Oleh: Muhammad Jabaar Muhith (Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung)
Ahmad Hassan lahir di Singapura pada tahun 1887 Masehi. Nama ayahnya adalah Ahmad Sinna Vappu Maricar, yang dijuluki "Pandit", berasal dari India. Dan Ibunya Muznah yang berasal dari Palekat, Madras.
Ahmad Hasan sudah menikahi Muznah berada di kota itu sambil berbisnis di Surabaya dan kemudian menetap di Singapura. Ahmad Hasan adalah seorang penulis Tamil Pemimpin surat kabar “Nurul Islam” di Singapura.
Dia suka berdebat secara mendalam Masalah bahasa dan agama serta tanya jawab dalam bentuk surat dikatakan. Ahmad Hassan adalah nama yang dipengaruhi budaya Singapura.
Nama aslinya Hassan bin Ahmad, tapi karena dia pengikut Adat budaya Melayu adalah mencantumkan nama keluarga atau orang tua sebelum nama aslinya, dan akhirnya Hassan bin Ahmad diubah menjadi Ahmad Hasan.
Pada tahun 1921 M, A. Hassan berangkat ke Surabaya (Jawa Timur) Menjalankan dan mengelola toko pamannya Abdul Lathif.
Selain dari Untuk mengembangkan perusahaan tekstil pamannya, dia mengakuisisi Kesempatan untuk bertemu tokoh politik Anggota kunci Sarekat Islam seperti H.O.S. Tjokroaminoto, Sangaji, H. Agussalim, Bakri Siroatmodjo dan Wondoamiseno.
Surabaya saat itu Menjadi tempat dimana tua dan muda berkompetisi. anak muda Dimulai oleh pendatang baru Faqih Hasyim yang menyusul dalam urusan agama.
Dia memimpin umat Islam di Surabaya Melalui pertukaran ide, tabu dan diskusi agama.
Ziarah Abdul Lathif, paman Ahmad Hassan dan guru Ahmad Hassan masih muda dan memperingatkan Ahmad Hassan untuk tidak melakukan ini.
Ia mengatakan hubungan dengan Fakir Hashim membawa isu konflik agama di Surabaya, hal yang juga menjadi pertimbangan pamannya Sebagai Wahabi.
Hassan memulai aktivitasnya pada tahun 1923 ketika ia pindah ke Bandung dan bergabung dengan Masyarakat Islam atau Organisasi PERSIS.
PERSIS menjadikan Hassan dikenal sebagai ulama dan pendebat karena kecerdasannya dalam menulis dan berdebat. Selain itu, Hassan menulis dan mencetak surat kabar dan artikelnya sendiri.
Hassan dan PERSIS memiliki semangat yang sama untuk menyebarkan ajaran Islam sesuai Al-Qur'an dan Hadits.
Pengertian Politik
Politik merujuk pada Sejarah yang ada atau Cara seseorang mengambil keputusan dalam kehidupan berkelompok.
Oleh karena itu, politik juga mengacu pada cara membuat kesepakatan antar manusia agar dapat hidup berdampingan atau berkelompok dalam suatu suku, kota, atau bahkan negara.
Konsep Negara dan Agama
Negara merupakan kelanjutan dari keinginan manusia untuk berkomunikasi satu sama lain demi terpenuhinya segala kebutuhan hidup. Negara adalah subyek hukum internasional.
Beberapa ahli telah mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian negara.
Henry C. Black mendefinisikan negara sebagai: sekelompok orang yang secara permanen menempati suatu wilayah tertentu, terikat oleh ketentuan hukum, yang melalui pemerintahannya mereka dapat menjalankan kedaulatan independen, mengendalikan rakyat dan harta benda di dalam batas-batasnya, dan dapat menyatakan perang dan perdamaian.
Dan dapat membangun hubungan dengan komunitas universal lainnya di seluruh dunia (Thontowi dan Iskandar 2004, 2).
Dengan demikian, hal tersebut yang dapat diketahui dalam bentuk-bentuk negara yang selama ini ada di dunia.
Negara Kesatuan: Bisa saja suatu negara yang tidak terdiri dari beberapa negara bagian seperti kesatuan negara-negara bagian, tetapi bisa juga sebuah negara bagian, yang artinya ada seperti negara tanpa negara bagian di dalam negara bagian.
Jadi dalam negara kesatuan seolah-olah hanya ada satu pemerintahan yaitu pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan tertinggi atau ahli dalam segala bidang pemerintahan.
Pemerintah pusat inilah yang dapat memilih segala sesuatu yang ada di negaranya pada tingkat akhir dan terpenting (Ni'matul Huda, 2014, 234).
Negara Federal: Suatu negara yang terdiri dari beberapa negara yang awalnya merdeka yang kemudian menjalin hubungan kerjasama yang efektif.
Namun lebih dari itu, negara-negara tersebut masih menginginkan kekuasaan untuk mengatur diri mereka sendiri.
Jadi tidak semua permasalahan di sini diserahkan kepada pemerintah pusat. Namun masih ada beberapa hal yang diserahkan oleh pemerintah negara bagian kepada pemerintah federal, yaitu hal-hal khusus yang berkaitan dengan antarmuka umum, seperti masalah mata uang, pertahanan negara, peralatan dan kekuatan, dll. Hubungan eksternal. negara dll (Bahri Johan, 2018, 33-34).
Negara Konfederasi: Federasi adalah suatu bentuk perkumpulan antar negara otonom berdasarkan pemahaman atau hukum (seperti kebijakan federasi yang berbeda).
Bentuk konfederasi tidak diakui dalam hukum universal sebagai negara otonom yang terisolasi, karena setiap negara bagian yang membentuk konfederasi tetap mempertahankan statusnya.
Secara internasional sebagai negara yang berdaulat. Contoh aliansi termasuk PBB dan ASEAN.
Negara Agama (Theokrasi): Jika menilik kembali pada zaman Rasulullah dan Hurafa al-Rasyiddin, terlihat jelas bahwa Islam menganut sistem negara kesatuan dalam penyelenggaraan negara, di mana kekuasaan berada di tangan pemerintah pusat dan para gubernur serta panglima diangkat dan diberhentikan oleh Khalifah.
Hingga jatuhnya Daulah Umawiyah di Damaskus. Tiga kerajaan Islam besar yang tampak merdeka kemudian muncul, Daulah Abbasiyah di Bagdad, Daulah Uruwiyya di Mesir, dan Daura Umawiyy di Andalusia.
Meskipun ketiga pemerintahan tersebut terpisah, umat Islam sebagai suatu bangsa masih menikmati hak yang sama dengan umat Islam lainnya di mana pun mereka berada, bahasa apa pun yang mereka gunakan, dan kewarganegaraan apa pun yang mereka miliki.
Oleh karena itu, meskipun dunia Islam saat itu terpecah menjadi tiga pemerintahan, namun umat Islam meyakini atau seharusnya menganggap bahwa ketiga pemerintahan tersebut berada dalam wilayah Darul Islam (Djazuli, 2013, 111)
Relasi Islam dan Negara menurut Ahmad Hassan
Ahmad Hassan memandang gerakan Islam lebih dari perspektif universal. Syaratnya umat Islam harus menjadikan Islam sebagai pusat perjuangan dan pergerakannya.
Ahmad Hassan berpendapat bahwa persaudaraan Islam adalah sebuah konsep yang harus diperjuangkan, bukan didasarkan pada kebanggaan suku seperti pengakuan di kalangan orang Arab, Persia, Indonesia dan lain-lain.
Pandangan ini juga merupakan kritik Ahmad Hassan terhadap nasionalisme yang dianggap berpikiran sempit karena hanya berlaku untuk memperjuangkan bangsa dan tidak memperhitungkan kesatuan agama suatu negara.
Ahmad Hassan lebih menyukai pemahaman internasionalisme Islam yang muncul dengan gagasan solidaritas dan rasa reinvention yang kuat.
Kemajuan Islam seperti kemajuan yang terjadi pada zaman Islam klasik (Esa G dan R.M. Mulyadi, 2000, 536).
Ahmad Hassan tetap bersikukuh bahwa nasionalisme adalah bagian dari jingoisme atau kesukuan yang diagungkan.
Ahmad Hassan juga mempunyai pandangan lain, yakni lebih condong pada pandangan internasionalis terhadap Islam dan berharap Islam menjadi prinsip utama gerakan Islam.
Ahmad Hassan menjelaskan, negara Islam didirikan berdasarkan hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Hadits.
Dalam hukum Islam, Hassan menunjukkan bahwa Al-Quran dan Sunnah telah menetapkan aturan-aturan yang berasal dari Tuhan SWT yang dapat dijadikan standar dalam bertindak dan berperilaku.
Atas dasar itu, Al-Quran dan Hadits sudah memuat hukum-hukum yang jelas karena memuat setiap perintah yang wajib dijalankan dan larangan yang harus dihindari (Esa G dan R.M. Mulyadi, 2000, 537).
Kesimpulan
Ahmad Hassan berpendapat bahwa konsep hubungan Islam dan negara merupakan suatu kesatuan konsep.
Kesimpulan ini didukung oleh bukti-bukti berikut. Pertama, latar belakang politik dan ideologi konsep hubungan Islam dan negara dalam perspektif Ahmad Hassan didasarkan pada berbagai faktor.
Munculnya pemikiran anti sekularismenya dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, faktor pendidikan dan sosial, membaca, politik, dan kemudian tradisi ishlah. Penolakan pemisahan agama dan negara (sekularisme).
Argumentasinya yang mendukung hal tersebut ditandai dengan pemahamannya bahwa: sekularisme identik dengan diri suku, Islam harus menjadi landasan atau asas negara, Islam berpotensi menjadi undang-undang (qanun), ia tidak setuju dengan asas tersebut.
Islam Ketiga, kontribusi pemikiran politik Ahmad Hassan Sebagai alternatif, hubungan antara Islam Indonesia dan negara kurang jelas dari segi institusi politik, karena Ahmad Hassan tidak terlibat langsung dalam politik sebenarnya.
Namun kontribusi politiknya dapat dilihat dari beberapa aspek: Di bidang politik, ia berhasil melahirkan sekelompok tokoh politik Di Indonesia, dalam bidang sosial keagamaan, ia berhasil mendirikan PERSIS dan menjadi lembaga yang mempengaruhi dialog politik di Indonesia saat itu; di bidang pendidikan, ia berhasil mendirikan pesantren.
Di bidang akademik, ia banyak menulis buku, termasuk yang bernuansa politik.
[]
Daftar Pustaka
Bachtiar, Tiar Anwar Risalah Politik A. Hassan. Jakarta: Pembela Islam Media, 2013.
Djazuli, Ahmad. Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Ummat dalam Rambu-rambu Syariah. Jakarta: Kencana, 2013.
Faujian Esa G dan R.M. Mulyadi. Polemik A. Hassan. Jakarta: Gramedia, 2000.
Huda, Ni’matul. Ilmu Negara. Jakarta: Rajawali Pers,2014.
Johan, Teuku Saiful Bahri. Perkembangan Ilmu Negara dalam Peradaban Globalisasi Dunia. Yogyakarta: Deepublish, 2018.
Mannan, Abd. “Islam dan Negara” Jurnal Islamuna. Vol. I. No. 2 (2014).
Mughni, Syafiq. AHassan Bandung Pemikir Islam Radikal. Surabaya: Bina Ilmu, 1994.
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah, Pemikiran, dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1994.
Tiar Anwar Bachtiar dan Pepen Irpan Fauzan, Persis dan Politik. Jakarta: Pembela Islam Media, 2012.
Ubaidillah, A. Demokrasi, Pancasila, Dan Pencegahan Korupsi. Jakarta: Prenadamedia Group, 2016.
Wahid, Marzuki dan Rumaidi. Fiqh Madzhab Negara: Kritik atas Politik Hukum Islam di Indonesia. Yogyakarta: LKiS, 2021.