Oleh Prof. Dr Dadan Wildan Annas. M Hum
Perjalanan ibadah umrah tgl 5 sampai dengan 13 April 2017 bersama PT. Karya Imtaq kali ini, tentu saja tidak hanya menunaikan ibadah umrah di Masjidil Haram di kota Mekkah, tetapi juga diisi dengan perjalanan ke mesjid Nabawi di Madinah untuk menunaikan ibadah salat wajib dan sunnah serta amalan lainnya di Mesjid Nabawi, serta ziarah di kota Madinah.
Rasulullah SAW (570-632) telah mewariskan jejak sejarah pada periode Mekkah (13 tahun, mulai dari 13 Sebelum Hijrah sampai tahun pertama hijriyah) dan Periode Madinah (10 tahun, sejak tahun pertama hijrah sampai 10 tahun Hijriyah).
Pada Periode Madinah, dimulai dari Hijrah Nabi Muhammad ke Madinah (1 Hijriyah/622 Masehi) selama 10 tahun Rasulullah menegakkan *Syariah Ijtimaiyyah* yang menekankan pada tiga hal pokok:
Pertama, Iqamatul Masjid; membangun dan memakmurkan mesjid;
Mesjid Pertama dibangun di Kuba (622). Masjid ini dibangun di atas sebidang tanah milik Kalsum bin Hadam dari Kabilah Amir bin Auf. Ketika hendak menuju Madinah pada saat hijrah, Rasululllah SAW singgah di Quba selama empat hari.
Masjid kedua dibangun di Mesjid Nabawi yang sekarang.
Untuk menentukan tempat mesjid yang baru, Rasulullah membiarkan untanya. “Biarkanlah unta ini (Al-Qashwa) jalan, karena ia diperintahkan Allah. Setelah unta Rasul sampai di tanah milik kedua anak yatim bernama Sahal dan Suhai, keduanya anak Amr bin Amarah, unta tersebut berhenti, kemudian beliau dipersilahkan oleh Abu Ayub Al Ansari, tinggal di rumahnya.
Setelah beberapa bulan di rumah Abu Ayub Al Ansari, Nabi mendirikan masjid di atas sebidang tanah yang sebagian milik As’ad bin Zurrah, sebagian milik kedua anak yatim (Sahal dan Suhai), dan sebagian lagi tanah kuburan Musyrikin yang telah rusak.
Tanah kepunyaan kedua anak yatim tadi dibeli dengan harga sepuluh dinar yang dibayar oleh Abu Bakar Ra. Sedang tanah kuburan dan milik As’ad Bin Zurrah diserahkan sebagai wakaf.
Berdirinya mesjid memerlukan teknis mengumpulkan jamaah ketika waktu salat tiba. Adzan menjadi medianya, Adzan mulai disyariatkan pada tahun kedua Hijriah.
Dikisahkan bahwa Abdullah bin Zaid bermimpi bertemu dengan seseorang yang memberitahunya untuk mengumandangkan adzan dengan menyerukan lafaz-lafaz adzan.
Mimpi itu disampaikan Abdullah bin Zaid kepada Rasulullah Saw. Umar bin Khathab yang sedang berada di rumah mendengar suara itu. Ia langsung keluar sambil menarik jubahnya dan berkata: ”Demi Tuhan Yang mengutusmu dengan Hak, ya Rasulullah, aku benar-benar melihat seperti yang ia lihat (di dalam mimpi).
Lalu Rasulullah bersabda: ”Segala puji bagimu.” yang kemudian Rasulullah menyetujuinya untuk menggunakan lafaz-lafaz adzan itu untuk menyerukan panggilan shalat.
Hingga saat ini, Adzan adalah media luar biasa untuk mengumandangkan tauhid terhadap yang Maha Kuasa dan risalah (kenabian) Nabi Muhammad saw. Adzan juga merupakan panggilan shalat kepada umat Islam, yang terus bergema di seluruh dunia lima kali setiap hari tanpa henti.
Proses suara azan bergerak ke arah barat kepulauan Indonesia.
Satu jam setelah adzan selesai di Sulawesi, maka adzan segera bergema di Jakarta, disusul pula sumatra.
Dan adzan belum berakhir di Indonesia, maka ia sudah dimulai di Malaysia. Dalam waktu beberapa jam dari Jakarta, maka adzan mencapai Dacca, ibukota Bangladesh, lalu Kalkuta ke Srinagar, Bombay dan seluruh kawasan India. Pakistan. Afghanistan. Muscat. Yaman, Uni Emirat Arab, Kuwait dan Irak
Di Siria, Mesir, Somalia dan Sudan selama jam tersebut.
Iskandariyah dan Istanbul terletak di bujur geografis yang sama. Perbedaan waktu antara timur dan barat Turki adalah satu setengah jam, dan pada saat ini seruan shalat dikumandangkan. Dimulai dari bagian timur pulau Indonesia itu tiba di pantai timur Samudera Atlantik setelah sembilan setengah jam.
Sebelum Adzan mencapai pantai Atlantik, kumandang adzan Zhuhur telah dimulai di kawasan timur Indonesia, dan sebelum mencapai Dacca, adzan Ashar telah dimulai. Dan begitu adzan mencapai Jakarta setelah kira-kira satu setengah jam kemudian, maka waktu Maghrib menyusul. Dan tidak lama setelah waktu Maghrib mencapai Sumatera, maka waktu adzan Isya telah dimulai di Sulawesi.
Bila Muadzin di Indonesia mengumandangkan adzan Fajar, maka muadzin di Afrika mengumandangkan adzan untuk Isya. Adzan bergema dimuka bumi mengumandangkan takbir di muka bumi ini.
Kedua, Ukhuwah Islamiyah; membangun kehidupan sosial dalam jalinan ukhuwah Islamiyah yang didasarkan pada Piagam Madinah dengan beberapa prinsip dasar;
1. Membangun tata persaudaraan menurut ajaran Islam, Jauh sebelum revolusi Perancis 1789 (Liberte, egalite, Fraternite). Rasulullah telah membina umat berdasarkan pada mahabbah dan marhamah; kecintaan dan kasih sayang.
2. Membangun struktur komunitas masyarakat yang tangguh,
3. Menyusun tata sosial ekonomi yang merata dan adil,
4. Menerapkan asas kekeluargaan dengan rasa kesetiakawan sebagai bentuk kesalehan sosial.
Ketiga, Daulatul Islamiyah, yang terbangun dari masyarakat yang teguh tauhidnya, mantap ibadahnya, makmur mesjidnya, dan kuat jalinan ukhuwah Islamiyyahnya.
Keberhasilan Rasulullah SAW dalam membangun negeri Madinah Al-Munawarah, dan dilukiskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an Surat (9) At-Taubah; Ayat 20;
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan".
Piagam Madinah yang juga dikenal dengan sebutan Konstitusi Madinah, menjadi dokumen penting di Madinah yang disusun oleh Nabi Muhammad SAW, sebagai suatu perjanjian formal antara dirinya dengan suku-suku dan kaum-kaum penting di Yathrib (kemudian bernama Madinah) pada tahun 622 Masehi.
Piagam Madinah disusun dengan tujuan utama untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani ‘Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Piagam Madinah juga menetapkan sejumlah hak dan kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas penyembah berhala di Madinah; sehingga menjadi suatu kesatuan komunitas, yang disebut ummah.
Piagam Madinah terdiri dari 47 pasal mulai dari Mukaddimah, dilanjutkan dengan hal-hal pembentukan umat; persatuan seagama; persatuan segenap warga Negara; golongan minoritas; tugas warga Negara; perlindungan Negara; pimpinan Negara; politik perdamaian; dan penutup.
Substansi Pokok Piagam Madinah:
1. Siyasah Syar’iyah: dasar pokoknya adalah wahyu, sebagai rujukan bagi peraturan bernegara.
2. Siyasah Wad’yah; dasar pokoknya bersumber pada manusia itu sendiri, mulai dari pendapat para ahli, pengalaman, atau aturan terdahulu yang diwariskan. Isinya tidak bertentangan dengan ajaran Islam; menempatkan manusia di depan hukum; menegakkan keadilan; mewujudkan kemaslahatan; disepakati berdasarkan musyawarah.
3. Siyasah Al-Adilah; siyasah yang haq (benar); peraturan perundangan yang sesuai dengan aturan agama.
(Islam, Demokrasi, dan Modernitas).
Prinsip-prinsip umum Piagam Madinah:
1. Monoteisme;
Konsep tauhid terkandung dalam Mukaddimah. Piagam Madinah diawali dengan kalimat: Bismillahirrahmanirrahim, dilanjutkan dengan maklumat: “Piagam ini dari Muhammad SAW”. Dalam beberapa pasal, “Allah” dan “Muhammad” seringkali disebut.
Pembuat sekaligus pelaksana Piagam Madinah adalah Nabi Muhammad SAW, selain sebagai pemimpin kesatuan politik juga sebagai Rasul utusan Allah SWT.
2. Penghargaan atas pluralisme; persatuan dan kesatuan; persamaan dan keadilan; kebebasan beragama; bela negara; pelestarian adat yang baik;
Supremasi Syariat; penyelesaian perselisihan ditetapkan menurut ketentuan Allah dan keputusan Muhammad SAW.
3. Landasan politik damai dan proteksi.
Piagam ini dianggap sebagai peraturan tertulis pertama di dunia.
*Madinah yang Ramah*
Piagam Madinah telah membawa sistem pemerintahan yang adil. Dan itu terasa auranya hingga saat ini.
Suasana di mesjid Nabawi agak berbeda dengan di Masjidil Haram, suasana begitu tertib dan teratur. Menjelang maghrib kaum muslimin berbondong-bondong menuju Mesjid Nabawi. Di depan mesjid, sebagian orang membagi-bagikan makanan dan sebagian lagi dengan sangat ramah menyambut kedatangan para jemaah. Dengan wajah cerah mereka berebut menuntun kami ke tempat dimana hidangan yang disediakannya tersaji di dalam atau di halaman mesjid. Sorot mata yang cerah, keinginan untuk berbagi menyebabkan kami tak kuasa menolak ajakannya.
Di dalam mesjid, setiap menjelang magrib tiba, apalagi tiap hari senin dan kamis, dan hari lainnya selalu terhampar plastik panjang yang diisi dengan sajian khas tanah haram; kurma, segelas air zamzam, susu, roti, dan pisang.
Ketika adzan maghrib berkumandang, jemaah dengan tertib mencicipi hidangan yang tersaji. Saya melihat sorot mata orang yang menuntun kami ke hidangan yang disajikannya begitu bahagia. Mereka berharap akan sabda nabi; “Barangsiapa memberi makan kepada orang yang berbuka puasa, maka dia memperoleh pahalanya, dan pahala bagi yang berpuasa (menerima makanan) tidak dikurangi sedikitpun” (HR. At-Tirmidzi).
Keramahan penduduk Madinah menyambut siapapun yang datang ke mesjid Nabawi, mengingatkan saya akan keramahan orang-orang Madinah menyambut kedatangan Nabi Muhammad yang melakukan hijrah dari Mekkah. Keramahan itulah yang membuat Nabi memilih Madinah sebagai tempat hijrahnya, dan keramahan itulah yang masih terpancar dari sorot mata orang-orang Madinah hingga kini.
Madinah memberi kesan yang mendalam bagi jamaah. Kedamaian, keramahan, dan ketenangan selalu membuat rindu untuk kembali ke tanah suci.
Undang kami dan saudara saudara kami untuk kembali berkunjung ke tanah suci-Mu...
Aamiin