Jakarta - persis.or.id, "NKRI berdiri atas konsensus berdasarkan konstutusi, sehingga kita wajib menjaganya. Apalagi sejarah mencatat kemerdekaan bangsa Indonesia diperjuang oleh umat Islam", ungkap Prof. Maman, Jumat (09/02/2018).
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Majelis Penasehat PP Persis, Prof. Dr. Maman Abdurahman, saat Musyawarah Besar Nasional yang dihadiri oleh seluruh pemuka agama di Indonesia.
Ia juga menyebutkan, nilai Islam sejak awal menjadi dasar pancasila. Nilai Islam menurutnya, sejak awal telah hadir dalam UUD dan peraturan hidup bernegara.
"Untuk itu umat Islam mengajak umat yang lain berkontribusi terhadap pengayaan nilai keagamaan dalam kehidupan bernegara", ungkapnya.
Dalam forum nasional itu, Prof. Maman mengatakan, argumen yang menyebut demi kebebasan dan pluralisme maka masyarakat Indonesia bebas untuk tidak beragama, hal itu patut dikhawatirkan justru menimbulkan ketidakharmonisan.
"Sama kelirunya denga menyebut bahwa jangan bawa-bawa agama dalam kehidupan bernegara karena bertolak belakang dengan jiwa nilai-nilai agama yang sudah ada dalam jiwa kehidupan bermasyarakat", ia menambahkan.
Semangat kerukunan dalam bingkai toleransi Bhineka Tunggal Ika jangan sampai merugikan keyakinan dan cara beribadah masing-masing umat beragama. Ia menyebut, dalam masalah teologi ibadah ritual tetap berlaku
lakum diinukum waliyadiin.
Masing-masing agama membiarkan umat agama lain melaksanakan ibadah sesuai dengan keyakinannya tanpa harus mengajak pemeluk agama lain untuk mengikuti tata cara ibadahnya.
"Jangan sampai terjadi
tasamuh yang tidak punya
izzah. Saling berganti cara ibadah demi alasan toleransi, justru akan menimbulkan kebingungan diantara para pemeluknya", tuturnya.
Umat beragama, sebut Prof. Maman, harus menjaga identitas agamanya masing-masing. Ia menekankan untuk menjaga kerukunan, toleransi tidak dilakukan dengan saling mempertukarkan identitas atau mencampuraduk ritual masing-masing agama.
Dia juga mencontohkan, misalnya mengucapkan salam dengan berbagai cara ibadah semua umat, umat non muslim memakai jilbab atau shalawatan dalam kegiatan ibadahnya dan lainnya.
"Upaya toleransi seperti itu menimbulkan kebingungan,
syak wasangka dan pada akhirnya mengancam kerukunan beragama, mengacam nilai bhineka tunggal ika itu sendiri", tegas Prof. Maman.
Pemerintah yang telah terbentuk dari hasil pemilu harus diakui sepanjang pemilu tersebut dilaksanakan secara jujur, adil, bebas dan rahasia. Untuk itu penyelenggara pemilu dapat mengemban tanggung jawabnya secara jujur.
Pada akhirnya pemenang pemilu harus memiliki keberpihakan kepada rakyat. Intervensi asing menurut Prof. Maman, menjadi faktor penting dalam menciptakan kerukunan bangsa.
"Bonus besar demografi muslim menjadi terganggu manakala ada keberpihakan pemerintah kepada kepentingan negara-negara anti Islam", imbuhnya.
Ia juga menyampaikan untuk mewujudkan kerukunan beragama intra agama, maka umat Islam perlu lebih saling memahami, saling mengenal agar dapat menimbulkan kesiapan saling tolong dan puncaknya adalah pemberian jaminan keselamatan sesama muslim walau berbeda dalam hal
furuiyyah.
Semangat kerukunan terhadap perbedaan yang menimbulkan
ushuliyah (penyimpangan) perlu dihentikan dalam rangka pemahaman yang benar terhadap agama pada umatnya sendiri.
"Tidak dipungkiri adanya fanatisme, fundamentalis, sekuler, hedonis serta pemikiran-pemikiran lain, menimbulkan keresahan di dalam kelompok-kelompok agama masing-masing", pungkasnya. (TS/TG)