Kapan Amal Shaleh di Terima.

oleh Reporter

06 Maret 2018 | 16:32

Bagi orang yang beriman dan meyakini akan adanya hari perhitungan pada hari pembalasan, ia akan berusaha untuk beramal shaleh dengan harapan amalnya diterima oleh sang Penguasa hari pembalasan. Apa yang menjadi syarat amal shaleh dapat diterima? Amal Shaleh tidak akan diterima kecuali dengan dua syarat, yaitu ikhlas dan mutaba’ah Ikhlas adalah beramal murni karena Alloh Azza wa Jalla, tidak menginginkan pujian orang karena riya dan sum’ah. Alloh berfirman : Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus. (Al Bayyinah: 5). Rasulullah saw. bersabda : إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبَلُ مِنْ الْعَمَلِ إِلَّا مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ "Allah tidak menerima amalan kecuali jika dilakukan dengan ikhlas dan mengharapkan wajahNya." (Nasa’i, bab jihad no 3089). عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ. 2098- Dari Abu Hurairah RA, dia berkata, "Rasulullah SAW telah bersabda, 'Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman, Aku adalah dzat yang paling tidak butuh terhadap sekutu. Barang siapa yang beramal dengan menyekutukan dzat selain Aku, niscaya Aku akan telantarkan ia dalam kesyrikannya.'" {Muslim, 8/223}.  Adapun keterangan perintah mengikuti Rasulullah saw. berdasarkan firman Alloh : وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا (١١٥) dan Barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itudan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS. Annisa: 115). Di antara perbuatan menyakiti hati Rasul saw. adalah membuat-buat apa-apa yang tidak disyariatkan bagi umatnya dan dijadikannya suatu ibadah. Rasulullah SAW telah bersabda: مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ "Barang siapa melakukan suatu amal yang tidak termasuk amalan agama kami, maka sesungguhnya amalan itu tertolak." {Muslim 5/132} Fudhail bin Iyadh ditanya mengenai firman Alah SWT : (لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا), ia menjawab : هو أخلص العمل وأصوبه. Mereka bertanya : Wahai Abu Ali apa yang dimaksud dengan أخلصه وأصوبه؟ Beliau menjawab : Sesungguhnya amal apabila ikhlas tetapi tidak benar maka tidak akan diterima. Apabila benar tetapi tidak ikhlas juga tidak akan diterima, sehingga amal itu harus ikhlas dan benar. Maka amal yang ikhlas harus karena Alloh, dan amal yang benar harus sesuai dengan sunnah. عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الدَّيْلَمِيِّ قَالَ بَلَغَنِي أَنَّ أَوَّلَ الدِّينِ تَرْكًا السُّنَّةُ يَذْهَبُ الدِّينُ سُنَّةً سُنَّةً كَمَا يَذْهَبُ الْحَبْلُ قُوَّةً قُوَّةً dari Abdullah bin Ad Dailami ia berkata: "Telah sampai (kabar) kepadaku bahwa yang paling pertama dari masalah agama yang ditinggalkan adalah sunnah, agama ini akan hilang sunnahnya satu persatu sebagaimana terputusnya seutas tali sedikit demi sedikit". (Darimi: No. Hadist: 97 Bab: Mengikuti sunnah) Ibnu Qoyyim menyatakan : Kalau ilmu tanpa amal itu bermanfaat, pasti Alloh tidak akan mencela para Rahib Ahlul kitab dan kalaulah amal tanpa ikhlas itu bermanfaat, pastilah Alloh tidak akan mencela orang-orang munafik. Manakala kita berbicara mengenai sunnah dan mengikuti Rasululah saw. maka kita mesti menetapkan suatu ibadah atau taqarrub atau suatu ketaatan berdasarkan suatu dalil. Ibnu Mas’ud pernah mengingkari orang-orang yang bertasbih dengan menggunakan kerikil.  فالذّكر مشروع ولكن الوسيلة والطريقة غير مشروعة فأنكر عليهم. Dzikir itu disyariatkan akan tetapi jalan dan metodenya tidak disyariatkan maka ia (Ibn Mas’ud) mengingkarinya. Demikian juga, Sholat itu disyariatkan akan tetapi shalat pada waktu atau atas sifat yang menyalahi sifat yang disyariatkan itu adalah bid’ah. Apabila ada seseorang ingin mendekatkan diri kepada Alloh SWT. dengan suatu shalat, kami katakan : Betul, Shalat itu disyariatkan, akan tetapi apa sifat shalat tersebut, kapan anda ingin shalat? kalaulah ia menjawab : saya ingin mendekatkan diri kepada Alloh dengan melaksanakan shalat tiga rakaat bada dhuhur, pastilah itu tertolak. Karena sifat shalat ini tidak ada dari Nabi saw. Inilah yang dipahami oleh salafus sholih. Sa’id Ibn Musayyad pernah melihat seseorang yang shalat setelah ashar (dalam riwayat lain setelah terbit fajar) lebih dari dua rakaat, dia memperbanyak ruku dan sujud, maka ia (Sa’id Ibn Musayyad) melarangnya. Sebagaimana riwayat berikut : رَأَى سَعِيدُ بْنُ الْمُسَيَّبِ رَجُلًا يُصَلِّي بَعْدَ الْعَصْرِ الرَّكْعَتَيْنِ يُكْثِرُ فَقَالَ لَهُ فَقَالَ يَا أَبَا مُحَمَّدٍ أَيُعَذِّبُنِي اللَّهُ عَلَى الصَّلَاةِ قَالَ لَا وَلَكِنْ يُعَذِّبُكَ اللَّهُ بِخِلَافِ السُّنَّةِ "Sa'id bin Al Musayyab pernah melihat seorang yang shalat dua rakaat setelah shalat Ashr, lalu ia bertanya kepadanya: 'Wahai Abu Muhammad, apakah Allah subhanallahu wa ta'ala akan mengadzabku atas shalat ini? ', ia (Sa'id bin Al Musayyab) menjawab: 'Tidak, akan tetapi Allah subhanallahu wa ta'ala akan mengadzabmu lantaran kamu menyelisihi sunah' ". (Darimi, No. Hadist: 437  Bab: Keterhati-hatian dari tafsir hadis nabawi).  Begitu juga dzikir, ada sebagian kaum yang berlebihan dalam berdzikir ini, mereka menggunakan alat untuk menghitung jumlah tasbih. Mereka menggunakan alat yang tidak disyariatkan oleh Nabi mereka. Oleh sebab itu Ibn Mas’ud mengingkarinya, sebagaimana riwayat sebagai berikut : كُنَّا نَجْلِسُ عَلَى بَابِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَبْلَ صَلَاةِ الْغَدَاةِ فَإِذَا خَرَجَ مَشَيْنَا مَعَهُ إِلَى الْمَسْجِدِ فَجَاءَنَا أَبُو مُوسَى الْأَشْعَرِيُّ فَقَالَ أَخَرَجَ إِلَيْكُمْ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ بَعْدُ قُلْنَا لَا فَجَلَسَ مَعَنَا حَتَّى خَرَجَ فَلَمَّا خَرَجَ قُمْنَا إِلَيْهِ جَمِيعًا فَقَالَ لَهُ أَبُو مُوسَى يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنِّي رَأَيْتُ فِي الْمَسْجِدِ آنِفًا أَمْرًا أَنْكَرْتُهُ وَلَمْ أَرَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ إِلَّا خَيْرًا قَالَ فَمَا هُوَ فَقَالَ إِنْ عِشْتَ فَسَتَرَاهُ قَالَ رَأَيْتُ فِي الْمَسْجِدِ قَوْمًا حِلَقًا جُلُوسًا يَنْتَظِرُونَ الصَّلَاةَ فِي كُلِّ حَلْقَةٍ رَجُلٌ وَفِي أَيْدِيهِمْ حَصًى فَيَقُولُ كَبِّرُوا مِائَةً فَيُكَبِّرُونَ مِائَةً فَيَقُولُ هَلِّلُوا مِائَةً فَيُهَلِّلُونَ مِائَةً وَيَقُولُ سَبِّحُوا مِائَةً فَيُسَبِّحُونَ مِائَةً قَالَ فَمَاذَا قُلْتَ لَهُمْ قَالَ مَا قُلْتُ لَهُمْ شَيْئًا انْتِظَارَ رَأْيِكَ وَانْتِظَارَ أَمْرِكَ قَالَ أَفَلَا أَمَرْتَهُمْ أَنْ يَعُدُّوا سَيِّئَاتِهِمْ وَضَمِنْتَ لَهُمْ أَنْ لَا يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِهِمْ ثُمَّ مَضَى وَمَضَيْنَا مَعَهُ حَتَّى أَتَى حَلْقَةً مِنْ تِلْكَ الْحِلَقِ فَوَقَفَ عَلَيْهِمْ فَقَالَ مَا هَذَا الَّذِي أَرَاكُمْ تَصْنَعُونَ قَالُوا يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ حَصًى نَعُدُّ بِهِ التَّكْبِيرَ وَالتَّهْلِيلَ وَالتَّسْبِيحَ قَالَ فَعُدُّوا سَيِّئَاتِكُمْ فَأَنَا ضَامِنٌ أَنْ لَا يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِكُمْ شَيْءٌ وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ مَا أَسْرَعَ هَلَكَتَكُمْ هَؤُلَاءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُتَوَافِرُونَ وَهَذِهِ ثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ وَآنِيَتُهُ لَمْ تُكْسَرْ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِيَ أَهْدَى مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ أَوْ مُفْتَتِحُو بَابِ ضَلَالَةٍ قَالُوا وَاللَّهِ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ مَا أَرَدْنَا إِلَّا الْخَيْرَ قَالَ وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدَّثَنَا أَنَّ قَوْمًا يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ وَايْمُ اللَّهِ مَا أَدْرِي لَعَلَّ أَكْثَرَهُمْ مِنْكُمْ ثُمَّ تَوَلَّى عَنْهُمْ فَقَالَ عَمْرُو بْنُ سَلَمَةَ رَأَيْنَا عَامَّةَ أُولَئِكَ الْحِلَقِ يُطَاعِنُونَا يَوْمَ النَّهْرَوَانِ مَعَ الْخَوَارِجِ 'Dahulu kami pernah duduk di depan pintu Abdullah bin Mas'ud radliallahu 'anhu sebelum shalat subuh, ketika ia keluar kami berjalan bersamanya menuju masjid. Kemudian Abu Musa Al 'Asy'ari radliallahu 'anhu datang menemui kami dan bertanya: 'Apakah Abu Abdur Rahman telah datang menemui kalian? ', kami menjawab: 'belum', lalu beliau duduk bersama kami hingga (Abu Abdur Rahman) datang. Tatkala ia datang, kami semua berdiri dan menghampirinya, Abu Musa berkata kepadanya: 'Wahai Abu Abdur Rahman, baru saja di masjid aku melihat satu kejadian baru yang tidak aku sukai. Setahuku, Alhamdulillah, sekali pun itu diniyati kebaikan. Ia bertanya: 'apakah itu gerangan? ', 'Jika kamu masih hidup kamu akan melihatnya', Kata Abu Musa. Abu Musa melanjutkan: 'Aku melihat di masjid, sekelompok orang yang (duduk) melingkar sambil menunggu shalat, setiap lingkaran ada seorang (pemandu) nya dan tangan-tangan mereka membawa kerikil, lalu si (pemandu) berkata: 'ucapkanlah takbir seratus kali' dan mereka bertakbir seratus kali, 'dan ucapkanlah tahlil seratus kali' lalu mereka bertahlil seratus kali, 'dan ucapkanlah tasbih seratus kali' lalu mereka mengucapkan tasbih seratus kali. Abu Abdurrahman bertanya: 'Lantas apa yang telah kau katakan kepada mereka? ' Abu Musa menjawab: 'Aku belum berkata apa pun kepada mereka, karena aku menunggu pendapatmu atau perintahmu'. Abu Abdurrahman berkata: 'Tidak sebaiknyakah kamu perintahkan saja mereka untuk menghitung dosa-dosa mereka, serta kamu jamin bahwa kebaikan mereka tidak akan hilang?. Kemudian Abu Abdurrahman beranjak dan kami pun beranjak bersamanya, hingga ia sampai di lokasi jama'ah dzikir yang diceritakannya. Ia berdiri di hadapan mereka, dan berkata: 'Apa yang sedang kalian lakukan? ', mereka menjawab: 'Wahai Abu Abdur Rahman, ini adalah batu-batu kerikil untuk menghitung takbir, tahlil dan tasbih'. Ia berkata: 'Hendaklah kalian menghitung dosa-dosa kalian (saja), aku menjamin amal kebaikan kalian tidak akan hilang, celakalah kalian umat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, alangkah cepatnya masa kehancuran kalian, padahal mereka para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam masih banyak, dan baju mereka belum basah, juga periuknya belum pecah, demi Dzat yang jiwaku berada di genggaman tangannya, sesungguhnya kalian seakan-akan memiliki agama yang lebih baik dari agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, atau kalian sengaja hendak membuka pintu kesesatan?, mereka menjawab: 'Demi Allah wahai Abu Abdur rahman kami tidak menginginkan kecuali kebaikan'. Abu Abdurrahman menjawab: 'Berapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tetapi ia tidak dapat mencapainya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah menceritakan kepada kami bahwa ada satu kaum yang membaca Al Qur`an namun tidak melampaui tenggorokan mereka, demi Allah, aku tidak tahu siapa tahu mayoritas mereka adalah dari kalian", Abu Abdurrahman lantas berpaling dari mereka. 'Amr bin Salamah berkata: 'Kami melihat kebanyakan dari yang berada di kelompok jama'ah dzikir tersebut dihari selanjutnya mencaci-maki kami pada hari (perang) Nahrawan bersama orang-orang khawarij ' ". (HR. Ad Darimi, No. Hadist: 206 Bab: Dimakruhkan menggunakan logika (akal)).  Perhatikanlah bagaimana pemahaman sahabat rodhiyallohu anhu yang mulia ini, dan pada pandangannya yang keras terhadap bid’ah. Dan sesungguhnya niat yang baik dan maksud yang bagus bukan menjadi alasan untuk melaksanakan bid’ah. Kemudian Ibn Mas’ud mengatakan suatu kalimat yang ditulis dengan pandangan yang jernih : وَكَمْ مِنْ مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ 'Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tetapi ia tidak dapat mencapainya Wahai Saudaraku, lihatlah dengan mata batinmu kepada pengaruh bid’ah bagaimana membawa pelakunya kepada memisahkan sunnah dan menjauhi hak dan ahlinya.. mereka mencari jalan selain jalan sunnah. Mereka mengakui cinta Nabi saw. tetapi mengambil jalan bukan jalan Nabi saw. Rasulullah saw telah memberikan wasiyat kepada para sahabatnya dengan wasiyat yang agung, sabdanya : حَدَّثَنِي عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَمْرٍو السُّلَمِيُّ وَحُجْرُ بْنُ حُجْرٍ قَالَا أَتَيْنَا الْعِرْبَاضَ بْنَ سَارِيَةَ وَهُوَ مِمَّنْ نَزَلَ فِيهِ { وَلَا عَلَى الَّذِينَ إِذَا مَا أَتَوْكَ لِتَحْمِلَهُمْ قُلْتَ لَا أَجِدُ مَا أَحْمِلُكُمْ عَلَيْهِ } فَسَلَّمْنَا وَقُلْنَا أَتَيْنَاكَ زَائِرِينَ وَعَائِدِينَ وَمُقْتَبِسِينَ فَقَالَ الْعِرْبَاضُ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُونُ وَوَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ فَقَالَ قَائِلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا فَقَالَ أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ Dari Abdurrahman bin 'Amr As-Sulami dan Hujr bin Hujr, keduanya berkata, "Kami berkunjung kerumah Al 'Irbadh bin Sariyah dan ia termasuk seorang yang diturunkan ayat, "dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu. " (Qs. At-Taubah [9]: 92) Kemudian kami mengucapkan salam kepadanya dan kami berkata, 'Kami datang untuk menziarahimu, duduk-duduk denganmu dan ingin mendengarkan yang berharga darimu.' Al Irbadh berkata, 'Suatu hari Rasulullah SAW shalat bersama kami dan setelah itu beliau menghadap kepada kami, lalu memberi kami nasihat yang sangat berharga yang membuat mata melinangkan air mata dan hati pun tergetar. Maka ada seseorang berkata, 'Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasihat perpisahan! Pesan apa yang akan engkau sampaikan kepada kami?' Beliau berkata, Aku mewasiatkan kepadamu agar bertakwa kepada Allah dan tunduk serta taat meskipun seorang hamba sahaya yang hitam (menjadi pemimpinmu), sesungguhnya orang-orang yang hidup setelahku akan mendapatkan perselisihan yang banyak, maka hendaknya kalian berpegang teguh kepada Sunnahku dan Sunnah khalifah pengganti setelahku yang mendapatkan petunjuk, peganglah dan genggamlah erat-erat. Berhati-hatilah kalian dengan perkara-perkara yang baru, karena setiap perkara yang baru (diada-adakan) adalah bid’ah dan setiap yang bid’ah adalah sesat'. " Shahih: Ibnu Majah (42) Inilah Anak Adam yang paling fasih perkataannya menyatakan : كل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة، وكل ضلالة في النار “Sesungguhnya setiap yang diada-adakan adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan, dan setiap kesesatan adalah di neraka”. Kemudian ada orang yang menyatakan : Sesungguhnya di antara bid’ah ada yang bagus (hasanah) atau dianggap bagus. Perhatikan pernyataan Ibn Mas’ud : اتبعوا ولا تبتدعوا فقد كُفيتم. Ikutilah (sunnah) dan janganlah kalian membuat bid’ah, itu sudah cukup buat kalian. Jelaslah Sunnah kebalikan dari bid’ah, dan bid’ah adalah lawan dari sunnah. نسأل الله أن يُلهمنا رشدنا وأن يرزقنا الفقه في ديننا والتمسك بسنة نبينا محمد - صلى الله عليه وسلم -والله أعلم.   Penulis : Deni Solehuddin.                                    
Reporter: Reporter Editor: admin