . أَخْبَرَنِي اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ، عَن ْعَبْدِ اللَّهِ بْن ِيَحْيَـى (رَجُلٌ مِن وَلَدِ كَعْبِ بْن ِمَالِكٍ) عَنْ أَبِيهِ، عَن ْجَدِّهِ، أَنَّ جَدَّتَهُ خَيْرَةَ، امْرَأَةَ كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ أَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ بِحُلِيَ لَهَا. فَقَالَتْ: إِنِّي تَصَدَّقْتُ بِهذَا. فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللَّهِ: «لاَيَجُوزُ لِلْمَرْأَةِ فِي مَالِهَا إِلاَّ بِإِذْنِ زَوْجِهَا. فَهَلِ اسْتَأْذَنْتِ كَعْباً؟» قَالَتْ: نَعَمْ. فَبَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ إِلَى كَعْبِ بْنِ مَالِكٍ، زَوْجِهَا فَقَالَ: «هَلْ أَذِنْتَ لِخَيْرَةَ أَنْتَ تَصَدَّقَ بِحُلِيِّهَا؟» فَقَالَ: نَعَمْ. فَقَبِلَهُ رَسُولُ اللَّهِ مِنْهَا. (ابن ماجه)
Telah menceritakan kepada kami Harmalah bin Yahya, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Wahab, telah memberitakan kepadaku Al-Laits bin Sa’ad, dari Abdullah bin Yahya -seorang lelaki anak dari Ka’b bin Malik- dari Bapaknya dari Kakeknya bahwa neneknya Khairah -istri Ka’b bin Malik- datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan membawa perhiasannya, lalu ia berkata, “Aku ingin mensedekahkan perhiasan ini.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bersabda kepadanya: “Seorang istri tidak boleh mensedekahkan hartanya kecuali atas izin suaminya. Apakah kamu sudah meminta izin kepada Ka’b?” Ia menjawab: “Ya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian mengutus seseorang menemui Ka’b bin Malik suaminya untuk menanyakan: “Apakah kamu sudah mengizinkan Khairah untuk bersedekah dengan perhiasanmiliknya?” Ka’b menjawab, “Ya.” Akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun menerima sedekahnya.” (IbnMajah)
حَدَّثَنَاسُلَيْمَانُبْنُحَرْبٍ،قَالَ: حَدَّثَنَاشُعْبَةُ،عَنْعَدِيِّبْنِثَابِتٍ،عَنْسَعِيدِبْنِجُبَيْرٍ،عَنِابْنِعَبَّاسٍ: «أَنَّ النَّبِيّ َصَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى يَوْمَ الفِطْرِ رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلاَبَعْدَهَا، ثُمَّ أَتَى النِّسَاءَ وَمَعَهُ بِلاَلٌ، فَأَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ، فَجَعَلْنَ يُلْقِينَ تُلْقِي المَرْأَةُ خُرْصَهَا وَسِخَابَهَا» (البخاري ومسلم)
Telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Harb, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari ‘Adi bin Tsabit, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, “bahwa Nabi Saw. melaksanakan shalat di yaumil fitri dua rakaat, tanpa ada shalat sebelum dan sesudahnya, kemudian Ia bersama Bilal mendatangi kaum perempuan. Ia memerintahkan mereka (kaum perempuan) untuk bershadaqah, maka jadilah kaum perempuan itu melemparkan anting-anting dan cincinnya.”
حَدَّثَنِي إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ نَصْرٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَطَاءٌ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْفِطْرِ فَصَلَّى فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ ثُمَّ خَطَبَ فَلَمَّا فَرَغَ نَزَلَ فَأَتَى النِّسَاءَ فَذَكَّرَهُنَّ وَهُوَ يَتَوَكَّأُ عَلَى يَدِ بِلَالٍ وَبِلَالٌ بَاسِطٌ ثَوْبَهُ يُلْقِي فِيهِ النِّسَاءُ الصَّدَقَةَ قُلْتُ لِعَطَاءٍ زَكَاةَ يَوْمِ الْفِطْرِ قَالَ لَا وَلَكِنْ صَدَقَةً يَتَصَدَّقْنَ حِينَئِذٍ تُلْقِي فَتَخَهَا وَيُلْقِينَ قُلْتُ أَتُرَى حَقًّا عَلَى الْإِمَامِ ذَلِكَ وَيُذَكِّرُهُنَّ قَالَ إِنَّهُ لَحَقٌّ عَلَيْهِمْ وَمَا لَهُمْ لَا يفعل
Telah menceritakan kepadaku Ishaq bin Ibrahim bin Nashr berkata, telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij berkata, telah mengabarkan kepadaku 'Atha' dari Jabir bin 'Abdullah berkata, Aku mendengarnya berkata, "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berdiri untuk melaksanakan shalat pada hari Raya Iedul Fitri, dan yang pertama kali beliau kerjakan adalah shalat, baru kemudian menyampaikan khutbah. Selesai khutbah beliau turun (dari mimbar) dan mendatangi jama'ah wanita untuk mengingatkan mereka dengan bersandar pada tangan Bilal, sementara Bilal sendiri membentangkan kain miliknya hingga para wanita tersebut memasukkan sedekahnya ke dalam kain tersebut. "Aku bertanya kepada 'Atha, 'Apakah itu zakat fitri?' ia menjawab, 'Bukan, tetapi sedekah yang mereka keluarkan pada saat itu, mereka memberikan anting dan gelang mereka.' Aku bertanya lagi, 'Bagaimana pendapatmu jika masa sekarang ini seorang Imam mendatangi jamaah para wanita lalu mengingatkan mereka tentang itu? 'Atha menjawab, 'Yang demikian itu merupakan hak mereka (para Imam), dan apa alasanya mereka tidak boleh melakukannya? '
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا حَفْصٌ - يَعْنِى ابْنَ غِيَاثٍ - عَنْ هِشَامٍ عَنْ فَاطِمَةَ بِنْتِ الْمُنْذِرِ عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِى بَكْرٍ - رضى الله عنها - قَالَتْ قَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَنْفِقِى - أَوِ انْضَحِى أَوِ انْفَحِى - وَلاَ تُحْصِى فَيُحْصِىَ اللَّهُ عَلَيْكِ ».(البخاري)
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah, telah menceritakan kepada kami Hafsh, yakni Ibnu Ghiyas, dari Hisyam, dari Fathimah bin al-Mundzir, dari Asma binti Abi Bakar r.a., ia berkata “Rasulullah Saw. bersabda kepadaku, berinfaqlah – atau berkurbanlah – dan janganlah menghitung-hitung, sebab Allah akan memperhitungkan (dengan anugrah-Nya) kepadamu.
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ، عَنِ اللَّيْثِ، عَنْ يَزِيدَ، عَن ْبُكَيْرٍ، عَنْ كُرَيْبٍ مَوْلَى ابْنِ عَبَّاسٍ، أَنَّ مَيْمُونَةَ بِنْتَ الحَارِثِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَخْبَرَتْهُ، أَنَّهَا أَعْتَقَتْ وَلِيدَةً وَلَم ْتَسْتَأْذِنِ النَّبِيّ َصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا كَانَ يَوْمُهَا الَّذِي يَدُورُ عَلَيْهَا فِيهِ، قَالَتْ: أَشَعَرْتَ يَارَسُولَ اللَّهِ أَنِّي أَعْتَقْتُ وَلِيدَتِي، قَالَ: «أَوَفَعَلْتِ؟» ،قَالَتْ: نَعَمْ، قَالَ: «أَمَا إِنَّكِ لَوْ أَعْطَيْتِهَا أَخْوَالَكِ كَانَأ َعْظَمَ لِأَجْرِكِ»، وَقَالَ بَكْرُ بْنُ مُضَرَ: عَنْ عَمْرٍو، عَنْ بُكَيْرٍ، عَنْ كُرَيْبٍ، إِنَّ مَيْمُونَةَ أَعْتَقَتْ (البخاري ومسلم)
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bukair, dari Laits, dari Yazid, dari Bukair, dari Kuraib, bekas budak dari Ibnu ‘Abbas sesungguhnya Maimunah binti al Harits pernah bercerita kepada Ibnu ‘Abbas bahwa dia memerdekakan budak perempuannya tanpa meminta izin kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terlebih dahulu. Pada saat hari giliran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menginap di rumah istrinya, Maimunah barulah Maimunah berkata kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, apakah kau tahu bahwa aku telah memerdekakan budak perempuan yang kumiliki?”. Komentar Nabi, “Benarkah kau telah melakukannya?”. “Ya”, jawab Maimunah. Sabda Nabi, “Jika kau berikan budak perempuan tersebut kepada pamanmu tentu pahalanya lebih besar”
MEMPERHATIKAN :
- Sambutan dan pengarahan dari Ketua Dewan Hisbah KH.MuhammadRomli
- Sambutan dan pengantar dari Ketua Umum PP Persis yang diwakili oleh Ketua Bidang Tarbiyah KH. Aceng Zakaria
- Makalah dan pembahasan yang disampaikanoleh KH. Drs. Hamis Sidiq, M.Ag.
- Pembahasan dan penilaian dari anggota Dewan Hisbah terhadap masalah tersebut di atas.
MENIMBANG :
- Laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama terhadap harta miliknya.
- Suami istri mempunyai hak yang sama terhadap harta hasil kasab masing-masing.
- Suami istri mempunyai kewajiban yang sama untuk bergaul secara ma’ruf.
- Adanya istri yang mewakafkan harta miliknya tanpa sepengetahuan suaminya.
- Perlu kejelasan dan ketegasan hukum bagi istri yang mewakafkan harta miliknya tanpa sepengetahuan suaminya.
Dengan demikian Dewan Hisbah Persatuan Islam
MENGISTINBATH :
- Seorang istri wajib memelihara ketaatan kepada suami dan keharmonisan rumah tangga
- Seorang istri mewakafkan harta miliknya tanpa sepengetahuan suami hukumnya mubah.
- Seorang istri mewakafkan hartamiliknya dengan seizing suami itu lebih baik.