Prof. Dr. Hamid Bin Ahmad Al-Rifaie*
al-Quran menjelaskan bahwa Bapak para Nabi, Ibrahim a.s dia adalah orang kafir/ ingkar terhadap segala berhala. Tetapi kafir yang bagaimana? kekafiran Nabi Ibrahim dihiasi dengan akidah tauhid, bahwa tiada Tuhan selain Allah yang satu, tidak pernah dilahirkan dan melahirkan serta tidak ada sekutu baginya. Akidah tauhid merupakan inti dari ajaran Islam, dan akidah apapun yang bertentanggan dengan keimanan yang benar dinamakan kufur. Kita adalah kafir terhadap keyakinan mereka yang mengatakan bahwa Tuhan itu adalah Trinitas (Tuhan Bapak, Tuhan Ibu dan Tuhan Anak). Dengan demikian kita adalah kafir sebagaimana menurut keyakinan mereka dan mereka juga kafir sebagaimana kita yakini. Jadi Masalah ini bukan masalah yang sensitif untuk dibicarakan karena kita mmemahami makna kafir secara secara etimologi dan terminologi.
Dalam tulisan diatas penulis bahas pengertian kufur ketika muslim berhadapan non-muslim baik secara etimologi ataupun terminologi tidak bermaksud mencela mereka. Sekilas akan dibahas pengertian kufur menurut hakikat rabbaniyah dan umat Islam agar tidak terlalu mudah mengkafirkan orang muslim lainnya. Dalam al-Quran, Nabi Ibrahim berlepas diri dari non-muslim karena menyembah selain Allah, dan Ibrahim kafir- - inkari - - kepada mereka ’ كفرنابكم sebagaimana dalam firmannya :
{قد كان لكم في ابراهيم اسوة حسنة و الذين معه اذ قالوا لقومهم إنا برءاؤا منكم ومما تعبدون من دون الله كفرنابكم و بدا بيننا و بينكم العداوة و البغضاء أبدا حتى تؤمنوا بالله وحده... }
Artinya : ‘Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya Kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara Kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja…" (QS.60 :4)
Sementara perbuatan kufur menurut pandangan kita dan non-muslim memiliki pengertian yang berbeda. Karena keimanan kita akan membawakan kita ke syurga dan pandangan non-muslim juga sama bahwa mereka akan masuk syurga dan dijauhkan dari api neraka sesuai dengan keyakinannya. Mengenai paparan itu, dosen dari Yunani berkomentar : ‘Ini perkataan yang sangat besar Prof. Al-Rifaei karena saya tidak pernah mendengan dari seorang muslim yang menyipati dirinya kafir’. Tetapi kenapa kaum muslimin yang lain tidak berbicara seperti anda? saya katakan, setiap orang mempunyai kemahiran dan perbedaan dalam memahami sebuat ayat, tetapi yang sangat disesalkan adalah ketika kita hanya disibukan dengan permasalah syubhat saja. Inilah sebenarnya masalah yang paling besar yang terjadi pada para pengikuti agama samawi.
Sementara berkenaan dengan istilah penkafiran seorang muslim kepada seorang muslim lain adalah tidak dibenarkan, dan sebaliknya kita harus hati-hati mengunakan kata kafir itu. Hukum penkafiran dan pemfasikan bukan hak kita, namun itu adalah hak Allah swt, dan Rasul-Nya saw. Ini adalah hukum-hukum syariat yang sumbernya dari al-Quran dan Sunnah, ialah wajib memastikannya dengan sebenar-benarnya, tidak mengkafirkan atau memfasikan, kecuali apa yang ditunjukkan oleh al-Quran dan Sunnah tentang kekafiran dan kefasikannya. Pada asalnya seorang Muslim, secara dhohirnya adalah adil dan tetap keislamannya, sampai terkonfirmasi hilangnya itu semua dengan dalil syar’i. Tidak boleh terlalu mudah dalam pengkafiran dan pemfasikan. Atas alasan apa kamu mengkafirkan seorang muslim?. Selama mereka meyakini la ilaa illa Allah dan syahadah bahwa Muhammad adalah Nabi dan Rasulullah. Ketika dia berada dalam lautan Islam, maka terkadang berperilaku salah tetapi dia tidak dicap seorang kafir, maka berkenaan dengan hal itu Rasulullah saw, bersabda :
أيما رجل قال لأخيه: يا كافر، فقد باء بها أحدهما
Artinya : ‘Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya, ‘hai orang kafir’ maka dengan kata itu akan menimpa salah satunya’. Misalkan, apabila seorang muslim tidak menjauhkan bahaya bagi
pejalan kaki, maka dia tidak dikatakan kafir, tetapi hanya kemuslimannya yang tidak sempurna karena tidak menjauhkan bahaya bagi pejalan kaki yang merupakan salah satu bagian dari iman. Sebuah hadist dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh imam Muslim berbunyi :
الإيمان بضع وسبعون شعبة فأفضلها قول: لا إله إلا الله، وأدناها إماطة الأذى عن الطريق.
Artinya : ‘Iman itu 77 cabang, yang paling utama cabang tersebut adalah mengucapkan Laa Ilaa Illa Allah (Tiada Tuhan selain Allah) dan cabang yang paling rendah adalah menyingkirkan rintangan di jalan’. Demikian pengertian kufur dari segi bahasa serta istilah, semoga bermanfaat bagi para pembaca dimanaun berada dan khususnya pada saat kita berinteraksi dengan non-muslim. Wallahu a'lamu bisshowab.
*Ia adalah mantan dosen kimia dan pemikir Saudi yang aktif dalam forum dialog antar agama, Presiden International Islamic Forum for Dialogue (IIFD) berpusat di Irlandia, Wakil Ketua Motamar al-Alam al-Islami l The World Muslim Congress (WMC), dan penulis produktif yang telah menerbitkan lebih dari 75 buku dalam bahasa Arab dan Inggris. Diterjemahkan dan disusun ulang oleh Arip Rahman yang tinggal di Rabat-Maroko.