Mengenal Syi’ah : Sejarah, Ajaran, Keyakinan dan Perkembangannya Di Indonesia (I)

oleh Reporter

11 Agustus 2015 | 22:35

Oleh : Abu Alifa Shihab   PENDAHULUAN Dalam sejarah tercatat bahwa Persia kuno terdapat sebuah imperium besar, yaitu imperium Persia Raya. Salah satu kota terbesarnya adalah Mada’in. Wilayah Persia sekarang disebut Iran.Ada beberapa ciri khusus imperium Persia.Pertama, sejarahnya dipenuhi oleh peristiwa kudeta dan perang saudara, sering terjadi perang dan revolusi perebutan kekuasaan antar putra mahkota. Kedua, kepercayaan dan ritual keagamaan banyak dipengaruhi oleh Yahudi, Kristen dan Budha.Sehingga sebagian ulama mengatakan bahwa sesungguhnya Syi’ah adalah bibit yang berasal dari Kristen, yang ditanam oleh Yahudi diladang Majusi. Ketiga,penokohan dan pengkultusan yang kuat dan berlebihan terhadap pemimpin, bagi rakyat Persia.Sehingga pengkultusan Syi’ah terhadap ahlul-bait adalah warisan aqidah Majusi. Selain itu, aliran keagamaan berkembang sangat pesat di Persia, seperti Majusi.Sedangkan agama Majusi memiliki dua sifat khas. (Yaitu) Pertama, bergerak secara sirriyah, yaitu sembunyi (dalam Syi’ah dikenal taqiyyah nanti dibahas dalam sesi beikutnya tentang penyimpangan Aqidah Syi’ah).Kedua, meyakini mut’ah sebagai ritual suci, pembersih dosa. Oleh karena itu Syaikh Dr.Abdullah Al-Gharib berkesimpulan, bahwa aqidah dan siasat politik yang diperankan oleh Syi’ah sekarang (seperti Iran), merupakan warisan dan pengembangan dari ajaran majusi kuno (waja’a dauru al-majus, hal.48) Sebenarnya awal pergesekan antara umat Islam dengan imperium Persia telah ada sejak era Nabi Muhammad saw, ketika beliau mengirim surat melalui shahabat Abdullah bin Hudzaifah ke Kisra bin Hurmudz, yang menjadi raja Persia saat itu. Waktu itu sang raja merobek-robek surat yang diterimanya dihadapan shahabat yang mengirimnya. Kemudian gesekan kedua umat Islam dengan Persia terjadi pada masa khalifah Umar ibn Khathab, saat Persia dipimpin oleh raja Yazdajrid.Dua panglima Persia, Rustum dan Hurmudzan terkenal sebagai panglima andalan raja.Tetapi umat Islam yang waktu itu dipimpin oleh Sa’ad biin Abi Waqash berhasil menaklukan Persia dilembah Qadisiyah. Rustum, panglima yang terkenal gagah itu tewas dilembah ini. Sedangkan Hurmudzan sempat melarikan diri, namun ia tertangkap oleh pasukan muslimin. Ia pura-pura masuk Islam. Kelak, dialah otak dan dalang pembunuhan terhadap khalifah Umar ibn Khathab.   MUNCULNYA KELOMPOK SYI’AH Sebagian ahli berpendapat, bahwa awal munculnya Syi’ah ada yang mengaitkan diakhir masa pemerintahan khalifah Ustman bin Affan atau awal masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Tetapi yang paling mashur Syi’ah muncul dan lahir pasca gagalnya perundingan antara pihak pasukan Ali bin Abi Thalib dengan pihak Mu’awiyah bin Abi Sufyan di Siffin yang lebih popular dengan peristiwa At-Tahkim (arbitrasi). Akibat perundingan itu, sejumlah pasukan Ali menentang bahkan keluar memisahkan diri.Mereka lebih terkenal dengan sebutan khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali).Sebagian besar tetap mendukung dan setia kepada khalifah sebagai Syi’ah Ali (pengikut/pendukung Ali). Pada awal munculnya, tasyayu’ (dukungan) kepada Ali hanyalah merupakan gerakan politik. Penggunaan term Syi’ah dimasa Khalifah Ali ra berkonotasi setia dan membela, tidak ada akidah khusus sebagaimana pada Syiah saat ini. Pasca peristiwa tahkim atau arbitrase antara Ali dan Mu’awiyah, posisi Khalifah Ali semakin lemah dan sempit, terutama sekali sesudah penumpasan pasukan Ali terhadap kaum Khawarij di Nahrawan, telah mendorong mereka untuk membentuk pasukan berani mati yang terdiri dari : Abdurrahman bin Muljam untuk membunuh Ali di Kuffah, Hajaj bin Abdillah as-Sarimi untuk membunuh Muawiyah di Damaskus, dan Zadawih untuk membunuh Amr bin Ash di Mesir.Akan tetapi dua petugas yang disebut terakhir gagal mencapai maksudnya, dengan demikian posisi Muawiyah semakin kuat. Kelahiran Syiah sebagai suatu aliran keagamaan yang bersipat pilitis secara utuh, dilihat dari aspek ajaran atau doktrin politiknya, yakni tentang legitimasi ke-khalifahan ada pada keturunan Ali dengan Fathimah, putri Rasulullah saw. bermula sejak munculnya tuntutan penduduk Kuffah pendukung Ali, agar masalah ke-khalifahan dikembalikan kepada Ahlul-Bait. Yang dimaksud dengan Ahlul-Bait  oleh Syiah hanya dibatasi kepada Ali, Fathimah, Hasan, Husein dan keturunan Husein. Mereka tidak menganggap para istri Nabi saw, putra-putra Ali selain Hasan dan Husein, saudara-saudara perempuan Fathimah seperti Ruqayah, Ummu Kultsum dan Zainab, begitu pula keturunan Hasan bin Ali sebagai Ahlul-Bait. Dengan demikian lahirnya Syiah pada dasarnya bersamaan waktunya dengan pengangkatan Hasan bin Ali bin Abi Thalib sebagai Imam kaum Syiah. Pada masa ini posisi kaum Syiah semakin goyah karena derasnya fitnah, perselisihan dan perpecahan dikalangan mereka yang sengaja ditanamkan oleh golongan Syabaiyyah pengikut Abdullah bin Saba. Lemahnya kepemimpinan Hasan bin Ali menjadi factor yang mempersulit kaum Syiah. Usaha Hasan menumpas Syabaiyyah dan menentang pemerintahan Muawiyah, membuat banyak pendukung meninggalkannya dan berpaling kepada Muawiyah, sebagian bergabung dengan Syabaiyyah dan Khawarij. Akhirnya Hasan bin Ali memilih jalan damai dengan mengundurkan diri dari jabatan sebagai khalifah pada tahun 41H/661M. Sesudah Hasan bin Ali wafat diangkatlah saudaranya (yakni) Husein bi Ali sebagai Imam. Putera Ali kedua ini tampak memiliki semangat dan daya juang seperti bapaknya, namun saying ia harus tewas diujung pedang tentara Yazid bin Muawiyah di padang Karbala secara memilukan pada tanggal 1 Oktober 680 M. Perubahan corak Syiah dari politik murni menjadi gerakan keagamaan antara lain dipengaruhi oleh kedengkian Yahudi dan Majusi (Persia) terhadap Islam. Karena Islam-lah yang telah menghancurkan dan mencabut akar-akar Yahudi dari jazirah Arab, negeri yang dianggap sangat penting bagi Yahudi, mereka telah lama menetap di Madinah dan Syan’a (Yaman) dan sebagian ujung-ujung jazirah Arab.Adapun Persia, mereka adalah bangsa kaya dan pernah berkuasa atas bangsa-bangsa lain termasuk bangsa Arab.Persia yang besar kerajaannya, kewibawannya tidak runtuh ditangan bangsa Romawi ataupun Mongol, tapi justru jatuh ditangan kaum muslimin yang berjumlah relative kecil dimasa kehkalifahan Umar Ibn al-Khathab ra. Keinginan mengobarkan dendam lama nampak dari ucapan Imam Khomaeni : “…Sesungguhnya aku mengatakan dengan keberanian bahwa bangsa Iran (dulu Persia) dengan jumlah jutaan pada saat ini lebih utama dari pada bangsa Hijaz dimasa Rasulullah saw dan dari bangsa Kufah, Irak pada masa Amirul Mukminin Al-Husein bin Ali (Al-Washiyah Al-Ilahiyah hal.16). Seorang orientalis Inggris Dr.Brown yang cukup lama tinggal di Iran untuk studi kesejarahan dalamTarikh Adabiyat Iran jilid 1 hal 217 mengatakan : “… Diantara factor terpenting yang menyebabkan permusuhan penduduk Iran terhadap khalifah Ar-Rasyid kedua, Umar adalah karena dialah yang telah menaklukan Negara-negara non-Arab dan telah meruntuhkan kekuatan mereka.Hanya saja permusuhan mereka dibungkus dengan baju agama dan madzhab”. Di bagian lain dia menjelaskan bahwa kebencian mereka kepada Umar bukan karena merampas hak-hak Ali dan Fathimah, melainkan karena dialah yang telah menaklukan Iran dan menumbangkan dinasti Sasaniyah. Kemudian dia menukil sebuah Syair lagu Persia : “Umar telah mematahkan punggung-punggung singa yang ganas dikandangnya dan telah mencabut keluarga Jamsyid (raja terbesar dari Persia), bukanlah pertentangan itu karena ia merampas hak Ali, tetapi dendam lama ketika ia menaklukan Persia. (ibid, jilid 4 hal 49) Setelah bertemunya kepentingan Sabaiyyah dan Majusiyah, mereka menggunakan maker dengan mengeksploitasi terbunuhnya Ali bin Abi Thalib ra dan Husein bin Ali bin Abi Thalib, kemudian membubuinya dengan fatwa-fatwa yang dinisbatkan kepada Ali bin Abi Thalib dan keluarganya untuk kemudian membawa agama baru yang berdiri sendiri. Memiliki akidah dan syariah yang berbeda atau berpisah dari Islam, yang dibawa oleh As-Shadiq Al-Amin Muhammad saw. Maka dengan demikian tasyayu’ (dukungan) dibangun dan berdiri diatas ucapan-ucapan dan perbuatan para Imam. Jika ditentang dengan ucapan atau perbuatan Imam itu sendiri yang dimuat dalam kitab mereka, dengan ringan mereka menjawab “Itu kan Taqiyyah”. Jika ditentang dengan Al-Quran, mereka menjawab “Al-Quran yang ada telah diubah dan diganti”. Jika dibantah dengan Sunnah yang shahih, mereka dengan mencibir berkata “Itu riwayat dari orang-orang yang murtad”. Syi’ah pada era kehkalifahan Ali lebih kepada pembelaan dan dukungan dalam aspek siyasah (politik), tetapi setelah Abdullah bin Saba seorang Yahudi yang berpura-pura masuk Islam, Syi’ah menjadi sebuah keyakinan. Abdullah bin Saba’ (Ibn Sauda) adalah seorang Yahudi berasal dari Shan’a, Yaman yang datang ke Madinah kemudian berpura-pura setia kepada Islam pada masa Khilafah Utsman bin Affan Bahkan sebagian memandang dia yang sesungguhnya mempelopori kudeta berdarah dan melakukan pembunuhan kepada khalifah Utsman bin Affan, yang kemudian mengkultuskan Ali bin Abi Thalib. Al-Qummy (seorang Syi’i) mengaku dan menetapkan akan adanya Abdullah bin Saba[i] ini, dan menganggapnya orang yang pertama kali menobatkan keimaman Ali bin Abi Thalib, serta akan munculnya kembali (sebelum qiamat), disamping ia juga termasuk orang yang pertama mencela Abu Bakar, Umar, Ustman dan para shahabat lainnya.Hal ini sesuai dengan pandangan Ash-Shahrastany yang menyebutkan bahwa Abdullah bin Saba meupakan orang yang pertama kali memunculkan pernyataan keimaman Ali dengan adanya wasiat. Beliau juga menyebutkan tentang Saba’iyyah (pengikut Ibnu Saba) bahwa ia adalah sekte pertama yang menyatakan tentang hilangnya imam mereka yang kedua belas dan nanti akan muncul kembali. Dapat disimpulkan bahwa pernyataan tentang ke-imaman Ali bin Abi Thalib dan kekhalifahannya dengan adanya wasiat langsung dari Nabi saw adalah peninggalan yang diwaristkan oleh Ibnu Saba. Setelah itu Syi’ah berkembang biak menjadi beberapa sekte, dengan berbagai macam ideology yang banyak sekali. Jelaslah bahwa Syi’ah membuat ideologi-ideologi baru seperti adanya wasiat kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, dan munculnya kembali imam mereka yang ke-12 dikemudian hari. Hilangnya imam dan penuhanan terhadap para imam mereka adalah bukti pengekoran kepada Abdullah bin Saba seorang Yahudi. Di antara isu-isu (baca : doktrin) yang disebarkan oleh Abdullah bin Saba’ pada saat itu antara lain:
  1. Bahwa Ali bin Abi Thalib R.A telah menerima wasiat sebagai pengganti Rasulullah saw. (An Naubakhti , firaq As Syi’ah, hal. 44)
  2. Bahwa Abu Bakar, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan R.A. adalah orang-orang zhalim, karena telah merampas hak khilafah Ali R.A. setelah wafatnya Rasulullah saw Umat Islam saat itu yang membai’at ketiga khilafah tersebut dinyatakan kafir. (An Naubakhti, op cit, hal. 44)
  3. Bahwa Ali bin Abi Thalib adalah pencipta semua mahluk dan pemberi rezeki. (Ibnu Badran, Tahdzib al Tarikh al Dimasyq, Juz VII, hal. 430)
  4. Bahwa Nabi Muhammad saw akan kembali lagi ke dunia sebelum hari kiamat, sebagaimana kepercayaan akan kembalinya Nabi Isa A.S. (Ibnu Badran, op cit, juz VIII, hal. 428)
  5. Bahwa Ali R.A. tidak mati, melainkan tetap hidup di angkasa. Petir adalah suaranya ketika marah dan kilat adalah cemetinya. (Abd. Al Thahir Ibnu Muhammad Al Baghdadi, Al Firaq Baina Al Firaq, hal. 234)
  6. Bahwa ruh Al Quds berinkarnasi ke dalam diri para Imam Syi’ah . (Al Bad’u wa Al Tarikh, juz V, hal. 129, th 1996). [llpi Makassar]
IMAM-IMAM DALAM SEKTE SYI’AH Dalam sejarah dan perkembangan selanjutnya, aliran Syi’ah terpecah terutama dalam penentuan imamiah. Setidaknya dalam sejarah perkembangan Syi’ah, ada tiga sekte terbesar, yaitu.
  1. Syi’ah Dua Belas Imam atau Sekte Itsna ‘Asyariah
Di sebut Dua Belas Imam, karena mereka meyakini bahwa yang berhakmemimpin kaum muslimin hanyalah para Imam dari ahul-bait, dan mereka juga meyakini adanya 12 Imam. Dari sekian banyak sekte dalam Syiah, sekte inilah yang paling luas pengaruhnya dan paling banyak pengikutnya.Mayoritas mereka tinggal di Iran dan Irak. Sekte ini muncul pada abad ke-3 H, akan tetapi ada juga yang menyatakan bahwa sekte ini baru muncul sesudah wafatnya imam ke-11 Hasan al-Askari dan ghaibnya imam yang ke-12 Muhammad Al-Mahdi Al-Muntazar tahun 260 H. Imam menurut sekte ini adalah :
  1. Ali bin Abi Thalib (600-661), dikenal dengan Amirul Mukminin.
  2. Hasan bin Ali (625-669) dikenal Hasan al-Mujtaba
  3. Husain bin Ali (626-680) dikenal Husain Asy-Syahid
  4. Ali bin Husain (658-713) dikenal Ali Zainal Abidin
  5. Muhammad bin Ali (676-743) dikenal Muhammad al-Baqir
  6. Ja’far bin Muhammad (703-765) dikenal Ja’far Ash-Shadiq
  7. Musa bin Ja’far (745-799) dikenal Musa al-Kadzim
  8. Ali bin Musa (765-818) dikenal Ali Ar-Ridha
  9. Muhammad bin Ali (810-835) dikenal Muhammad al-Jawad atau Muhammad at-Taqi
  10. Ali bin Muhammad (827-868) dikenal dengan Ali al-Hadi
  11. Hasan bin Ali (846-874) dikenal Hasan al-Askari
  12. Muhammad bin Hasan (868- ) dikenal Muhammad al-Mahdi
  Menurut keyakinan sekte ini bahwa Imam yang ke-12 yang mereka sebut Al-Qoim atau Al-Muntazar akan muncul dan sedang ditunggu-tungu. Dan pada saat kemunculannya, menurut sekte ini yang akan dilakukan oleh imam ke-12 adalah : 1). Menghunus pedang dan membunuhi orang Arab Al-Majlisi meriwayatkan bahwa Al-Muntazar akan berjalan ditengah orang Arab seperti disebutkan dalam Al-Jufri Al-Ahmar, yaitu membunuhi mereka. (bihar Al-Anwar, 52/318). Tidak ada yang tersisa dengan orang Arab selain pembantaian.(Bihar Al-Anwar 52/349) .Hati-hatilah terhadap orang Arab, karena mereka memiliki kabar buruk, maka sesungguhnya tidak akan keluar seorangpun dari mereka bersama Al-Qaim (Bihar Al-Anwar, 52/333) 2). Menghancurkan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi Al-Majlisi meriwayatkan :Sesungguhnya Al-Qaim akan merobohkan Masjidil Haram dan Masjid nabawi sehingga rata dengan pondasinya. (Bihar al-Anwar 52/338). Al-Faidh al-Kasyani meriwayatkan : Wahai para penduduk Kufah, Allah azza wa jalla telah menghadiahkan kepada kamu sekalian keutamaan yang tidak dihadiahkan kepada seorangpun. Tempat shalat kamu adalah rumah Adam, rumah Nuh dan rumah Idris serta tempat shalatnya Nabi Ibrahim. Tidak akan pergi hari-hari sehingga hajar Aswad ditanam didalamnya. (Al-Wafi 1/215) 3). Menegakkan Hukum Keluarga Daud Dari Abu Abdillah : Jika Al-Qaim dari keluarga Muhammad muncul, dia akan berhukum dengan hukum Daud dan Sulaiman. (al-Ushul min al-Kafi 1/397). Al-Majlisi meriwayatkan bahwa Al-Qaim akan membawa ajaran baru, kitab yang baru dan hukum yang baru. (Bihar al-Anwar 52/354)  
  1. Sekte Zaidiyah
Sekte ini merupakan pengikut Zaid bin Ali bin Husain bin Abi Thalib, atau ada yang menyebutnya dengan Syi’ah Lima Imam. Sekte ini dianggap moderat karena golongan ini tidak menganggap bahwa ketiga khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib tidak sah. Urutan Imam sekte ini adalah :
  1. Ali bin Abi Thalib (600-661), dikenal dengan Amirul Mukminin.
  2. Hasan bin Ali (625-669) dikenal Hasan al-Mujtaba
  3. Husain bin Ali (626-680) dikenal Husain Asy-Syahid
  4. Ali bin Husain (658-713) dikenal Ali Zainal Abidin
  5. Zaid bin Ali (658-740) dikenal Zaid bin Ali asy-Syahid
 
  1. Sekte Ismailiyyah
Disebut juga Syi’ah Tujuh Imam, karena mereka meyakini tujuh Imam, dan mereka percaya bahwa Imam ke-7 ialah Ismail. Adapun urutan Imamnya adalah :
  1. Ali bin Abi Thalib (600-661), dikenal dengan Amirul Mukminin.
  2. Hasan bin Ali (625-669) dikenal Hasan al-Mujtaba
  3. Husain bin Ali (626-680) dikenal Husain Asy-Syahid
  4. Ali bin Husain (658-713) dikenal Ali Zainal Abidin
  5. Muhammad bin Ali (676-743) dikenal Muhammad al-Baqir
  6. Ja’far bin Muhammad (703-765) dikenal Ja’far Ash-Shadiq
  7. Ismail bin Ja’far (721-755), adalah anak pertama Ja’far Ash-Shadiq atau kakak Musa al-Kadzim
Fakta historis tentang adanya perbedaan pendapat bahkan perselisihan internal Syi’ah dalam penentuan Imam dikalangan Syi’ah. Oleh karena itu Fakhruddin ar-Razi mengatakan :“Ketahuilah bahwa adanya perbedaan yang sangat besar tersebut, merupakan bukti kongkret tentang tidak adanya wasiat teks penunjukkan yang jelas dan berjumlah banyak tentang Imam yang dua belas seperti yang mereka klaim itu”. Ada juga sementara kalangan yang merumuskan kategorisasi Syi’ah menjadi tiga golongan, yaitu :
  1. Syi’ah Ghulat, yaitu golongan yang diantara fahamnya bahwa Jibril itu sudah salah alamat menyampaikan wahyu, yang seharusnya kepada Ali bin Abi Thalib. Bahkan golongan ini sampai menuhankan Ali bin Abi Thalib.
  2. Syi’ah Rafidhah, yaitu golongan yang melakukan penghinaan, pelecehan, penistaan terhadap para shahabat, termasuk sebagian istri Nabi saw. Syi’ah ini ada yang memberikan istilah ahlu al-bida’ wa al-ahwa.
  3. Syi’ah Mu’tadilah (moderat), yaitu golongan yang lebih mengutamakan Ali bin Abi Thalib diatas para shahabat yang lain.
  PERISTIWA GHADIR KHUM Ghadir Khum adalah sebuah kebun yang terletak antara kota  Makkah  dan  Madinah tepatnya di dekat Juhfah. Peristiwa ini terjadi sepulang dari Haji Wada’ sebelum wafatnya Nabi kira-kira 3 bulan.Jarak antara keduanya adalah lebih kurang 200 mil. Dalam kejadian sejarah menurut tradisi syiah, tempat ini menjadi terkenal sebagai tempat penobatan Ali bin Abu Thalib sebagai Wali dan Khalifah Ar-Rasyidin yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw, yang terjadi setelah Haji Wada' lebih kurang pada tanggal 18 Zulhijjah, tahun 10 Hijrah (kurang lebih 15 Mac 632 Masihi). Menurut riwayat dari Al-Ya'kubi dalam kitab Tarikh-nya Jilid II Menyebutkan suatu peristiwa sebagai berikut. Dalam perjalan pulang ke Madinah seusai menunaikan ibadah haji (Hijjatul-Wada'),malam hari Rasulullah saw bersama rombongan tiba di suatu tempat dekat Jifrah yang dikenali denagan nama "GHADIR KHUM." Hari itu adalah hari ke-18 bulan Zulhijjah. Beliau keluar dari kemahnya kemudia berkhutbah didepan jamaah sambil memegang tangan Imam AliBin Abi Talib r.a.Dalam khutbahnya itu antara lain beliau berkata : "Barang siapa menanggap aku ini pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya.Ya Allah, pimpinlah orang yang mengakui kepemimpinannya dan musuhilah orang yang memusuhinya" Golongan Syiah yakin bahwa Nabi telah mengangkat Ali menjadi imam di sebuah tempat air yang disebut Khum. Maka jadilah peristiwa ini disebut sebagai peristiwa ghadir khum.Syiah yakin bahwa Nabi mengangkat Ali menjadi imam, dan kaum muslimin telah membaiat Ali.Tapi yang terjadi adalah sahabat berkhianat pada baiat Ghadir Khum, dan mengangkat Abubakar menjadi khalifah. Dan syiah menganggap hari Ghadir Khum adalah hari raya terbesar dalam Islam.Ghadir Khum lebih besar dari hari raya Idul Fitri dan Idul Adha. At Thusi menyebutkan dalam Tahdzibul Ahkam, jilid 6 hal 24 bahwa: Hari raya ghadir adalah hari raya yang paling agung di alam ini. Bukan hanya di bumi, tapi di alam semesta. Bukan hanya untuk kaum muslimin, tapi untuk seluruh manusia dengan berbagai agama dan kepercayaannya. Hari raya ghadir adalah hari raya teragung di jagad raya ini. Yang lebih parah lagi, Majlisi meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda: hari Ghadir Khum adalah hari raya terbaik umatku. Lihat Biharul Anwar jilid 37 hal 109. Majlisi meriwayatkan dari perawi Sulaim bin Qais, bahwa surat Al Maidah ayat 3 yang berbunyi: Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu. Adalah turun setelah Nabi mengangkat Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah di Ghadir Khum. Nabi saw. bersabda setelah turunnya ayat ini: Allahu Akbar atas kesempurnaan agama dan nikmat, dan Allah meridhai risalahku dan kepemimpinan Ali sepeninggalku. Biharul Anwar jilid 37 hal 195. Padahal ayat itu turun di padang Arafah, bukan di Ghadir Khum. Bahkan dalam kitab syiah juga memuat riwayat keutamaan hari raya ghadir khum, seperti dibawah ini : Dari Abdurrahman bin Salim, dari ayahnya: aku bertanya pada Abu Abdillah : apakah kaum muslimin memiliki hari raya selain hari Jum’at, Idul Adha dan Idul Fitri? Abu Abdullah menjawab: ya, hari raya yang lebih besar kehormatannya. Aku bertanya: hari raya apakah itu, semoga diriku dijadikan tebusanmu? Abu Abdullah berkata: hari saat Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melantik Amirul Mukminin, dan berkata: siapa yang menjadikan aku sebagai khalifahnya, maka Ali adalah khalifahnya. Aku bertanya: hari apakah itu? Abu Abdillah menjawab: apa yang kamu akan perbuat dengan hari, hari-hari setahun adalah berulang, tetapi hari itu adalah hari 18 Dzulhijjah. Aku bertanya: Apa yang sebaiknya kami lakukan di hari itu? Abu Abdullah berkata: kalian berdzikir pada Allah di hari itu dengan berpuasa, beribadah dan menyebut Muhammad dan keluarga Muhammad. Dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mewasiatkan pada Ali agar menjadikan hari itu sebagai hari raya. Begitu juga para Nabi, mereka berwasiat pada washi mereka masing-masing, lalu menjadikan hari itu sebagai hari raya. Al Kafi jilid 4 hal 149, Al Wasa’il jilid 10 hal 44. Al Mufid dan Abu Ja’far Ibnu Babawaih Al Qummi, serta Abu Ja’far At Thusi meriwayatkan dari Ja’far As Shadiq bahwa amal ibadah pada hari Ghadir, 18 Dzulhijjah setara amalan 80 bulan. Tsawabul A’mal hal 100.   Dan dalam hadits lain dari Abu Abdullah berkata: berpuasa pada hari ghadir khum menghapuskan dosa 60 tahun.Tsawabul A’mal hal 100. Tahdzib jilid 4 hal 305, Al Faqih: jilid 2 hal 90, Al Khishal hal 264, Al Wasa’il jilid 10 hal 442. Tapi sepertinya Ali dan para imam menyelisihi wasiat Nabi ini, karena tidak ada yang pernah merayakan hari raya ini. Ali bin Abi Thalib tidak pernah merayakannya. Berbeda dengan syiah, mereka mengadakan amalan khusus pada hari raya ghadir ini, dengan berdasar pada kitab-kitab mereka.Jika dalam kitab mereka ada riwayat-riwayat keutamaannya, sudah tentu ada riwayat yang menjelaskan adab-adab hari itu. Tapi Ali bin Abi Thalib tidak pernah merayakan itu. Begitu juga Hasan dan Husein.Lalu dari mana riwayat itu berasal?Kita yakin syiah sendiri tidak bisa menjawab.Itulah pandangan syiah tentang ghadir khum.
Reporter: Reporter Editor: admin