PP PERSIS: Menegakkan Syariat Islam dalam Bernegara Harus Konstitusional

oleh Reporter

25 Mei 2023 | 03:57

Bandung, persis.or.id - Umat Islam meyakini bahwa ajaran Islam bukan hanya aspek akidah, ibadah, dan hukum yang bersifat individu, melainkan ada pula aspek sosial kemasyarakatan yang dilaksanakan melalui penyelenggara negara.

Ketua Umum PERSIS, Dr. Jeje Zaenudin, M.Ag. menjelaskan bahwa penegakan syariat Islam dalam bernegara harus melalui konstitusi.

“Kaum muslimin di Indonesia berbeda-beda dalam memahami pelaksanaan dan penegakan syariat dalam bernegara, maka PERSIS secara resmi dan sepakat bahwa melaksanakan dan menegakan syariat Islam dalam bernegara harus mengikuti mekanisme dan sistem yang ada, harus konstitusional,” paparnya, Rabu (24/5/2023) di Pesantren PERSIS 50 Lembang, Kabupaten Bandung Barat.

Beliau menjelaskan bahwa konstitusi yang berlaku di Indonesia memberikan hak penuh bagi pemeluk agama untuk meyakini dan menjalankan ibadahnya. 

“Tidak sedikit pun hak dalam beragama, dalam beribadah yang dihalang-halangi, semuanya dipersilakan,” katanya.

Ustaz Jeje menambahkan bahwa syariat Islam itu ada yang terkait dengan hak-hak individu, ada pula yang terkait kewenangan negara yang berlaku untuk seluruh masyarakat. Penegakan syariat Islam dalam arti normatif (living law) yang menjadi ranah individu dalam menjalankan syariat secara kafah (menyeluruh), dan penerapan syariat Islam dalam hukum positif yang menjadi ranah negara.

“Maka ketika menyangkut keinginan berhukum dalam aspek hukum jinayah umpamanya, tidak bisa kita menegakan sendiri karena itu bukan kewenangan individu, ormas, lembaga masyarakat, tetapi kewenangan negara. Kalau bicara negara, berarti bicara sistemnya, dan sistem negara kita republik, dikembalikan ke rakyat,” lanjutnya.

Artinya, penerapan dan pelaksanaan sebuah produk hukum, lanjut ustaz Jeje, mesti dihasilkan berdasar kesepakatan bersama, termasuk penerapan hukum agama.

“Maka hukum agama apa pun bisa jadi hukum negara kalau ada konsensus (kesepakatan bersama) dari warga negara yang diproses melalui tahapan-tahapan legislasi atau taqnin,” tuturnya.

Ustaz Jeje juga menegaskan tentang perbedaan antara kewajiban menerapkan hukum maupun pelaksanaan sebuah hukuman.

“Orang mencuri itu hukumnya haram. Itulah hukum. Namun, bagaimana seorang pencuri dihukumi potong tangan, itu bukan hukum, tapi hukuman. Kalau hukuman itu bukan kewenangan kita sebagai individu, tetapi kewenangan negara,” jelas ustaz lugas.

Beliau mengingatkan bahwa kewajiban individu dalam menerapkan syariat Islam adalah dengan dakwah, pendidikan dan ekonomi. Sedangkan penegakan syariat Islam dalam bernegara, individu dapat mengupayakannya lewat jalur konstitusi.

“Kewajiban kita lewat dakwah, pendidikan, ekonomi. Kewenangan kita adalah mengajarkan masyarakat supaya tidak mencuri, berjudi, membunuh. Dengan begitu, berarti kita telah menegakan syariah,” jelasnya.

Sebagai pamungkas, beliau berharap adanya pendidikan khusus tentang politik Islam. Sehingga semua dapat memahami dengan benar bagaimana penegakan syariat Islam.

“Semoga nanti ada semacam daurah fikih siyasah, agar paham bagaimana penerapan syariah yang benar dan konstitusional; agar tidak menjadi agenda musuh Islam mengadu domba dalam negeri sendiri, hingga terpecah belah disebabkan kesalahan persepsi kita tentang penerapan syariah,” pungkasnya.

[]

(Hilman Indrawan/dh)

Reporter: Reporter Editor: admin