Bandung, persis.or.id - Madrasah Pena berkolaborasi dengan Panitia Reuni Akbar Pesantren Persatuan Islam 1-2 Pajagalan sukses menggelar pementasan sejarah Persatuan Islam bertajuk Teater 1923, Ahad (24/9/23) di Gedong Budaya Sabilulungan, Soreang, Kab. Bandung.
Melibatkan 60 anak muda kader PERSIS dari berbagai pesantren, Teater 1923 yang penampilan reka ulang cuplikan-cuplikan sejarah PERSIS tersebut merupakan acara penyerta Reuni Akbar PPI 1 dan 2 Pajagalan.
Dari Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP PERSIS) terpantau hadir Dr. Rosihan Fahmi, Ketua Lembaga Pemberdayaan Komunitas Literasi (LPKL) yang juga anggota Dewan Tafkir; Ustaz Amin Muchtar, Sekretaris Dewan Hisbah; Prof. Maman Abdurrahman, Majelis Penasihat; Ustaz Ginanjar Nugraha, Kabidgar Literasi dan Penerbitan PP PERSIS; dan para pimpinan badan otonom PERSIS beserta jajarannya.
Selain itu, turut hadir pula Ustaz Ihsan Setiadi Latief, selaku Ketua Bidang Infokom PP PERSIS; Ustaz Tatan Ahmad Santana dari Dewan Tafkir PP PERSIS, dan Ibrahim Nashrul Haq Alfahmi selaku Ketua Umum PP Pemuda PERSIS.
Dimulai pukul 14.15, pementasan teater berlangsung lebih kurang tiga jam. Dari fragmen awal yang menghadirkan kisah keluarga pendiri PERSIS, yakni kedua menantu H. Anang Thoyib: KH. Zamzam dan Kiagus Haji Muhammad Yunus, hingga fragmen berbalas puisi antara Natsir yang berjuang di Konstituante dengan Buya Hamka. Penampilan dipungkas monolog emosional tentang dua pemimpin terakhir yang wafat usai purna tugas memimpin jam’iyyah.
Hilman Indrawan yang bertindak sebagai sutradara sekaligus penulis naskah Teater 1923 menuturkan bahwa pihaknya menyematkan tagline “Karya pertama abad kedua” pada karyanya ini.
“Untuk memotivasi diri dan tim bahwa karya ini adalah karya bersejarah, setidaknya bagi diri sendiri, lebih luas lagi bagi sejarah kebudayaan jam’iyyah Persatuan Islam,” ungkap Hilman Indrawan dalam sambutan sebelum penampilan.
Lebih lanjut ia menuturkan bahwa karya ini bermula dari penulisan biografi Tuan Hassan. Namun, dialihkan atau dikonversi terlebih dahulu pada naskah teater ini.
Sementara itu, Ustaz Tatan Ahmad Santana menyebut bahwa, sepengetahuan dirinya, ini merupakan pementasan teater sejarah PERSIS pertama dalam 100 tahun perjalanan dakwah PERSIS.
“Dan merupakan teater dengan durasi terpanjang yang pernah ditonton, yaitu 3 jam. Namun, untungnya tidak membosankan,” katanya.
Ustaz Ihsan Setiadi Latief pun menyampaikan apresiasi dan dukungannya atas berjalannya kegiatan yang berbasiskan literasi tersebut.
“Pimpinan Pusat melalui Infokom dan Lembaga Pemberdayaan Komunitas Literasi (LPKL) akan selalu mendukung kegiatan-kegiatan literasi jam’iyyah,” ungkapnya.
Berdasar informasi yang didapatkan persis.or.id, tiket yang disediakan sesuai kapasitas 800 kursi terjual habis. Di antara para penonton turut hadir rombongan santri yang belajar materi kejam’iyyahan, seperti dari PPI 31 dan PPI 84 dengan masing-masing hadir lebih dari 30 santri. Begitu pun PPI lainnya yang ditugaskan untuk melakukan studi dari Teater 1923.
Sepanjang pementasan, tampak banyak penonton yang menangis. Puncaknya, pada ujung pentas saat disenandungkannya lagu hymne Persatuan Islam dan pengibaran bendera Persatuan Islam.
{MP/dh)