Jakarta - persis.or.id, "Sungguh ironis para penegak hukum kita saat ini telah kehilangan arah keadilan", tutur Zamzam Aqbil Raziqin S.Sy, sekretaris KKBH Persis kepada persis.or.id (01/12) setelah Kejagung menyampaikan 4 alasan Ahok belum ditahan juga.
Zamzam menyebut, seolah penutup mata yang menjadi simbol keadilan "The Equality Before The Law" pada patung Dewi Justitia telah terbuka. Hukum dapat melihat dengan terang benderang siapa yang sedang dihadapinya, yang kemudian membuat tumpul pedang Keadilan yang di pegang oleh tangannya
Hari ini (01/12) berkas kasus Ahok dan tersangkanya diserahkan oleh Polri kepada Kejaksaan, yang kemudian kejaksaan maksimal punya waktu 2 minggu untuk menyusun berkas tersebut menjadi sebuah dakwaan yang akan dikirimkan ke pengadilan
"Harapan masyarakat dengan diserahkannya Ahok ke kejaksaan, kejaksaan dapat dengan segera menahan Ahok, tapi nyatanya kita lagi-lagi di kecewakan, karena kejaksaan memutuskan untuk tidak menahan Ahok", ungkap Zamzam.
Ada 4 alasan kejaksaan tak penjarakan Ahok, tersangka penistaan agama. Pertama, Sudah diberlakukan pencekalan, dan berlaku sesuai SOP apabila Polri tidak menahan, maka kejaksaanpun tidak menahan.
"Sejak kapan hal ini menjadi SOP, tidak ada aturan baku dan mengikat bahwa jika Polri tidak menahan maka kejaksaan pun tidak menahan, hal tersebut hanya sebuah kebiasaan belaka, tidak sampai menjadi SOP dan menjadi aturan yang mengikat", bantah Zamzam.
"Saya rasa lembaga penegak hukum di Indonesia itu sudah seharusnya saling melengkapi satu sama lain, jika Polri dalam kasus ini tidak melakukan penahanan, maka harusnya kejaksaan melakukan langkah kuratif dengan menahan Ahok", tambahnya.
Alasan kedua Kejagung tak penjarakan Ahok, 13 jaksa peneliti dalam kasus ahok berpendapat tidak dilakukan penahanan. "Itu memang wewenang team peneliti dari kejaksaan, tapi juga harus disertai dengan objektivitas, kami menuntut agar kejaksaan terbuka seterang-terangnya kepada masyarakat kenapa sampai pada kesimpulan pendapat tidak menahan Ahok? Itu yang saat ini butuhkan, Keterbukaan dan Keadilan", terang Zamzam.
Alasan selanjutnya, tersangka Ahok setiap dipanggil hadir. Pernyataan tersebut dibantah KKBH Persis, "Apakah waktu gelar perkara Ahok hadir? Dia tidak hadir, sekali lagi saya tegaskan Argumentasi seperti ini sudah keluar dari patron patron hukum yang sudah baku dan mengikat, hukum positif kita punya Kitab Undanh Undang Hukum Acara Pidana, itu adalah kitab yang jadi rujukan semua lembaga Yudikatif, Polri Jaksa Hakim, disana tidak ada alasan koperatif untuk tidak menahan tersangka, jadi walaupun Ahok terus datang walau di panggil, padahal nyatanya waktu gelar perkara dia tidak hadir, maka Ahok harus segera ditahan", papar Zamzam
Alasan terakhir, dakwaan pasal alternatif pasal 156 dan 156a. KKBH mengkritisi, "Kita melihat kejaksaan telah ragu, jelas ragu karena seharusnya pasal 156 itu dijunctokan dengan pasal 156a, kenapa skrng malah dijadikan dakwaan alternatif, artinya jaksa ragu unsur pidana pada pasal 156a tidak terpenuhi sehingga dibuat alternatif dan menjadikan pasal 156 pada dakwaan pertama", ujar Zamzam.
Alternatif dengan dijunctokan itu beda, kalau dijunctokan artinya Jaksa sudah yakin baik unsur pidana pada pasal 156 atau 156a pada kasus ahok ini sudah terpenuhi dimana nanti dia lepas pada pasal 156 maka terdakwa akan terjerat pada pasal 156a, kalau alternatif jangan jangan nanti keduanya bisa bebas, karena jaksa awalnya sdh berangkat dengan keragu-raguan
Sebagian orang dari dulu sudah memprediksi proses hukum kasus Ahok ini akan bagaimana, dan sekarang terbukti benar kejaksaan memutuskan untuk tidak menahan Ahok, artinya sidang nanti akan tetap berjalan tapi si tersangka tidak di tahan
Fenomena ini dinilai KKBH Persis sangat melemahkan Supremasi hukum di Indonesia, kasus ini akan dimanfaatkan oleh orang2 yang terjerat pasal 156 atau 156a di kemudian hari untuk meminta agar tdk dilakukan penahanan di kepolisian dan kejaksaan dengan rujukan kasus Ahok ini
"Inilah dampak dari tidak ditahannya Ahok dikemudian hari yang perlu diwaspadai oleh kita bersama, padahal kita tahu tidak ada satupun kasus pasal 156 dan pasal 156a yang tidak ditahan pada proses penyidika, maka sekarang muncul fenomena baru yang mungkin dikemudian hari akan merubah implementasi pasal 156 dan pasal 156a", pungkas Zamzam.
Hukum pada negara dengan Sila pertamanya Ketuhanan Yang Maha Esa ini pun akan semakin melemah terhadap penista penista agama di masa depan. (HL/TG)