Sudah tidak asing lagi di kita setiap tanggal 17 Agustus ada perayaan kemerdekaan Indonesia. Bahkan jauh-jauh hari sebelum tanggal 17 Agustus aroma penyambutan hari kemerdekaan itu sangat kentara. Sampai ada yang 'mengqadla' perayaannya hingga bulan-bulan berikutnya. Seolah tak mau terlewat-melewatkan tanggal bersejarah itu.
Demi merayakan hari kemerdekaan banyak cara yang dilakukan oleh panitia perayaan, seperti anak muda di jalanan yang pasang jaring kemerdekaan, untuk meminta bantuan dana perayaan. Mengedarkan proposal ke berbagai sponsor bahkan tak jarang mendatangi rumah-rumah warga. Dan sederet cara lain untuk mendatangkan dana perayaan.
Tak habis pikir, dari contoh di atas saja dapat kita renungi sebetulnya bangsa Indonesia ini sudah merdeka sepenuhnya atau belum? Bahkan mengisi kemerdekaannya saja mempertontonkan ketidakmerdekaan, baik gagasan, ekonomi, dan daya saing (kreativitas) generasi bangsa. Belum lagi melihat konten acaranya yang banyak diisi oleh hiburan, yang banyak madlaratnya. Apa yang salah dengan negeri ini? Ada apa dengan anak muda negeri ini?
Soedirman rela masuk hutan untuk bergerilya memerjuangkan harkat martabat bangsa ini padahal kondisinya sedang sakit keras, tapi ia korbankan waktu dan keluarganya untuk berjuang, bertakbir, memimpin gerakan pembebasan di hutan buas. Natsir dengan tegas dan santun memersatukan daerah-daerah di Nusantara, yang dikenal dengan mosi integralnya. Dan sederat tokoh kemerdekaan lainnya yang berjasa atas keberadaan negeri ini. Mereka semua berjuang mengeluarkan darah karena menginginkan
kebebasan dari invasi asing. Tapi ngerinya, Hari ini banyak pemuda yang muntah darah karena mabuk-mabukan dan tawuran.
Mensyukuri Kemerdekaan
Semestinya kita sebagai pewaris negeri ini mensyukuri dan meyakini kemerdekaan atas pertolongan Allah. Sebagaimana termaktub dalam Qs. An-Nashr :1-3. Belajar dari peristiwa fathu Makkah, nabi berhasil menaklukan Makkah atas pertolongan Allah. Atas keberhasilannya nabi diperintahkan untuk bertasbih, tahmid, dan istighfar kepada Allah. Bahkan merdeka menurut wahyu ini adalah mereka yang dengan yakin bahwa kemerdekaan-kemenangan hakikatnya Allah yang memberikan serta mereka yang memilih agama Allah, membebaskan diri dari invasi nafsu, syahwat, syaithan, syirik dan seabreg kejelekan yang lain.
Indonesia Masih Terjajah
Kita bisa lihat bagaimana aktivitas politik dan ekonomi di Indonesia hari ini. Untuk mengurus negara dalam waktu lima tahun Presiden Jokowi telah mengganti-menukar pengisi kabinetnya dalam waktu dua puluh bulan dua kali reshuffle. Belum lagi yang terbaru memberhentikan Archandra Tahar yang baru menjabat 20 hari menjadi menteri ESDM karena memiliki identitas kenegaraan di Amerika. Belum lagi kegaduhan politik yang terjadi di jajaran partai politik, hingga dewan sekalipun. Lemahnya pelaksanaan hukum, yang lancip ke bawah dan tumpul ke atas.
Dari aspek ekonomi, Indonesia meningkatkan prestasi hutangnya. Dalam hitungan bulan, utang pemerintah Indonesia kembali naik Rp39,38 triliun pada akhir Juni 2016 menjadi Rp3.362,74 triliun dibandingkan bulan Mei 2016 yang hanya Rp3.323,36 triliun. (okezone)
Belum lagi beberapa aset ekonomi kita yang diserahkan kepada asing, belum lagi pekerja asing yang masuk ke kita dengan adanya MEA. Pasar asing bahkan berjaya di kita.
Jadi apakah kita sudah merdeka? Saya kira belum. Kita masih ter(di)jajah oleh asing dan mereka para pengkhianat bangsa, kaum kapitalis.
Apalagi cara imperialis sekarang berbeda. Sekarang eranya imperialisme modern. Bagaimana suatu negara dikuasai oleh negara lain dengan cara yang halus. Seolah mereka sedang mengadakan kerjasama, padahal ada upaya untuk memonopoli kekuasaan, dalam sektor ekonomi misalnya. Dengan hutang maka Indonesia secara ekonomi-politik akan sangat dirugikan, ketergantungan pada negara lain.
Oleh karenanya Profesor Veth pernah mengatakan bahwa sebetulnya Indonesia tidak pernah merdeka; dari zaman purbakala sampai sekarang, dari zaman ribuan tahun sampai sekarang, dari zaman hindu sampai sekarang, Indonesia masih menjadi negara jajahan.
Sampai ada syair yang menarik:
Di pantainya tanah jawa rakyat berdesak-desakan
Datang selalu tuan-tuannya setiap masa
Mereka beruntun-runtun sebagi runtutan awan
Tapi anak pribumi sendiri tak pernah kuasa
Merdeka untuk para mafia Indonesia, merdeka mereka penjual Indonesia, merdeka untuk koruptor, merdeka untuk asing penjajah ekonomi-politik kita.
Jadi perlu kita akui, kita belum merdeka selama rakyat masih susah mencari pekerjaan, kita belum merdeka selama guru masih dimarginalkan, kita belum merdeka selama petani dikerdilkan, kita belum merdeka selam sapi masih impor, beras masih impor, kita belum benar-benar merdeka. (/Adi Tahir)