Oleh: Ihat Solihat (PD Pemudi Persis Cimahi, Pemenang Lomba Artikel Silatwil III PW Pemudi PERSIS Jabar)
Sebuah Cermin Kehidupan
Di era globalisasi ini, teknologi semakin canggih. Informasi apa pun dapat dengan mudah kita dapatkan, baik dalam bentuk tulisan, gambar bahkan melalui tayangan seperti video.
Informasi tersebut bisa berupa informasi yang baik mengandung ilmu ataupun berita yang kurang baik yang mencerminkan sebuah kehidupan seseorang, sebuah generasi, bahkan sebuah bangsa.
Berita yang dimuat tidak hanya seputar peristiwa yang terjadi di sekitar lingkungan kita hidup, tapi dapat menjangkau lebih luas bahkan di seluruh dunia.
Namun, kemudahan tersebut tidak hanya memudahkan kita dalam menggali informasi yang menunjang wawasan, tugas dan pekerjaan kita.
Di sisi lain, kemudahan teknologi juga menghadirkan sejumlah permasalahan dalam kehidupan manusia. Di antaranya terjadi pada kehidupan generasi muda khususnya.
Padahal, mental mereka masih labil dalam mengambil kesimpulan dari informasi yang didapatkan, masih belum bijak dalam mengambil keputusan, memiliki rasa kepenasaran yang tinggi, dan sifat ingin meniru atas apa yang mereka dengar dan mereka saksikan dari berbagai berita tersebut.
Pada akhirnya, kondisi tersebut bisa berpengaruh besar pada nilai dan akhlak diri mereka, juga dapat menjadi problematika bagi orangtua yang ingin menanamkan moral yang baik untuk mereka.
Keadaan ini akan terasa seperti dua kekuatan daya magnet yang berlawanan. Buktinya, sering kita saksikan kasus kriminalitas yang mengisahkan hidup mereka.
Dan mirisnya, tidak hanya generasi muda yang terekam melakukan berbagai tindak kejahatan, tetapi juga dilakukan oleh orang dewasa yang seharusnya menjadi role model bagi mereka.
Lalu, apa yang mesti kita perbuat? Bagaimana pula strategi yang harus dilakukan agar generasi bangsa kita mempunyai nilai moral yang tinggi di masyarakat dan juga di mata Sang Pencipta?
Solusi yang Tuhan Beri
اَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارً
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka ....” (Q.S. At-Tahrim: 6)
Ayat tersebut merupakan jawaban dari permasalahan yang sedang kita hadapi. Seolah-olah, Islam mewanti-wanti agar kita sigap melakukan pencegahan terhadap anggota keluarga kita sebelum hal buruk menimpa dan membawa mereka menuju neraka.
Dan melalui ayat lain dan sabda Rasulullah Saw., Islam mengajarkan kita berbagai perbuatan baik yang akan membawa kita ke surga.
Berupa pelurusan akidah, pembenahan ibadah maupun keberesan bermuamalah. Secara garis besar, ajaran Islam memiliki jalan keluar atas semua permasalahan hidup manusia, apa pun jenis permasalahannya.
Namun, kendati pun telah tertuang dan tersedia solusinya, tidak serta-merta kehidupan ini bisa berubah baik tanpa usaha dari manusia itu sendiri.
Nyatanya, tidak sedikit di antara mereka yang sudah mengetahui solusi yang ditawarkan oleh Islam, tetapi terhambat dengan apa yang mereka hadapi karena kesulitan mengikuti ajarannya.
Barangkali, di sinilah setan mulai memainkan perannya.
Tantangan dan Rintangan
Seperti kita ketahui, mengubah suatu kebiasaan yang sudah menjadi karakter tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Banyak tantangan yang menjadi rintangan.
Satu demi satu hadir meminta jawaban. Terkhusus di era ini, interaksi sosial generasi muda bisa lebih luas jangkauannya. Tidak hanya berinteraksi di dunia nyata secara langsung, tetapi juga interaksi di dunia maya.
Sehingga, semakin terbuka lebar kemungkinan terpengaruh dari dunia luar. Pengaruh itu bisa datang dari bermacam berita, tayangan peristiwa, ataupun pengaruh teman yang mereka sebut sebagai teman MEDSOS.
Oleh sebab itu, tugas para pendidik menjadi bertambah berat. Para guru dan orangtua otomatis memiliki PR besar, yakni, kita memerlukan ilmu yang lebih luas untuk mendidik anak.
Kita juga harus memikirkan berbagai strategi pendidikan agar nilai yang hendak kita transfer kepada mereka dapat dengan mudah mereka cerna dan mereka terima.
Lalu, apa peran kita, sebagai Pemudi dalam mewujudkan harapan yang lebih baik untuk generasi bangsa ini? Adakah kiat khusus yang bisa kita lakukan untuk menciptakan Generasi Rabbani yang kita idam-idamkan?
Jawabannya, tentu sangat mungkin. Lalu, bagaimana caranya?
Sebuah Strategi
Bagi kita, Pemudi yang sudah berkeluarga dan memiliki buah hati, kita bisa membangun generasi peradaban mulai dari rumah. Karena rumah, keluarga, adalah lingkup terkecil dari sebuah bangsa.
Karenanya, amat penting membenahi tatanan keluarga tersebut, sehingga, dengan perlahan bisa mengubah suatu bangsa menjadi lebih baik. Insya Allah.
Langkah perbaikan tersebut bisa kita lakukan dengan mengoptimalkan fitrah ke-Bunda-an dengan menghadirkan pendidikan penuh cinta dalam membersamai anak-anak.
Menjalankan peran sebagai seorang ibu adalah kunci utamanya. Dengan demikian, secara tidak langsung, kita mengajarkan anak rasa tanggung jawab terhadap kewajiban dan menunjukkan kepada mereka bagaimana seharusnya suatu peran difungsikan.
Kemudian, kita bisa memperkaya diri dengan berbagai ilmu yang bisa menopang peran kita agar tertunaikan menjadi lebih baik lagi.
Dan beruntunglah kita, karena kita tidak mesti bersusah payah mencari kegiatan dan majelis untuk mewujudkan hal tersebut.
Karena, organisasi Pemudi sudah menyediakan bermacam kegiatan yang syarat dengan ilmu. Baik ilmu agama, parenting, ataupun ilmu seputar dunia rumah tangga lainnya.
Sertakan pula anak-anak, akrabkan mereka dengan majelis ilmu dan orang-orang saleh. Selanjutnya, dengan berbekal ilmu yang kita dapatkan, kita akan semakin mudah meraba bagaimana seharusnya mendidik anak sesuai fitrahnya.
Menunjukkan mana perbuatan yang seharusnya dilakukan atau tidak. Menanamkan akidah sejak dini, mengajarkan tata-cara ibadah, dan bermuamalah.
Adapun bagi para Pemudi yang terpilih mengemban peran istimewa, sebagai pemangku jabatan di sebuah lembaga, khususnya di organisasi Pemudi PERSIS, Allah telah membentangkan medan perjuangan dan memberi peluang besar untuk beramal jariyah lewat organisasi tersebut.
Melalui berbagai kegiatan yang direncanakan dan telah dilaksanakan, atas seizin Allah, Pemudi dapat berkontribusi besar mewujudkan generasi bangsa yang berakhlakul karimah.
Karenanya, melalui organisasi ini, perencanaan ke depan diharapkan dapat menghadirkan kegiatan yang dapat menciptakan daya tarik bagi generasi muda.
Dan lebih fokus pada isu mental seputar dunia generasi muda.
Amunisi Pemudi
Selain harapan yang besar, kita juga mempunyai tantangan yang tak kalah besarnya. Baik tantangan yang datang dari luar maupun yang hadir dari dalam diri kita.
Peran apa pun yang sedang kita jalani saat ini, sebagai pendidik di rumah ataupun di sebuah lembaga, rasa lelah sangat terkadang hinggap. Rasa takut dan keemasan mungkin muncul.
Kendati demikian, perjuangan kita harus terus diupayakan meski kondisi di atas dirasakan. Maka, setidaknya ada empat sikap mental yang wajib melekat pada diri agar kita tetap berupaya memperjuangkan cita-cita besar kita.
Pertama, ikhlas. Ya, sikap ikhlas akan membantu kita dalam mengarungi perjuangan ini. Ikhlas, sebuah kata yang mudah diucapkan, tetapi sulit untuk diimplementasikan.
Namun, bukan berarti tidak bisa dilakukan. Dengan sikap ikhlas ini, pekerjaan seberat apa pun akan mudah dikerjakan. Rintangan yang menggunung tidak mudah melemahkan bagi jiwa pemilik sikap itu.
Bagi Pemudi yang memangku kehormatan sebagai ibu di rumah tangganya, dia tidak akan berani melepaskan peran itu lantaran harus menyelesaikan bermacam pekerjaan yang bersifat gratisan.
Pemudi yang diistimewakan dengan sebuah jabatan di organisasi, dia tak akan serta merta meninggalkan tanggung jawab dikarenakan tidak ada yang menjamin gaji di tiap bulannya.
Karena Pemudi yang memegang peran ini setidaknya diberikan tugas mengayomi yang lebih luas cakupannya bagi anggota Pemudi yang belum berkeluarga dan menjadi tugas ganda bagi mereka yang sudah berkeluarga dan mempunyai generasi muda di rumahnya.
Maka, dibutuhkan ilmu dan tenaga ekstra untuk menjalani prosesnya. Demikianlah ikhlas, dia berjasa menyelamatkan diri kita dari sikap menyerah dan putus asa karena tak adanya apresiasi dari sesama manusia.
Kedua, sabar. Sabar merupakan sebuah anjuran dari Allah dalam memohon pertolongan. Seperti yang tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 45.
وَاسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِۗ
Artinya: “Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) salat ...” (Q.S. Al-Baqarah: 45)
Kita akan sangat memerlukan amunisi yang satu ini. Nyatanya, menyiapkan generasi terbaik bukanlah suatu hal yang bisa dibilang enteng.
Tidak juga berlalu di waktu yang singkat. Tetapi, kita mengusahakannya dalam kurun waktu yang cukup lama dan akan menemukan berbagai hal yang terkadang tidak sesuai ekspektasi kita.
Makanya, nyali, dan ego kita akan sangat diuji. Dan tepat di waktu ujian itu hadir, kita akan sangat membutuhkan sikap sabar ini.
Ketiga, tawakal. Sikap pasrah setelah ikhtiar dilakukan dengan maksimal, adalah sikap mulia yang harus kita lakukan. Percayakan semuanya kepada takdir terbaik-Nya.
Yakini bahwa ketetapan-Nya adalah apa yang terbaik bagi kita. Dan sikap itu sangat melegakan. Sikap tawakal ini akan membuat kita bergembira atas hasil yang baik dan terhindar dari sikap menyalahkan jika hasil yang diperoleh kurang menyenangkan.
Karena sikap tawakal ini membuat orang menyadari tugasnya. Bahwa tugas hamba hanyalah sekedar berusaha, ada pun yang berhak menentukan sepenuhnya milik Allah.
Keempat, bersyukur. Bersyukur diri kita masih tegar menjalani perjuangan sejauh ini. Bersyukur kepada orangtua yang telah mendidik kita menjadi pribadi yang selalu tegar di tengah berbagai cobaan.
Dan bersyukur kepada Allah atas semua karunia-Nya yang telah kita rasakan selama ini. Dan bersyukur karena kita masih diberi kepercayaan untuk mengemban amanah sebagai pendidik generasi peradaban.
Semoga Allah senantiasa memberikan kita kemudahan, kekuatan, dan pertolongan dalam menuntaskan peran kita.
Dan semoga dengan perjuangan yang kita lakukan ini, Allah takdirkan kita sebagai orang yang berhak memiliki tiga amalan yang tidak akan pernah terputus pahalanya. Aamiin.
[]