Oleh: Widi Astuti (Anggota PERSISTRI Jawa Tengah)
Patah hati... Itulah yang kami rasakan. Sebuah rasa pedih di hati saat Yasa menolak dimasukan ke SDIT. Ya sudah, ngga apa-apa. Yang penting sudah mau syahadat saja sudah alhamdulilah.
Kami sudah berusaha membujuk orang tua Yasa. Mempersilakan Yasa gratis masuk SDIT karena ada donatur yang siap membiayai sampai lulus. Tapi apa daya mereka belum mau, ya sudah.
Yang penting kami sudah berusaha. Sudah mencarikan uang donasi untuk biaya sekolahnya. Tapi qadarullah hasilnya tidak seperti yang kami harapkan.
Sebuah pelajaran bahwa qada dan qadar Allah adalah sudah tercatat rapi di lauhul Mahfudz. Meski kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi jika Allah belum berkehendak maka tidak bisa terwujud. Sebuah pelajaran bagi kaum beriman agar selalu mengimani ketetapan-Nya.
Segala teori The Law of Attraction itu tak bisa dibuktikan. Kalau hanya mengandalkan teori ini, harusnya Yasa mau masuk ke SDIT karena waktu malam syahadat sudah berkenan. Tapi sekarang berbeda.
Inilah pentingnya mengimani qada dan qadar. Agar hati bisa tentram. Ketika sesuatu tak berjalan sesuai harapan, maka kita bisa tetap ridho.
Berbeda sekali dengan kaum the New Age Movement yang mengagungkan teori The Law of Attraction. Mereka begitu rapuh ketika kenyataan tak sesuai harapan.
Andai mereka mengenal konsep qada dan qadar, pastilah mereka bisa lebih wise menghadapi kegagalan.
Berhubung Yasa tidak jadi masuk SDIT, maka sayapun mengembalikan uang donatur. Akad donatur adalah untuk membiayai uang masuk dan biaya SPP setahun, bukan untuk yang lainnya. Jadi sayapun menjunjung tinggi akad tersebut.
Ketika Yasa tidak jadi masuk, maka segera mengabari donatur. Dan mengembalikan uang donasinya. Kami selalu berusaha menyalurkan donasi sesuai akad. Kami takut menciderai akad. Karena pertanggungjawaban di akhirat kelak sangat berat.
Jujur, saya masih sedih karena Yasa tidak jadi masuk SDIT. Tapi berusaha menghibur diri, paling tidak sudah berusaha semampu kami.
Mohon doa dari rekan-rekan sekalian. Semoga Yasa (mualaf usia 7 th) diijinkan orang tuanya untuk sekolah di SDIT. Sampai saat ini izin belum turun, padahal anaknya sudah mau. Kami bisa memaklumi karena ayahnya masih non-muslim.
Jadi waktu syahadat malam Senin kemarin, kami sudah menawari Yasa untuk sekolah di SDIT. Yasa sudah setuju, bahkan senang. Tapi orang tuanya yang belum setuju.
Padahal masalah biaya sudah beres. Ada donatur yang siap membiayai sekolahnya. Bahkan malam Senin kemarin beliau sudah transfer. Sampai saya kaget mengetahui beliau sangat fast respons.
Awalnya memang saya yang kontak donatur tersebut, mengabari tentang Yasa yang akan bersyahadat. Berharap Yasa bisa bersekolah di SDIT agar lebih terjaga.
Begitu saya mengirim tulisan beserta foto prosesi syahadat, maka beliau langsung transfer biaya masuk SDIT sekaligus SPP selama satu tahun. Masya Allah, beliau begitu percaya dengan TK PERSIS Samirono.
Sampai kadang saya sungkan sendiri. Karena hampir apapun yang kami ajukan, pastilah beliau penuhi. Tapi kami juga tau diri. Kami hanya kontak beliau jika betul-betul urgent.
Kami tidak pernah menggunakan kesempatan dalam kesempitan. Karena kami faham pentingnya sebuah kejujuran agar pertolongan Alloh selalu datang di saat yang tepat. Sekali tidak jujur, dijamin pertolongan Allah terputus.
Saat ini Yasa sudah masuk sekolah di SD Negeri. Tapi kami masih tetap berusaha membujuk ibunya agar mau disekolahkan di SDIT. Seluruh biaya sekolah sudah siap kami tanggung.
Ibunya Yasa aslinya berasal dari keluarga muslim. Orang tua dan keluarga besarnya juga muslim. Dia berpindah agama menjadi Budha sejak menikah. Semua dilakukan atas nama cinta. Berharap bisa lebih bahagia jika agamanya sama dengan suaminya tercinta.
Tapi ternyata jiwanya meronta. Dia merasa begitu hampa dan tak bermakna. Merasa ada sesuatu yang hilang. Dia merasa begitu nelangsa. Terlebih ketika melihat anaknya sekolah di sebuah TK Islam.
Dan melihat para wali murid lainnya begitu sumringah, tertawa lepas saat menghadiri acara di sekolahan. Keakraban dan kehangatan para wali murid TK itu membuat dadanya terasa pedih. Dia merasa sedih karena merasa beda padahal dulunya sama dengan mereka.
Moment puncaknya terjadi saat Yasa merengek minta masuk Islam. Yasa begitu gigih memohon kepada ibunya agar diijinkan masuk Islam. Permintaan anaknya itu semakin meluluh lantakkan jiwanya. Karena ternyata jiwanya sama dengan jiwa anaknya.
Akhirnya pertahanannya jebol. Dia mengizinkan putranya untuk bersyahadat selulus dari TK PERSIS. Awalnya dia tidak berniat untuk ikut bersyahadat. Dia hanya mendaftarkan anaknya saja.
Malam itu, dia berjalan ke TK PERSIS, menemani anaknya untuk bersyahadat. Gedung TK sudah ramai. Pengurus PERSIS beserta tokoh masyarakat sudah siap menjadi saksi prosesi syahadat Yasa dan Okta (tetangga TK).
Jiwanya bergetar melihat moment ini. Dalam dirinya berkecamuk perang batin. Akankah dia tetap dalan agama Budha, ataukah ikut serta bersyahadat sekalian.
Ada perasaan yang mendoronya begitu kuat untuk ikut bersyahadat. Ada kerinduan yang begitu besar untuk kembali ke pangkuan Islam, agama keluarga besarnya, agama yang telah dipeluknya sedari lahir. Jiwanya betul-betul bergejolak.
Akhirnya dia memutuskan ikut serta bersyahadat saat itu juga. Sebuah pemberitahuan yang mendadak sehingga kami belum menyiapkan sertifikat mualaf untuknya. Sebuah pemberitahuan yang membuat kami semua bertakbir. Turut hanyut dalam kebahagiaan sekaligus keharuan.
Alhamdulillah, Allah masih memberinya hidayah. Allah masih menyayangi-Nya meskipun sempat meninggalkan-Nya. Sebuah bukti betapa Rahmat Alloh sangat luas terbentang. Sebuah tanda bahwa begitu besar kasih sayang Alloh kepada para hamba yang masih memiliki setitik kebersihan jiwa.
Malam itu, Arum dan Yasa, ibu dan anak di lereng Merbabu mengikrarkan dua kalimat syahadat bersamaan.
Yasa begitu lancar melafadzkan dua kalimat syahadat karena setiap hari dia sudah terbiasa mengucapkan saat bersekolah di TK PERSIS. Sementara Arum agak tersendat karena memang dia sudah lama meninggalkan dua kalimat tauhid itu.
Masya Allah, rasanya terharu melihat mereka kembali dalam pangkuan Islam. Semoga mereka istiqomah selalu. Dan semoga Yasa diizinkan bersekolah di SDIT. Agar dia bisa lebih mengenal Dienul Islam. Agama yang dipeluk oleh keluarga neneknya dari pihak ibu.
Sampai saat ini, KTP dan KK mereka masih Budha. Mereka masih mengurus administrasi kependudukan untuk merubah kolom agama. Semoga dimudahkan segala urusan mereka, Aamiin.
[]
Editor: Fia Afifah