Permasalahan Jenazah dan Kuburan, ini Jawabannya.

oleh Reporter

22 Juni 2019 | 01:10

Apakah jenazah yang menggunakan gigi palsu atau mata palsu harus dibuka?
 
Jawaban
Pertanyaan anda ada dua macam:
pertama gigi dan yang kedua adalah mata. Gagi palsu itu ada dua macam: ada yang mudah dibuka, ada juga yang sulit dibuka. Apabila gigi palsu itu tidak dapat dibuka kecuali harus dengan cara melukai mayit maka gigi itu boleh tidak dibuka
قَالَ رَسُولُ اللهِ r : لاَ تَسُبُّوا الأَمْوَاتَ فَتُؤْذُوا الأَحْيَاءَ.
Rasulullah saw. bersabda, ‘Janganlah kalian mencaci orang-orang yang sudah mati, sebab kalian akan menyakiti yang masih hidup.” H.r. At-Tirmidzi
كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا. رواه أبو داود
Mematahkan tulang orang yang sudah mati seperti mematahkan tulang orang yang masih hidup.” H.r. Abu Daud
Demikian juga mengenai mata palsu. (edisi 14)
 
Pertanyaan
قَالَ ابْنُ عَبْدِ البَرِّ : ثَبَتَ عَنِ النَبِيِّ r أَنَّهُ قَالَ : مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُرُّ عَلَى قَبْرِ أَخِيْهِ كَانَ يَعْرِفُهُ فِي الدُّنْيَا فَيُسَلِّمُ عَلَيْهِ اِلاَّ رَدَّ اللهُ عَلَيْهِ رُوْحَهُ حَتَّى يَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمُ. الروح : 7.
Ibnu Abdul Barr mengatakan, ‘Telah shahih dari Nabi saw. bahwasanya beliau bersabda,’Tidak seorang muslim pun yang melewati kuburan saudaranya yang dikenalnya di dunia ini, lalu ia bersalam kepadanya kecuali Allah akan mengembalikan ruh saudaranya itu sehingga menjawab salamnya.” Ar-Ruh : 7.
Sedangkan kita diperintah salam kepada yang ada di dalam kubur dengan kata (salam alaikum ahli diyar……). Apakah salam itu dijawab oleh ahli kubur.
 
Jawaban
Berdasarkan hadis di bawah ini bahwa ahli kubur menjawab salam.
رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ فِي سُنَنِهِ مِنْ حَدِيْثِ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ r : مَا مِنْ أَحَدٍ يُسَلِّمُ عَلَىَّ إِلاَّ رَدَّ اللهُ عَلَىَّ رُوحِى حَتَّى أَرُدَّ عَلَيْهِ السَّلاَمَ. الروح : 14.
Abu Daud meriwayatkan di dalam kitab Sunannya dari hadis Abu Hurairah, ia mengatakan, ‘Rasulullah saw. bersabda, ‘Tidak seorang pun yang bersalam atasku kecuali Allah akan mengembalikan ruhku kepadaku sehingga aku menjawab salamnya.” (edisi 14)
 
Pertanyaan
Bila ada orang meninggal dunia pada malam hari (misalkan sekitar pukul tujuh). Apakah mayitnya harus dikubur pada malam itu juga? Atau, boleh tidak mayit tersebut disemayamkan (malam itu) untuk dikuburkan pada keesokan harinya
 
Jawaban
Menguburkan jenazah pada malam hari pernah terjadi pada zaman Rasulullah saw. Hal ini diceritakan dalam hadis sebagai berikut
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: مَاتَ إِنْسَانٌ، كَانَ رَسُولُ اللهِ r يَعُودُهُ فَمَاتَ بِاللَّيْلِ فَدَفَنُوهُ لَيْلاً فَلَمَّا أَصْبَحَ أَخْبَرُوهُ فَقَالَ: مَا مَنَعَكُمْ أَنْ تُعْلِمُونِي، قَالُوا: كَانَ اللَّيْلُ فَكَرِهْنَا وَكَانَتْ ظُلْمَةٌ أَنْ نَشُقَّ عَلَيْكَ فَأَتَى قَبْرَهُ فَصَلَّى عَلَيْهِ. رواه البخاري وإبن ماجة
Dari Ibnu Abas r.a., ia mengatakan,”Seorang yang pernah dijenguk oleh Rasulullah saw. meninggal, ia wafat pada malam hari, lalu mereka menguburkannya pada malam hari. Ketika pagi-pagi mereka mengabarkannya kepada beliau. Beliau bersabda,’Apakah yang menghalangi kalian untuk memberitahukannya kepadaku? Mereka menjawab,’Waktu itu malam hari, keadaan sangat gelap dan kami tidak suka menyulitkan anda. Maka Nabi saw. mendatangi kuburannya dan menyalatinya”. H.r. Al-Bukhari dan Ibnu Majah
Tetapi apabila tidak memungkinkan, misalnya akan menimbulkan mudarat bagi orang yang menguburkan dan mengantarkan, maka boleh ditangguhkan sampai besok hari. (edisi 18)
 
Pertanyaan
Jenazah syuhada yang tercantum pada al Qudwah no.13 hal.20, seperti; no.urut 2. Yang mati karena penyakit yang mewabah, 3. Yang mati karena penyakit ginjal, 4.Yang mati karena kolera, 5. Yang mati karena tenggelam, dan seterusnya. Apakah tanpa ditunjang dengan amal saleh (iman dan taqwa) termasuk juga jenazah syuhada.
 
Jawaban
Yang dimaksud dengan syahid dari sabda Nabi itu tentu orang-orang yang  beriman dan bertakwa, dan bagi orang-orang yang beriman musibah yang menimpa itu akan menjadi kifarat bagi dosa-dosa yang dilakukannya.
عَنِ عَائِشَةَ رَضِي اللهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِيِّ r قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ r مَا مِنْ مُصِيبَةٍ تُصِيبُ الْمُسْلِمَ إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا. رواه البخاري
Dari Aisyah r.a. istri Nabi saw., ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘tiada suatu musibat pun yang menimpa seorang muslim, niscaya Allah akan menghapus sebab hal itu dosa-dosanya, sampai terluka karena duri.” H.r. Al-Bukhari
Adapun  bagi orang kafir, walaupun mati di medan perang tidak termasuk syahid. (edisi 18)
 
Pertanyaan
Ada fenomena di masyarakat selepas salat Ied, yaitu berziarah secara berjamaah atau keluarga, adakah hal demikian pada zaman Rasulullah saw.
Dan bagaimana tentang berziarah dengan menabur bunga dan mecucurkan air ke atas kuburan
 
Jawaban
Ziarah kubur itu dibolehkan oleh Rasulullah saw. selama tujuannya mengingatkan si peziarah itu bahwa dirinya pun akan mati seperti mereka:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : زَارَ النَّبِيُّ r قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ فَقَالَ : إِسْتَأْذَنْتُ رَبِّي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُأْذَنْ لِي، وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِي أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأَذِنَ لِي، فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ. رواه الجماعة
Dari Abu Hurairah berkata, ‘Nabi saw. menziarahi kuburan ibunya, beliau nangis dan menangis pula orang-orang di sekelilingnya, lalu beliau bersabda,’Aku minta izin kepada Tuhanku untuk aku mintakan ampunan baginya tetapi tidak diizinkan bagiku. Dan aku meminta izin untuk menziarahi kuburannya maka Ia mengizinkan bagiku, maka hendaklah kamu menziarahi kuburan karena sesungguhnya akan mengingatkan kamu kepada kematian.” H.r. Al-Jamaah.
Rasululla saw. mensyariatkan bagi orang yang mendatangi kuburan untuk membaca doa sebagai berikut
عَنْ بُرَيْدَةَ قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللهِ r يُعَلِّمُهُمْ إِذاَ خَرَجُوا إِلَى الْمَقَابِرِ أَنْ يَقُولَ قَائِلُهُمْ : السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ لَلاَحِقُونَ، نَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ. رواه أحمد ومسلم وإبن ماجة
Dari Buaridah ia berkata, “Rasulullah saw.mengajarkan kepada mereka (para sahabat) apabila mereka menuju kuburan-kuburan agar berdoa, Assalamu Alaikum Ahlad Diyar minal Mu’minin wal Muslimin, wa Inna Insya Allah Lalahiquun, Nas’alullaha Lana wa Lakumul a’fiyata. ( Assalamu alaikum wahai pengisi kuburan dari kalangan mukminin dan muslimin, sesungguhnya kami akan bertemu kalian insya Allah. Kami memohon kepada Allah afiat untuk kami dan kalian.” H.r. Ahmad, Muslim dan Ibnu Majah
Waktu untuk berziarah itu boleh kapan saja tidak ditetapkan waktunya dan wajib diketahui tidak ada acara dan upacara apapun. Seperti, menabur bunga atau mencucurkan air, membaca alquran, membaca doa-doa, apalagi meminta-minta. Masalah lain adalah anggapan atau keyakinan bahwa mendoakan yang telah mati di atas kuburannya lebih afdhal atau akan lebih diijabah. Keyakinan seperti ini jatuh kedalam kemusyrikan. (edisi 22)
 
Pertanyaan
Apakah dibenarkan menurut syariat salat jenazah di depan kuburan
 
Jawaban
Dalam kitab fiqih rata-rata tertulis bab Ash-Shalatu Alal Qabri (salat atas kuburan) dalam hadisnya diterangkan sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ فِي قِصَّةِ الْمَرْأَةِ اَلَّتِي كَانَتْ تَقُمُّ اَلْمَسْجِدَ، فَسَأَلَ عَنْهَا اَلنَّبِيُّ r فَقَالُوا: مَاتَتْ, فَقَالَ: أَفَلاَ كُنْتُمْ آذَنْتُمُونِي? فَكَأَنَّهُمْ صَغَّرُوا أَمْرَهَا، فَقَالَ: دُلُّونِي عَلَى قَبْرِهَا, فَدَلُّوهُ, فَصَلَّى عَلَيْهَا. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah r.a, tentang kisah perempuan yang biasa menyapu (membersihkan) mesjid, waktu Nabi saw. menanyakan keadaan perempuan itu. Mereka menjawab, ‘Ia telah wafat.” Nabi saw. bersabda, ‘Mengapa kamu tidak memberitahukan kepadaku? Seolah-olah mereka menganggap kecil urusannya. Maka Nabi saw. bersabda, ‘Tunjukkanlah kepadaku kuburannya.” Lalu mereka menunjukkannya kemjudian beliau menyalatinya.” Muttafaq Alaih
Pada pelaksanaannya salat atas kuburan itu seperti salat jenazah biasa, kita berdiri di dekat kepalanya apabila jenazah itu laki-laki dan dekat perutnya apabila jenazah perempuan.
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ قَالَ: صَلَّيْتُ وَرَاءَ اَلنَّبِيِّ r عَلَى امْرَأَةٍ مَاتَتْ فِي نِفَاسِهَا, فَقَامَ وَسْطَهَا. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Samurah bin Jundab r.a, ia berkata, ‘Saya pernah salat dibelakang Nabi saw. atas seorang perempuan yang mati di dalam nifasnya, beliau berdiri di tengahnya.” Muttafaq Alaih
عَنْ أَبِي غَالِبٍ قَالَ: شَهِدْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ صَلَّى عَلَى جِنَازَةِ رَجُلٍ فَقَامَ عِنْدَ رَأْسِهِ
Dari Abu Ghalib ia berkata, ‘Aku menyaksikan Anas bin Malik menyalati jenazah laki-laki, ia berdiri dekat kepalanya…” H.r. Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Abu Daud. (edisi 24)
 
Pertanyaan
Apakah boleh atau tidak jonggkok di atas kuburan sambil menabur bunga.
 
Jawaban
Berdiri di atas kuburan itu tidak boleh. Menabur bunga itu bukan ajaran Islam, oleh karena itu menabur baik dengan cara jongkok ataupun berdiri, bukan ajaran Islam. (edisi 24)
 
Pertanyaan
Apakah pipi mayat harus kena tanah waktu dikebumikan
 
Jawaban
Hadis tentang wajah mayit dibuka lalau ditempelkan di tanah tercacat dalam kitab Fiqhus Sunah, Al-Majmu, Syarah Muhadzdzab, Al-Mugni, As-Sunanul Kubra, Al-Baihaqi, tanpa disebut siapa yang meriwayatkannya, hanya dikatakan ruwiya (diriwayatkan). Istilah ruwiya ini bisa  bisa digunakan untuk hadis yang tidak bersanad atau tidak pasti shahihnya. Keterangan ini lebih langkapnya dapat dilihat pada al, “Qudwah 25 rubrik hadis daif.” (edisi 24)
 
Pertanyaan
Betulkah membaca Al Quran di atas kubur dapat menyelamatkan seseorang dari azab kubur
 
Jawaban
Hadis yang dimaksud di antaranya:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : ضَرَبَ بَعْضُ أَصْحَابِ النَّبِيِّ r خِبَاءَهُ عَلَى قَبْرٍ وَهُوَ لاَ يَحْسَبُ أَنَّهُ قَبْرٌ فَإِذَا فِيْهِ إِنْسَانٌ يَقْرَأُ سُورَةَ تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ حَتَّى خَتَمَهَا فَأَتَى النَّبِيَ r فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي ضَرَبْتُ خِبَائِي عَلَى قَبْرٍ وَأَنَا لاَ أَحْسَبُ أَنَّهُ قَبْرٌ فَإِذَا فِيْهِ إِنْسَانٌ يَقْرَأُ سُورَةَ تَبَارَكَ الْمُلْكُ حَتَّى خَتَمَهَا فَقَالَ رَسُولُ اللهِ r هِيَ الْمَانِعَةُ هِيَ الْمُنْجِيَةُ تُنْجِيْهِ مِنْ عَذَابِ القَبْرِ. رواه الترمذي
Dari Ibnu Abas ia mengatakan,’Sebagian sahabat-sahabat Nabi saw. membuat tenda di atas sebuah kekuburan, padahal ia tidak mengetahui bahwa itu kuburan. Ternyata itu adalah sebuah kuburan seseorang. Ia membaca Al Quran surat Al Mulk hingga selesai, kemudian ia mendatangi Nabi saw. dan bertanya,’Ya Rasulullah! Aku membuat kemah (di sebuat tempat) dan aku tidak menyangka bahwa tempat itu kuburan. Ternyata di kuburan itu ada seseorang yang membaca surat Al Mulk hingga selesai. Nabi Saw. bersabda,’Surat Al Mulk ( yang dibaca itu) adalah penolong yang akan menolongnya dari azab kubur”. H.r. At Tirmidzi, Tuhfatul Ahwadzi VIII: 300.
Hadis di atas daif, karena pada sanadnya ada rawi yang bernama Yahya bin Amr bin Malik. Dia seorang rawi yang daif. (edisi 26)
 
Pertanyaan
Apakah kain kafan untuk membungkus mayat itu ketentuannya harus selalu tiga lembar bagi laki-laki dan lima lembar bagi perempuan atau bebas.
 
Jawaban
Mengenai jumlah kain kafan terdapat dalam beberapa hadis:
عَنْ عَائِشَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ r كُفِّنَ فِي ثَلاَثَةِ أَثْوَابٍ بِيضٍ سَحُولِيَّةٍ لَيْسَ فِيهَا قَمِيصٌ وَلاَ عِمَامَةٌ. رواه البخاري
Dari Aisyah, sesungguhnya Rasulullah saw. dikafani dengan tiga lapis kain yang putih dari suhuli (nama bagi sebuah tempat Yaman) tanpa gamis dan sorban.” H.r. Al Bukhari.
عَنْ ليَلْىَ بِنْتِ قَانِفٍ الثَّقَفِيَةِ قَالَتْ كُنْتُ فِيمَنْ غَسَّلَ أُمَّ كُلْثُومٍ بِنْتَ رَسُولِ اللهِ r عِنْدَ وَفَاتِهَا فَكَانَ أَوَّلُ مَا أَعْطَانَا رَسُولُ اللهِ r الْحِقَاءَ ثُمَّ الدِّرْعَ ثُمَّ الْخِمَارَ ثُمَّ الْمِلْحَفَةَ ثُمَّ أُدْرِجَتْ بَعْدُ فِي الثَّوْبِ الآخَرِ قَالَتْ: وَرَسُولُ اللهِ r جَالِسٌ عِنْدَ الْبَابِ مَعَهُ كَفَنُهَا يُنَاوِلُنَاهَا ثَوْبًا ثَوْبًا . رواه ابو داود
Dari laila binti Qanif at Tsaqafiyah, ia berkata,’Saya di antara orang yang turut memandikan Umu Kulsum, puteri Rasulullah saw., di saat wafatnya. Maka yang pertama disodorkan oleh Rasulullah saw. kepada kami adalah kain sarung, baju kurung, kerudung, kemudian selimut, lalu dikafani dengan pakaian lain’. Lalu ia (Umi Laila) berkata, ‘Sedangkan Rasulullah saw. duduk di dekat pintu membawa kain kafan dan menyodorkan kepada kami lembar demi lembar”. H.r. Abu Daud
 
Berdasarkan hadis-hadis di atas, bilangan kain kafan itu ditentukan oleh syari’at. Kalaupun tidak, pernah terjadi yaitu untuk laki-laki tiga lembar dan bagi perempuan lima lembar.
Walaupun hadis-hadis di atas tidak menunjukkan sebagai batasan jumlah lembaran kain kafan, kami tidak mendapatkan dalil lain yang membolehkan. Namun pernah terjadi dalam keadaan darurat dibungkus hanya dengan sehelai itu pun bila tidak memadai. Sebagaimana keterangan dibawah ini: 
Kemudian yang sedang ihram dikafani dengan kain ihramnya. Sebagaimana hadis di bawah ini 
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ r : اِغْسِلُوا الْمُحْرِمَ فِي ثَوْبَيْهِ اللَّذَيْنِ أَحْرَمَ فِيهِمَا وَاغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوْبَيْهِ وَلاَ تُمِسُّوهُ بِطِيبٍ وَلاَ تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ فَإِنَّهُ يُبْعَثُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مُحْرِمًا. رواه النسائي
Dari Ibnu Abbas ia berkata, “Rasulullah saw. berdabda, ‘Mandikanlah jenazah yang muhrim pada dua lembar pakaiannya yang dipakai ketika ihramnya. Dan mandikanlah ia dengan air dan daun bidara, serta kafanilah ia dengan kedua pakaian ihramnya itu. Janganlah kalian mewangikannya dan janganlah menutup kepalanya, karena sesungguhnya ia akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan ihram.” H.r. An Nasai 
Kemudian yang mati syahid. Sebagaimana keterangan di bawah ini: 
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : أَمَرَ رَسُولُ اللهِ r يَوْمَ أُحُدٍ بِالشُّهَدَاءِ أَنْ نَنْزِعَ عَنْهُمُ الْحَدِيدَ وَالْجُلُودَ وَقَالَ : اِدْفَنُوهُمْ بِدِمَائِهِمْ وَثِيَابِهِمْ. رواه احمد
Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah saw. menyuruh kami pada hari (perang) Uhud terhadap para syuhada, agar kami menanggalkan (pakaian atau perlengkapan) besi dan kulit dari mereka. Lalu beliau bersabda, ‘Kuburkanlah mereka beserta darah dan pakaiannya.” H.r. Ahmad. (edisi 27) 
Pertanyaan
Bolehkan ketika jenazah disalatkan kepalanya berada disebelah selatan 
Jawaban
Dalam beberapa hadis diterangkan:
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ : أَنَّ البَرَاءَ بْنَ مَعْرُورٍ أَوْصَى أَنْ يُوَجَّهُ لِلْقِبْلَةِ إِذَا احْتَضَرَ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ r : أَصَابَ الفِطْرَةَ. رواه الحاكم والبيهقي
Dari Abu Qatadah , “Sesungguhnya Al-Bara bin Ma’rur berwasiat agar ia dihadapkan ke arah kiblat apabila wafat, maka Rasulullah saw. bersabda,” Tepat, sesuai fitrah,” HR. Al Hakim, I : 353. Al Baihaqi, As Sunanu As Shagir, I: 283
Tentang cara atau posisi menghadapnya jenazah ke arah kiblat ini terjadi perbedaan pendapat. Tetapi yang lebih menentramkan adalah berdasarkan hadis-hadis sebagai berikut :
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِىَّ r كَانَ يُصَلِّى مِنَ اللَّيْلِ وَأَنَا مُعْتَرِضَةٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ كَاعْتِرَاضِ الْجِنَازَةِ. رواه مسلم
Dari Urwah dari Aisyah bahwa sesungguhnya Nabi saw melakukan salat pada suatu malam sedangkan saya berbaring antara beliau dan qiblat seperti berbaringnya jenazah.” H.R. Muslim
Yang dimaksud oleh Aisyah bahwa dirinya berbaring dengan cara berbaringnya jenazah itu tentulah ia sedang melaksanakan cara berbaring yang dianjurkan oleh Rasulullah saw. Di dalam hadis lain Rasulullah saw bersabda:
إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَأ وُضُوءَكَ لِلصَّلاَةِ ثُمَّ اضْطَجِعْ عَلَى شِقِّكَ الأَيْمَنِ...فَإِنْ مُتَّ مِنْ لَيْلَتِكَ فَأَنْتَ عَلَى الفِطْرَةِ. رواه البخاري
Apabila kamu hendak mendekati tempat tidurmu maka berwudhulah dengan wudhumu untuk shalat kemudian berbaringlah atas bagian kanan badanmu dan ucapkanlah ,”... Dan jika engkau mati pada malam itu maka engkau atas fitrah.” H.r. Al-Bukhari
Berdasarkan keterangan-keterangan ini dapat dapat diambil kesimpulan bahwa i’tiradhul janazah berbaring menghadap kiblat dengan menjadikan badan bagian kanan di bawah. Maka kata-kata dan jika engkau mati pada malam itu maka engkau (mati) di atas fitrah. tentulah karena ia mati dalam posisi berbaringnya jenazah yang disunnahkan. (edisi 27) 
Pertanyaan
Bagaimana hukum mengantarkan jenazah bagi wanita
Jawaban
Rasulullah saw. melarang perempuan baik mengantarkan atau  menziarahi kubur, berdasarkan hadis-hadis sebagai berikut, 
عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ t قَالَتْ نُهِينَا عَنِ اتِّبَاعِ الْجَنَائِزِ وَلَمْ يُعْزَمْ عَلَيْنَا. رواه البخاري
Dari Ummu Athiyyah, ia berkata, “Kami dilarang mengantar jenazah, dan tidak tegas larangan itu atas kami” H.r. Al-Bukhari 
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ r كَانَ فِي جَنَازَةٍ فَرَأَى عُمَرُ اِمْرَأَةً فَصَاحَ بِهَا فَقَالَ: دَعْهَا يَا عُمَرَ. رواه ابن أبي شيبة
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah mengantarkan jenazah, lalu Umar melihat seorang wanita (ikut mengantarkan), maka ia menghardik wanita itu. Kemudian Rasul bersabda, “Biarkanlah dia wahai Umar.” H.r. Ibnu Abu Syaibah, Fathul Bari III:489 
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ r لَعَنَ زَوَّارَاتِ الْقُبُورِ. رواه أحمد وابن ماجة والترمذي
Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah saw. melaknat wanita-wanita yang berziarah kubur.”  H.r. Ahmad, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi
Berdasarkan keterangan-keterangan di atas, walaupun keterangan Rasulullah itu tidak sampai haram, ada baiknya dihindari. (edisi 29)
Pertanyaan
Apakah mayit dari anak kecil yang baru berumur 7 (tujuh) tahun masih harus didoakan, mengingat anak tersebut belum mempunyai dosa ? Maksud saya doa setelah salat jenazah.
Jawaban
Tidak didapatkan dalil, baik ayat Alquran maupun hadis, yang menerangkan adanya doa-doa khusus setelah salat mayit, baik mayit dewasa  atau mayit anak kecil. (edisi 30)
Pertanyaan
Bagaimana tentang pemindahan kuburan, penggalian untuk kepentingan outopsi, dll. Apakah berkaitan dengan akidah atau tidak.
Jawaban    
Yang dimaksud dengan kuburan ialah tanah yang di situ dikubur (manusia). Adapun yang dimaksud dengan memindahkan kuburan ialah menggali atau memindahkan isinya. Hal ini pernal dilakukan di zaman Rasulullah saw. sebagaimana dalam hadis:
عَنْ أَنَسٍ، قَدِمَ النَّبِيُّ r اَلْمَدِيْنَةَ وَأَمَرَ بِبِنَاءِ الْمَسْجِدِ، فَقَالَ: يَا بَنِي النَّجَّارِ ثَامِنُونِي. فَقَالُوا: لاَ نَطْلُبُ ثَمَنَهُ إِلاَّ إِلَى اللهِ، فَأَمَرَ بِقُبُورِ الْمُشْرِكِيْنَ فَنُبِشَتْ ثُمَّ بِالْخِرَبِ فَسُوِّيَتْ وَبِالنَّخْلِ فَقُطِعَ فَصَفُّوا النَّخْلَ قِبْلَةَ الْمَسْجِدِ. رواه البخاري
Dari Anas r.a, ‘Nabi saw. tinggal di Madinah, beliau memerintah untuk membangun mesjid. Lalu beliau bersabda, ‘Wahai bani Najjar, hargakanlah (tanah ini) kepadaku”. Mereka menjawab, ‘Kami tidak meminta harga kecuali kepada Allah.” Lalu Rasulullah saw. memerintah untuk menggali kuburan musyrikin kemudian beliau memerintahkan agar reruntuhan diratakan dan pohon kurma ditebang. Kemudian mereka (para sahabat) menjajarkan pohon kurma di arah kiblat mesjid.” H.r. Al-Bukhari
Demikian pula halnya untuk kepentingan outopsi tentu saja berkaitan dengan akidah, dan kita dapat melakukannya karena tidak dilarang. (edisi 32)
Pertanyaan
Mohon dijelaskan apabila seseorang sudah mati, apakah betul seluruh panca inderanya masih berfungsi dan mana dalil-dalilnya.
Jawaban
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ rقَالَ كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا.روا ه أحمد و أبو داود و ابن ماجه
Dari Aisyah, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya mematahkan tulang mayit itu seperti mematahkannya ketika ia masih hidup”. H.r. Ahmad, Al-Fathur Rabbani,VIII:79. Sunan Abu Daud, II:190. Sunan Ibnu Majah, II:278
Dari Nafi, bahwasanya Ibnu Umar telah memberitahukan kepadanya; ia berkata, “Nabi saw. telah datang ke Ahli Qalib (bangkai-bangkai kaum musyrikin di lembah badar), ‘Kalian telah dapatkan apa yang dijanjikan oleh Tuhan kalian dengan benar? Maka ditanyakan kepada beliau, ‘Apakah Anda menyeru yang sudah mati?’ Beliau menjawab, ‘Kalian tidak lebih mendengar daripada mereka, akan tetapi mereka tidak bisa menjawab’”. H.r. Al-Bukhari. Fathul Bari, III:679 
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ نَبِيُّ اللهِ r إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ وَتَوَلَّى عَنْهُ أَصْحَابُهُ إِنَّهُ لَيَسْمَعُ قَرْعَ نِعَالِهِمْ…رواه مسلم
Dari Anas bin Malik r.a. bahwa ia menceritakan kepada mereka bahwa Nabi saw. telah bersabda, “Sesungguhnya hamba itu apabila telah diletakkan dikuburnya dan pergi saudara-saudara pengantarnya, ia pun mendengar derap langkah sandalnya…” H.r. Muslim (edisi 34)
Pertanyaan
Mohon dijelaskan kembali tentang berziarah dan menabur bunga pada hari raya iedul fitri
Jawaban
Perlu kami terangkan kembali disini bahwa ziarah kubur itu pernah dilarang oleh Rasulullah saw. dan hukumnya haram. Adapun sebabnya kenapa ziarah kubur waktu itu dilarang, karena waktu itu banyak para sahabat yang baru hijrah dari syirik kepada tauhid, Rasulullah saw. khawatir kalau amalan-amalan jahiliyah masih terbawa seperti meminta-minta pada yang sudah mati atau melaksanakan upacara-upacara tertentu yang hanya berdasarkan pikiran dan perasaan mereka. Namun setelah para sahabat mengerti tentang kaifiyah dan tujuan ziarah kubur yaitu untuk mengingatkan mereka bahwa yang hidup pun akan mati seperti mereka
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ زَارَ النَّبِيُّ r قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ فَقَالَ: اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِي أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِي فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ. رواه مسلم
Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Nabi menziarahi makam ibunya, lalu beliau menangis dan membuat orang disekitarnya menangis. Kemudian beliau bersabda, ‘Aku minta izin kepada Tuhan-ku untuk memohon ampunan bagi ibuku, ternyata tidak diizinkan, dan minta izin untuk menziarahi makamnya, ternyata dizinkan. Maka berziarahlah kalian, karena ziarah itu akan mengingatkan kepada kematian.” H.r. Muslim
Adapun kaifiyahnya
عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ r يُعَلِّمُهُمْ إِذَا خَرَجُوا إِلَى الْمَقَابِرِ فَكَانَ قَائِلُهُمْ يَقُولُ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ لَلاَحِقُونَ أَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ. رواه مسلم
Dari Sulaiman bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata, “Rasulullahn saw mengajarkan kepada mereka bila pergi ke kuburan untuk mengucapkan, ‘Assalamu alaikum ahlad diyar…walakumul ‘afiah.” H.r. Muslim.
Setelah itu Rasulullah saw. memerintahkan untuk ziarah kubur. Namun perintah itu setelah larangan, apabila perintah itu lahir setelah larangan hukumnya ibahah (boleh) tidak wajib tidak sunat. Adapun tabur bunga dan yang lainnya bukan dari syariat Islam. (edisi 34)
Pertanyaan
Apa yang dimaksud dengan ‘membangun kuburan’.
Jawaban
Yang dimaksud dengan membangun kuburan itu ada dua yaitu menembok atau yang seperti itu dan membangun apapun di atasnya dan seperti membangun rumah, mesjid dll. Hal ini sebagaimana yang diterangkan oleh dua keterangan di bawah ini,
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ: نَهَى رَسُولُ اللهِ r أَنْ يُبْنَى عَلَى الْقَبْرِ أَوْ يُجَصَّصَ. رواه احمد
Dari Ummu Salamah, ia mengatakan, ‘Rasulullah saw. melarang membangun dan menembok kuburan.” H.r. Ahmad.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللهِ r فِي مَرَضِهِ الَّذِي لَمْ يَقُمْ مِنْهُ لَعَنَ اللهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ... رواه مسلم
Dari Aisyah, ia mengatakan, ‘Rasulullah saw. bersabda ketika beliau sakit, ‘Allah melaknak Yahudi dan Nashrani, mereka menjadikan kuburan para nabi senbagai mesjid…” H.r. Muslim
Maka jelas sekali kedua perkara ini dilarang dan termasuk kebiasaan Yahudi dan Nashrani yang dilaknak oleh Allah swt. (edisi 35)
Pertanyaan
Apabila jenazah ada dua orang, satu laki-laki dan satu lagi perempuan. Apakah doa allahummagfirlahu diganti dengan allahummag fir laha.
Jawaban
Pada dasarnya doa-doa jenazah merupakan doa-doa yang masyru’ [disyariatkan],sehingga dalam hal ini kita di tuntut untuk melaksanakan atau membacanya saja, tanpa harus berfikir untuk membuat doa-doa yang baru sekehendak kita, juga tidak  perlu menyesuaikan lafal doa itu dengan jenis kelamin mayitt. Untuk mengetahui pembahasan yang lebih lengkap tentang lafal doa dan praktik salat jenazah dapat dilihat pada al Qudwah No. 41-43 (edisi 48)
Pertanyaan
Dalam hadis Rasulullah pernah menancapkan pelepah kurma di atas kuburan, lalu menyiramnya dengan air. Hal seperti itu bisa di jadikan dalil untuk menaburkan rampe di atas kuburan seterusnya di siram dengan air.
Jawaban
Kejadian yang di alami oleh Rasulullah saw. seperti yang anda maksud itu terdapat dalam hadis sebagai berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنِ النَّبِيِّ r أَنَّهُ مَرَّ بِقَبْرَيْنِ يُعَذَّبَانِ فَقَالَ: إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ الْبَوْلِ وَأَمَّا الآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا بِنِصْفَيْنِ ثُمَّ غَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا؟ فَقَالَ: لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا. رواه البخاري.
Dari Ibnu Abas, dari Nabi saw. sesungguhnya beliau melewati dua kuburan, lalu bersabda, “Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini sedang disiksa dan keduanya disiksa bukan karena dosa besar. Adapun salah seorang dari mereka (disiksa) karena tidak berlindung dari (percikan) air kencingnya, sedangkan yang lainnya (disiksa) karena suka menyebar fitnah” Lalu beliau mengambil pelepah kurma yang basah, kemudian membagi menjadi dua bagian, lalu ditancapkannya pada setiap kuburan itu. Maka para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, kenapa Engkau melakukan ini?” Beliau menjawab, “Mudah-mudahan diringkankan siksaan dari keduanya, selama pelepah kurma itu tidak mengering”. H.r. Al-Bukhari
Pada hadis di atas dijelaskan bahwa Rasulullah mendapat wahyu dari Allah swt.  maka pada waktu itu beliau menancapkan pelepah kurma yang masih basah dengan harapan siksa kubur akan di ringankan.  Dengan keterangan ini jelas sekali bahwa menancapkan pelepah kurma yang masih basah di atas kuburan yang pengisinya sedang  menerima adzab kubur  merupakan khususiah Nabi (Kekhususan Nabi) saja. Oleh karena itu tidak didapatkan keterangan yang menyatakan bahwa pekerjaan itu pernah dilakukan oleh sahabat-sahabat beliau.
Dengan demikian, menaburkan bunga rampe atau bunga-bunga  lainnya di atas kuburan merupakan ajaran luar Islam yang  tentu saja tidak terlepas dari kemusyrikan. Sedangkan menjadikan hadis di atas dijadikan dalil bolehnya menaburkan serta menyiramkan air di atas kuburan itu merupakan sesuatu yang dipaksakan.
Adapun tentang menyiramkan air di atas kuburan, kami mendapatkan dalil sebagai berikut
عَنْ أَبِي رَافِعٍ قَالَ: سَلَّ رَسُولُ اللهِ r سَعْدًا وَرَشَّ عَلَى قَبْرِهِ مَاءً. رواه ابن ماجة
Dari Abu Rafi’, ia berkata, “Rasulullah menurunkan jenazah Sa’ad dan menyiramkan air di atas kuburannya.” H.r. Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, II:242
Namun setelah kami ternyata hadisnya daif, karena pada sanadnya ada dua rawi yang bernama Mandal bin Ali dan Muhamad bin Ubaidullah bin Abu Rafi’. Para ulama sepakat tentang kedaifan keduanya. (edisi 51)
Pertanyaan
Di dalam hadis riwayat Al-Bukhari diterangkan bahwa Rasulullah saw. berbicara kepada tumpukan mayat orang-orang kafir di perang Badar, dan beliau berkata kepada Umar bahwa engkau itu tidak lebih mendengar daripada mereka. Namun di dalam Alquran Allah berfirman kepada Rasul-Nya
إِنَّكَ لاَ تُسْمِعُ الْمَوْتَى
Tolong dijelaskan bagaimana sebenarnya.
Jawaban
Tentang sabda Nabi kepada orang-orang kafir yang mati pada perang Badar dijelaskan pada al Qudwah No 15, rubrik Fiqhul Janaiz. Adapun maksud ayat
إِنَّكَ لاَ تُسْمِعُ الْمَوْتَى وَلاَ تُسْمِعُ الصُّمَّ الدُّعَاءَ إِذَا وَلَّوْا مُدْبِرِينَ (النمل : 80)
Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang. Q.s. An-Naml : 80.
Menurut A. Hasan adalah “kafir-kafir itu tidak bisa engkau bikin mereka menerima dan menggunakan ajaranmu sebagaimana tak bisa engkau bikin bangkai-bangkai menerima dan menjalankan ajaranmu” Tafsir al-Furqan, hal. 750. (edisi 52)
Pertanyaan
Apakah ada jenazah yang harus disalati selain yang mati syahid ? Dan Bagaimana menyikapi orang yang meninggal akan tetapi semasa hidupnya tidak pernah salat dan ibadah-ibadah lainnya.
Jawaban
Pada pertanyaan yang anda ajukan ada yang perlu diluruskan, yaitu anda mengatakan selain yang mati syahid tidak usah disalati. Kami menganggap perlu untuk meringkas jawaban tentang hal itu dari al Quwah No.11, 12, dan 13, sebagai berikut:
Yang mati syahid itu ada tiga belas macam, yaitu
1. Yang Mati terbunuh di medan perang dalam membela agama Allah
2. Yang Mati Fisabilillah
3. Yang Mati karena penyakit yang mewabah
4. Yang Mati karena penyakit ginjal
5. Yang Mati karena kolera
6. Yang Mati karena tenggelam
7. Yang Mati karena terbakar
8. Yang Mati karena tertimpa
9. Yang Mati ketika melahirkan
10. Yang Mati membela harta
11. Yang Mati membela diri (kehormatan)
12. Yang Mati membela agama
13. Yang Mati membela keluarga
Adapun dalam pengurusan jenazahnya terbagi kepada dua macam:
A. jenazah syuhada No. 1 di atas (yang mati terbunuh di medan perang dalam membela agama Allah melawan orang kafir), tidak dimandikan dan tidak disalati. Hal itu berdasarkan keterangan sebagai berikut:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ عَنِ النَّبِيِّ r أَنَّهُ قَالَ فِي قَتْلَى أُحُدٍ: لاَ تُغَسِّلُوهُمْ فَإِنَّ كُلَّ جُرْحٍ أَوْ كُلَّ دَمٍ يَفُوحُ مِسْكًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِمْ. رواه أحمد
Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata, “Sesungguhnya Nabi saw. bersabda, tentang orang yang terbunuh di perang uhud, ‘Janganlah mereka dimandikan, karena setiap luka atau setiap darah akan menebarkan (harum) kasturi pada hari kiamat. Dan beliau tidak menyalati mereka’." H.r. Ahmad. Al-Fathur Rabbani, VII:159
Dalam riwayat lain diterangkan:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ  أَنَّ شُهَدَاءَ أُحُدٍ لَمْ يُغَسَّلُوا وَدُفِنُوا بِدِمَائِهِمْ وَلَمْ يُصَلَّ عَلَيْهِمْ. رواه أبو داود
Dari Anas, “Sesungguhnya syuhada (perang) uhud, mereka tidak dimadikan, dan dikuburkan bersama darah-darah mereka, serta mereka tidak disalati. H.r. Abu Daud, Sunan Abu Daud, II:174
Selain pakaian biasa dan darah-darah yang dilarang oleh Rasulullah saw. untuk dibersihkan maka pakaian perang yang terbuat dari besi atau kulit harus ditanggalkan dan tidak ikut dikuburkan. Di dalam sebuah hadis diterangkan:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: أَمَرَ رَسُولُ اللهِ r بِقَتْلَى أُحُدٍ أَنْ يُنْزَعَ عَنْهُمُ الْحَدِيدُ وَالْجُلُودُ وَأَنْ يُدْفَنُوا بِدِمَائِهِمْ وَثِيَابِهِمْ. رواه أبو داود وابن ماجة
Dari Ibnu Abas, ia mengatakan, “Rasulullah saw. memerintahkan bagi orang yang terbunuh di peperangan Uhud (mati syahid), agar besi dan kulit (perlengkapan perang) ditanggalkan dari mereka dan agar dikubur beserta darah dan baju-baju mereka.” H.r. Abu Daud, Sunan Abu Daud, II:174; Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, II:226
Berdasarkan keterangan-keterangan di atas bahwa yang mati syahid di medan perang dalam membela agama Allah, tidak boleh disalati, tidak boleh dimandikan. Bahkan dikuburnya pun harus beserta darah dan baju-bajunya.
B. jenazah Syuhada selain No. 1 (No. 2-13 di atas), tetap dimandikan dan disalati seperti biasa.
Selanjutnya tentang orang muslim tetapi dia tidak melakukan salat dan ibadah-ibadah lainnya, muslim seperti ini tetap muslim tetapi durhaka. Maka tetap diurus jenazahnya secara Islam dan disalati. Mudah-mudahan Allah mengampuni dosa-dosanya. (edisi 54)
Pertanyaan
Apabila saya dan suami beserta anak – anak berkunjung ke kampung halaman suami saya, kemudian kami datang ke kuburan kedua mertua saya dengan maksud hanya sekedar memberitahukan kepada anak – anak letak kuburan kakek dan nenek mereka, lalu berdoa tanpa ada maksud berdoa di sana lebih afdhal, apakah hal itu termasuk suatu kemusrikan
Jawaban
Tentang memberitahukan letak kuburan kepada keluarga itu diperbolehkan
عَنْ عُبَيْدِ اللهِ بْنِ أَبِي رَافعٍ ... أَوَّلُ مَنْ قُبِرَ هُنَاكَ عُثْمَانُ بْنُ مَظْعُونٍ، فَوَضَعَ رَسُولُ اللهِ r حَجَرًا عِنْدَ رَأْسِهِ وَقَالَ: هذَا قَبْرٌ فَرَطَنَا... رواه الحاكم
Dari Ubaidullah bin Abu Rafi…Orang yang pertama kali dikuburkan di sana (Baqi) adalah Usman bin Madz’un, kemudian Rasulullah saw. meletakkan sebuah batu di samping kepalanya seraya berkata, ‘Inilah kuburan yang telah mendahului kita (yang pertama dikubur di tempat ini)…” H.r. Al-Hakim
Adapun mengenai berdoa di sekitar kuburan apabila merupakan dorongan jiwa pada saat itu dan bukan direncanakan, maka hal itu diperbolehkan. Dan jangan lupa doa pokok yang diajarkan oleh Rasulullah saw.,
عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللهِ r كَانَ إِذَا أَتَى عَلَى الْمَقَابِرِ فَقَالَ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُونَ أَنْتُمْ لَنَا فَرَطٌ وَنَحْنُ لَكُمْ تَبَعٌ أَسْأَلُ اللهَ الْعَافِيَةَ لَنَا وَلَكُمْ. رواه النسائي
Dari Sulaiman bin Buraidah dari ayahnya, sesungguhnya Rasulullah saw. apabila mendatangi kuburan, beliau mengucapkan “Assalamu alaikum….walakum” –Semoga keselamatan bagi kamu ahli kubur dari Mukminin dan Muslimin, dan insya Allah kami akan berjumpa dengan kamu, kamu telah mendahului kami dan kami akan mengikuti kamu, aku memohon afiah kepada Allah bagi kami dan bagi kamu sekalian-.” H.r. An-Nasai (edisi 63)
Pertanyaan
Kepada setiap orang yang sudah meninggal sering disebut Al-Marhum atau Al-Marhumah. Apakah sebutan ini bagi setiap orang yang meninggal
Jawaban
Di dalam Islam menyebut kata Al-Marhum atau Al-Marhumah yang ditujukan kepada orang yang sudah meninggal bukan sekedar sebutan ataupun gelar. Penyebutan itu dilakukan dengan maksud mendoakan mudah-mudahan orang yang disebut namanya itu dilimpahi rahmat oleh Allah swt. Oleh karena itu doa Al-Marhum atau Al-Marhumah haram diucapkan jika ditujukan kepada non Muslim
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: زَارَ النَّبِيُّ r قَبْرَ أُمِّهِ فَبَكَى وَأَبْكَى مَنْ حَوْلَهُ فَقَالَ اسْتَأْذَنْتُ رَبِّي فِي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِي أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأُذِنَ لِي فَزُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ الْمَوْتَ رواه مسلم
Dari Abu Huraerah, ia mengatakan”Rasulullah saw. menziarahi kuburan ibunya, maka beliau menangis dan membuat menangis orang-orang di sekeliling beliau, beliau bersabda,’Aku meminta izin kepada Allah swt. untuk memohonkan ampunan bagi ibuku (mendoakannya), tetapi Ia tidak mengizinkan aku lalu aku minta izin untuk menziarahi kuburannya, maka Ia mengizinkan aku. Ziarahilah kuburan karena akan mengingatkan kepada kematian.” H.r. Muslim (edisi 64)
Pertanyaan
Bolehkah mayat orang yang beragama Kristen diurus oleh orang yang beragama Islam dengan tata cara kepengurusan sebagaimana yang diajarkan Rasulullah saw.
Jawaban
Kepengurusan jenazah dalam agama Islam telah ditetapkan sedemikian rupa berdasarkan pengajaran yang diajarkan oleh Rasulullah saw. sejak dari memandikan sampai dengan menguburkannya. Kesemuanya itu diperuntukkan bagi jenazah–jenazah kaum muslimin. Adapun bagi jenazah–jenazah non Islam, dipersilahkan untuk diurus dengan kepercayaan dan caranya masing–masing. Seandainya kita diminta untuk mengurus jenazah non muslim, maka kuburkan saja. (edisi 64)
Pertanyaan
Bolehkah menyalati anak kecil yang bunuh diri? Apakah sama hukumnya dengan menyalati orang dewasa yang mati karena bunuh diri.
Jawaban
Boleh, karena pada dasarnya anak itu tidak dicatat amal baik dan buruknya. Dan salat jenazah yang dilakukan adalah untuk kebaikan orang tuanya dan orang-orang yang berkaitan dengan anak itu.
عَنْ عَلِيٍّ عَنِ النَّبِيِّ r قَالَ : رُفِعَ القَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ، عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ. رواه أبو داود
Dari Ali bin Abu Thalib dari Nabi saw. bersabda, ‘Tidak dicatat amal dari tiga perkara; yang tidur sehingga ia bangun, anak kecil sehingga dewasa, dan yang gila hingga ia sadar.” H.r. Abu Daud.
Adapun menyalati manusia dewasa yang bunuh diri, itu terdapat keterangannya sebagai berikut:
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ، قَالَ : أُتِيَ النَّبِيُ r بِرَجُلٍ قَتَلَ نَفْسَهُ بِمَشَاقِصَ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيْهِ. رواه مسلم
Dari Jabir bin Samurah, ia berkata, ‘Nabi saw. didatangkan seorang laki-laki yang bunuh diri dengan anak panah untuk berburu, maka beliau tidak menyalatinya.” H.r. Muslim
Pernah pula terjadi ada orang yang mati dalam kemaksiatan di zaman Rasulullah saw. namun bukan dengan cara bunuh diri, sebgaimana diterangkan dalam hadis:
عَنْ زَيْدِ بْنِ خَالِدٍ الْجُهَنِيِّ أَنَّ رَجُلاً مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ r تُوُفِّيَ يَوْمَ خَيْبَرَ، فَذُكِرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ r فَقَالَ: صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ، فَتَغَيَّرَ وُجُوهُ النَّاسِ مِنْ ذَلِكَ، فَقَالَ: إِنَّ صَاحِبَكُمْ غَلَّ فِي سَبِيلِ اللهِ فَفَتَّشْنَا مَتَاعَهُ فَوَجَدْنَا خَرَزًا مِنْ خَرَزِ يَهُودَ مَا يُسَاوِي دِرْهَمَيْنِ. رواه أحمد وأبو داود، والنسائي وابن ماجة
Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani, ia mengatakan, ‘Bahwasanya seseorang di antara muslimin meninggal di Khaibar, dan bahwa hal itu diterangkan kepada Rasulullah saw., maka beliau bersabda, ‘Salatlah atas kawan kalian ini’. Ia berkata, ‘Maka berubahlah wajah para sahabat disebabkan hal itu. Ketika Rasulullah saw. melihat yang terjadi pada mereka, beliau bersabda, ‘Sesungguhnya kawan kalian ini berkhianat fi sabilillah! Maka kami memeriksa perhiasannya, dan ternyata kami dapatkan padanya mutiara dari perhiasan Yahudi senilai dua dirham.” H.r. Ahmad, Abu Daud, An-Nasai, dan Ibnu Majah.
Rasulullah saw. memerintahkan para sahabat agar melakukan salat atas jenazahnya, tetapi beliau sendiri tidak melakukannya. Maka jelaslah bahwa menyalatkan jenazah muslim yang fasik, berkhianat, atau maksiat diperbolehkan.
Adapun tentang tidaknya Rasulullah saw. melakukan salat atas jenazah itu sebagai peringatan bagi kaum muslimin yang lainnya. Dengan pula seorang muslim yang mati karena bunuh diri. Dengan demikian hadis ini tidak berlaku bagi anak yang belum balig. (edisi 66)
Pertanyaan
Mohon diterangkan tentang yang sedang sakaratul maut dikerumuni oleh para malaikat
Jawaban
Barangkali pertanyaan yang anda maksud adalah sebagai berikut:
عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ:...إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا كَانَ فِي انْقِطَاعٍ مِنْ الدُّنْيَا وَإِقْبَالٍ مِنْ الآخِرَةِ نَزَلَ إِلَيْهِ مَلاَئِكَةٌ مِنْ السَّمَاءِ بِيضُ الْوُجُوهِ كَأَنَّ وُجُوهَهُمْ الشَّمْسُ مَعَهُمْ كَفَنٌ مِنْ أَكْفَانِ الْجَنَّةِ وَحَنُوطٌ مِنْ حَنُوطِ الْجَنَّةِ حَتَّى يَجْلِسُوا مِنْهُ مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَجِيءُ مَلَكُ الْمَوْتِ عَلَيْهِ السَّلاَم ُحَتَّى يَجْلِسَ عِنْدَ رَأْسِهِ...رواه أحمد
Dari Al-Bara bin Azib, ia berkata, ‘…Sesungguhnya orang mukmin bila putus dari dunia dan menghadap akhirat, turun kepadanya malaikat dari langit yang muka-mukanya putih, seolah muka-muka mereka itu matahari, bersama mereka kafan-kafan dari kafan surga, dan wewangian yang berasal dari surga sehingga mereka duduk (yang jarak) dari orang itu sejauh pandangan mata, kemudian datang malakul maut sehingga duduk dekat kepalanya…” H.r. Ahmad (edisi 70)
Pertanyaan
Alasan apa yang menjadikan kuburan Nabi saw. berada di dalam Mesjid
Jawaban
Sebenarnya Nabi saw. tidak dikuburkan di dalam mesjid. Tetapi Nabi saw. dikuburkan di bekas kamar siti Aisyah, karena Nabi saw. besabda:
أَنَّ أَصْحَابَ النَّبِيِّ لَمْ يَدْرُوا أَيْنَ يَقْبُرُونَ النَّبِيَّ r حَتَّى قَالَ أَبُو بَكْرٍ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ r يَقُولُ: لَنْ يُقْبَرَ نَبِيٌّ إِلاَّ حَيْثُ يَمُوتُ فَأَخَّرُوا فِرَاشَهُ وَحَفَرُوا لَهُ تَحْتَ فِرَاشِهِ
Sesungguhnya sahabat Nabi saw. tidak tahu di mana akan mengubur jenazah Nabi saw. sehingga Abu Bakar berkata, ‘Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, ‘Seorang Nabi tidak akan dikubur kecuali di tempat meninggalnya’. Ia berkata, ‘Maka mereka menggeser tempat tidurnya, dan membuat liang lahat nagi jenazah beliau di bawah tempat tidur itu.” H.r. Ahmad dan Abdurrazaq
Adapun kenyataan sekarang bahwa disebabkan perluasan bangunan mesjid demi kepentingan umat Islam, sehingga kuburan itu menjadi berada di dalam mesjid. Selain karena masalah mursalah (kepentingan kemaslahatan umat) dan juga sadu dzari’ah, yaitu mencegah munculnya tindakan-tindakan kemusyrikan serta agar terhindar dari berebutnya umat untuk menempatkan jasad Nabi saw. di tanah mereka. (edisi 74)
Pertanyaan
Jika bayi meninggal apakah harus disalati
Jawaban
Tentang menyalati anak yang belum balig disyariatkan untuk disalati dengan cara menyalati jenazah orang dewasa. Untuk lebih jelasnya lihat al-Qudwah rubric Fiqhul Ibadah (janaiz) no 26. (edisi 79)
Pertanyaan
Bagaimana sebenarnya salat janazah yang dicontohkan oleh Nabi, apakah sampai salam, sebab ada sebagaian orang yang setelah beres dari salat itu dilanjutkan dengan doa bersama. Dan bagaimana sikap kita apabila berjamaah salat tersebut dengan orang-orang seperti itu.
Jawaban
Salat jenazah yang dicontohkan oleh Nabi saw. sebagaimana keterangan di bawah ini:
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلٍ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ r : أَنَّ السُّنَةَ فِي الصَّلاَةِ عَلَى الْجَنَازَةِ أَنْ يُكَبِّرَ الإِمَامُ ثُمَّ يَقْرَأُ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ بَعْدَ التَّكْبِيْرَةِ الأُوْلَى سِرًّا فِي نَفْسِهِ ثُمَّ يُصَلِّي عَلَى النَّبِيِّ r وَيُخْلِصُ الدُّعَاءَ لِلْجَنَازَةِ فِي التَّكْبِيْرَاتِ لاَ يَقْرَأُ فِي شَيْءٍ مِنْهُنَّ ثُمَّ يُسَلِّمُ سِرًّا فِي نَفْسِهِ.
Dari Abu Umamah bin Sahl bahwasanya seorang di antara sahabat Rasulullah saw. telah mengabarinya, bahwa sunnah di dalam salat jenazah itu hendaklah imam bertakbir kemudian membaca Al Fatihah setelah takbir pertama, ia membacanya dengan sir (perlahan) dalam hati lalu shalawat atas Nabi saw. dan mengikhlaskan doa untuk jenazah pada takbir-takbir (yang tiga), tidak membaca (Al Fatihah) pada ketiga takbir itu. Kemudian salam dengan sir pada dirinya. H.r. As Syafi’I, Musnad As Syafi’I, I : 210,211.
Adapun doa bersama setelah beres dari salat jenazah, selama ini kami tidak mendapatkan sedikit pun keterangan bahwa Nabi saw. melakukannya. Bahkan hal itu terkesan menganggap kurang pada doa-doa salat jenazah.
Mengenai harus bagaimana apabila bersama orang-orang yang  mengadakan doa lagi setelah beres dari salat jenazah, hedaklah diberitahu bahwa hal tersebut tidak dicontohkan oleh Nabi saw., bila tidak hendaklah berdiam diri atau meninggalkan mereka bila melakukan demikian. (edisi 87)
 
Pertanyaan
Mohon dijelaskan hadis riwayat Al Baihaqi tentang tiga perkara yang menyebabkan siksa kubur
Jawaban
Hadis yang anda maksud adalah sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِيِّ r قَالَ : إِنَّ عَذَابَ الْقَبْرِ مِنْ ثَلاَثَةٍ : مِنَ الْغِيْبَةِ وَالنَّمِيْمَةِ وَالْبَوْلِ فَإِيَّاكُمْ وَذلِكَ.
Dari Abu Hurairah, dari Nabi saw. bersabda, “Sesungguhnya azab kubur itu disebabkan tiga perkara: Gibah, namimah, dan kencing, hati-hatilah kamu dari hal itu.”
Imam Al-Baihaqi meriwayatkan hadis ini pada kitabnya ‘Azabul Qabri”. Hal ini sebagaimana yang diterangkan oleh Al-Hindi dalam kitabnya Kanzul Umal, XVI : 242.
Yang dimaksud pada hadis ini bahwa di antara yang menyebabkan siksa kubur itu tiga macam; gibah yaitu menceritakan atau mengungkap keaiban seseorang, namimah yaitu membuat fitnah sehingga mengakibatkan permusuhan, dan kecing karena tidak memelihara kencingnya baik pada waktu kencing tidak menutup aurat atau tidak bersuci atau tidak memelihara dari percikan air kecingnya sehingga terbawa salat.
Dalam hadis lain diterangkan:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ النَّبِيُّ r بِحَائِطٍ مِنْ حِيطَانِ الْمَدِينَةِ أَوْ مَكَّةَ فَسَمِعَ صَوْتَ إِنْسَانَيْنِ يُعَذَّبَانِ فِي قُبُورِهِمَا فَقَالَ النَّبِيُّ r يُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ ثُمَّ قَالَ بَلَى كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ وَكَانَ الآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ دَعَا بِجَرِيدَةٍ فَكَسَرَهَا كِسْرَتَيْنِ فَوَضَعَ عَلَى كُلِّ قَبْرٍ مِنْهُمَا كِسْرَةً فَقِيلَ لَهُ يَا رَسُولَ اللهِ لِمَ فَعَلْتَ هَذَا؟ قَالَ: لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ تَيْبَسَا أَوْ إِلَى أَنْ يَيْبَسَا. رواه البخاري
Dari Ibnu Abas r.a, ia berkata, “Nabi saw. melewati sebuah kebun dari kebun-kebun di Madinah atau di Mekah. Lalu kedengaran oleh beliau suara dua orang sedang disiksa dalam kuburnya. Maka Nabi saw. bersabda, ‘Keduanya disiksa dan tidaklah keduanya disiksa karena dosa besar.’ Kemudian Nabi saw. melanjutkan sabdanya, ‘Yang seorang disiksa karena tidak menutup aurat ketika kencingnya dan yang seorang lagi karena berbuat fitnah (supaya orang saling bemusuhan).’ Kemudian Nabi saw. meminta sebuah pelapah kurma, lalu dipatahkan menjadi dua oleh beliau, dan diletakannya di atas kedua kuburan itu masing-masing sepotong. Kemudian ditanyakan kepadanya, ‘Ya Rasulullah! Mengapa engkau melakukan itu?’ Beliau menjawab, ‘Mudah-mudahan keduanya mendapat keringanan selama pelapah kurma itu belum kering.’” H.r. Al-Bukhari (edisi 87)
 

Penyusun Deni Solehudin
 
 
 

Reporter: Reporter Editor: admin