Ibadah Haji itu Komitmen Suci (3)

oleh Reporter

09 Juli 2023 | 22:46

Oleh: Ade Saeful Azis (Petugas Haji 1444 H/2023 M Persatuan Islam Kota Bandung)

Insiden kecil yang menimpa rombongan kami, yang terjadi saat lempar jamarat 11 Dzulhijjah menyisakan memar dalam pikiran dan perasaan kami. Namun, semua itu wajib diatasi secepat mungkin.

Kami harus tetap menjaga konsistensi agar afdhaliyah tetap menjadi prioritas. Dan harus bisa mengambil ibrah, terutama sikap ketidakdisiplinan dan ketidakpatuhan kepada Ketua Regu (Karu) dan Ketua Rombongan (Karom).

Puncak Nafar Awal

Jumat 12 Dzuhijjah kami berembuk menyusun strategi dengan beberapa karu. Kami melakukan sedikit evaluasi atas berbagai kekurangan dan kesalahan pada pelaksanaan jumrah pertama agar tidak terulang pada jumrah kedua atau terakhir.

Apalagi, puncak nafar awal ini, tidak ada satu jamaah pun yang terlewat. Kategori manula dan risti, semua berbaur. Dan kami sudah siap menghadapi segala risiko.

Jumat pagi saat itu sebenarnya jadwal kembali ke hotel. Pihak Maktab sudah menyiapkan beberapa bis. Kami tidak memanfaatkannya, melainkan lebih memilih ramyul jamarat pada sore hari atau bakda zawal.

Artinya, kami merencanakan jalan kaki dari tenda ke Jamarat lalu ke hotel. Bis hanya dimanfaatkan untuk membawa beberapa tas dan ransel rombongan kami. Hampir semuanya terangkut.

Masuk waktu zuhur, kami menunaikan Jum’atan. Momen langka ini saya manfaatkan untuk memotivasi jamaah agar tetap memegang komitmen, dan konsisten dengan rencana perjalanan ibadah haji mengikuti sunnah Rasul-Nya.

Di antara kandungan khutbah Jum’at yang dimaksud antara lain:

1. Mina adalah Kota Tenda yang penuh berkah

2. Walaupun puncak dan rukun haji ada di Arafah, namun hari-hari haji lebih banyak di Mina

3. Mari kita katakan, "Selamat tinggal Mina. Terima kasih atas segala sambutan, penerimaan, dan sesuguhan yang penuh keberkahan Allah Yang Maha Penyayang”.

4. Mohon maaf, sekeligus penyesalan, kenapa kami sebelumnya tidak kenal lebih dekat dengan Mina yang penuh keajaiban.

Selesai khutbah Jum’at, saya masuk ke tenda jamaah ibu-ibu. Dengan sedikit sungkan dan 'ragab', khutbah jum’at, wasiat sekaligus motivasi, saya ulang dan ringkaskan kandungannya kepada mereka.

Alhamdulillah, mereka fast respon. Terlihat lebih semangat, nampak antusias, terutama jamaah yang akan menjamak lemparannya karena udzur.

Memang benar! Selama di Mina kami tidak merasakan kegerahan, banyak nyamuk, banyak lalat, dan kejenuhan. Ajaib.

Bahkan, di Jamarat, sekalipun jutaan kerikil terus dilemparkan oleh jutaan jamaah haji, tak membuat Jamarat menjadi tumpukan batu bak gunung-gunung di sekitar Mekah.

Konon katanya, batu itu langsung diangkat oleh Allah sekaligus tanda maqbulnya ibadah haji. SubhanaLlahi Allahu Akbar.

Tepat pukul 4 sore, jamaah sudah tak bisa menahan keinginan. Mereka 'kebelet' ingin segara menuju Jamarat, menuntaskan perjuangan menggapai rido Rabb-nya. Semua jamaah keluar dari tendanya masing-masing. Kami sisir khawatir ada barang tertinggal.

Saat semua sudah beres dan OK, bendera kuning hijau Persatuan Islam pun dikibarkan tanda start jihad akbar dimulai. Perlahan namun pasti, titik demi titik dilalui. Rombongam demi rombongan dari semua penjuru negeri larut dalam barisan dengan tujuan yang sama dan pasti.

Tibalah di tempat yang sangat ditunggu-tunggu dan dinanti. Tiga jamrah yang kokoh, tegar, dan sakral tampak pada pelupuk mata. Akhirnya, dengan posisi: Kabah pada bagian kiri badan kami, dengan kumandang takbir yang emosional, haru, dan bahagia, membarengi setiap lemparan lemparan kerikil kami.

Allahu akbar. Allahu akbar. Allahu akbar. Menangis bahagia. Sangat bahagia. Karena kami sampai pada akhir perjuangan dengan selamat.

Semua anggota kami yang tercecer akhirnya kembali berkumpul. Semua larut dalam kebahagiaan. Saling berpelukan. Meminta maaf. Dan tentu saja saling mengucap selamat.

Terakhir. Pandanglah foto di bawah ini. 3 wanita tangguh yang sudah sukses berjuang melakoni manasik haji secara afdhaliyah. Posisi kiri dan kanan umurnya setengah baya. Keduanya mengapit wanita usia lanjut (82 tahun) dari Mina Jadid, Jamarat, sampai hotel sektor 2 Mahbas Jin.

Siapa sangka beliau bisa melakoninya tanpa kursi roda? Hanya diaping oleh 2 jamaah dan kalau cape berhenti sejenak, kemudian berjalan lagi. Mungkin Raja Saudi tidak tahu. Tapi, itu bukan masalah. Sebab yang paling penting adalah: Allah Maha Tahu. Dan Allah lah Yang Kuasa Menentukan takdir atas segala perkara.

Maqbul. Maghfur. Masykur. Mabrur.

Mekah Al Mukarromah.

Semoga bermaanfaat

Habis.

[]

Hikmah cerita di balik penyelenggaraan haji 2023 dari salah seorang petugas haji PERSIS Kota Bandung

Reporter: Reporter Editor: admin