Bandung - persis.or.id, Dr. Ihsan Setiadi Latief, M.Si mempresentasikan Desertasinya "Komunikasi Organisasi Persatuan Islam dalam menyebarkan faham keagamaan Persis dan implikasinya terhadap perkembangan organisasi Persis di Indonesia" pada hari senin (25) di Fakultas Ilmu Komunikasi - UNPAD.
Penelitian ini mengkaji komunikasi organisasi Persatuan Islam dalam menyebarkan faham keagamaan Persis dan implikasinya terhadap perkembangan organisasi Persis di Indonesia. Masalah yang dikaji difokuskan kepada pergeseran paradigma komunikasi organisasi dan komunikasi dakwah Persis terhadap umat Islam, khususnya anggota organisasi ini, dan implikasinya terhadap perkembangan jam’iyyah di daerah. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap bagaimana strategi dan bentuk-bentuk komunikasi organisasi Persis pada masa sekarang dan apa implikasinya terhadap perkembangan organisasi.
Penelitian ini menggunakan perspektif komunikasi organisasi. Komunikasi organisasi memiliki struktur baik yang bersifat vertikal, horizontal, diagonal, komunikasi ke dalam dan ke luar organisasi, komunikasi formal dan komunikasi informal dan bentuk-bentuk lainnya yang tentu saja berakibat pada hasil dari komunikasi organisasi diantara pihak-pihak yang berkomunikasi.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Kasus yang dimaksud adalah organisasi massa berbasis agama atau yang disebut ormas Islam Persatuan Islam (Persis) yang dikenal sebagai organisasi yang keras dan tegas dalam masalah-masalah agama, akan tetapi tetap berkembang dan jumlah anggotanya terus bertambah.
Penelitian ini menemukan bahwa telah terjadi perubahan strategi komunikasi organisasi Persis sejak didirikannya hingga sekarang. Sejak berdirinya pada tahun 1923, organisasi ini dikenal sebagai salah satu organisasi pembaharuan Islam. Yang dimaksud pembaharuan di sini adalah pembaharuan pemikiran tentang Islam. Untuk kasus organisasi Persis pembaharuan di sini lebih cenderung merupakan gerakan pemurnian ajaran Islam didasarkan kepada kenyataan bahwa pelaksanaan ajaran Islam pada saat itu telah bercampur aduk dengan praktek-praktek keagamaan yang berasal dari luar ajaran Islam dan dari unsur-unsur budaya lokal.
Dalam dakwahnya, Persis lebih sering menggunakan metode komunikasi yang dipandang keras, kaku, hitam putih, dan fiqih oriented, oleh sebagian masyarakat yang menjadi sasaran dakwahnya. Seperti lazimnya pada setiap metode komunikasi dalam dakwah tentu memiliki konsekuensi, dakwah Persis pada masa awal yang banyak dilakukan melalui metode pengajian-pengajian, diskusi, debat, tanya jawab, polemik telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan umat (sasaran dakwahnya) serta banyak menimbulkan ketersinggungan di kalangan sebagian umat Islam yang dalam pandangan ulama Persis dianggap telah melakukan praktek-praktek bid’ah, khurafat, dan takhayul.
Akibat pendekatan komunikasi seperti itu, jumlah pengikut Persis menjadi sedikit dan tidak berkembang sebagaimana yang terjadi pada ormas Islam lainnya yang sezaman. Padahal pemikiran-pemikiran keagamaannya cukup mempengaruhi kalangan elit umat Islam dan turut memperkaya wacana keislaman di Indonesia bahkan di negara negara Asia Tenggara, pemikiran dan karya-karya tokoh Persis cukup diperhitungkan.
Di sisi lain, dalam proses rekrutmen anggota dan pengembangan oganisasi di daerah, Persis juga menerapkan sistem rekrutmen yang cukup ketat dan teliti. Setiap Muslim yang tertarik untuk menjadi anggota Persis harus mengikuti proses pembinaan dan menunjukkan aktivitasnya dalam pengajian-pengajian yang diselenggarakan oleh organisasi. Setiap calon anggota yang bermaksud menjadi anggota harus aktif mengikutinya. Sampai pada saat yang dipandang layak untuk diterima menjadi anggota, ia juga harus mendaftar secara resmi dan harus ditandatangani oleh dua orang saksi yang telah menjadi anggota.
Sedangkan pengembangan organisasi di daerah dilakukan pada umumnya dengan cara bottom up, yaitu dari tingkat terbawah terlebih dahulu yaitu pendirian tingkat pimpinan jama’ah baru ke tingkat cabang dan seterusnya dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Model seperti ini terbukti lambat dalam pengembangan jamiyyah di daerah dan menemui banyak kendala, terutama yang dialami oleh anggota-anggota di luar Jawa.
Dengan komunikasi organisasi yang dilakukannya, sejak berdirinya tahun 1923 hingga tahun 2010, Persis hanya memiliki sembilan pimpinan wilayah di tingkat provinsi dari 34 provinsi yang ada di Indonesia dan 45 PD di tingkat kabupaten/kota. dan 292 PC di tingkat kecamatan. Jumlah pimpinan ini relatif kecil dibanding jumlah provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan di Indonesia.
Sejalan dengan karakter kepemimpinan Persis yang memiliki ciri masing-masing dari periode ke periode dan perkembangan yang terjadi, maka sedikit demi sedikit terjadi pergeseran dan perubahan dalam hal metodologi dakwah dan komunikasi organisasi Persis. Jika Persis sebelum Muktamar 2010 dikenal sebagai organisasi Islam yang kaku dan keras dalam dakwahnya, ternyata ia mengalami pergeseran dan perubahan menjadi semakin low profile, persuasif, dan semakin terbuka. Dengan pergeseran seperti itu, dakwah Persis mulai dapat diterima lebih banyak umat Islam dan wilayah dakwah Persis semakin meluas ke berbagai lapisan masyarakat.
Di sisi lain, pengembangan organisasi di daerah dilakukan secara lebih fleksibel dengan komunikasi organisasi yang lebih terbuka dan setara. Pengembangan organisasi tidak lagi terpusat pada model bottom up tetapi lebih ditekankan kepada model top down, artinya pengembangan organisasi dilakukan dari tingkat atas yaitu dimulai dari pembentukan PW, kemudian PD dan PC. Sedangkan dalam rekrutmen anggota, terjadi pergeseran dari pola “dibina dulu kemudian direkrut menjadi anggota” ke pola “menjadi anggota kemudian dibina”, karena dalam kenyataannya anggota yang direkrut pada umumnya telah mengenal Persis dan sebagian besar adalah alumni Pesantren-pesantren Persis.
Dengan perubahan metodologis dan pola komunikasi organisasi Persis, penyebaran organisasi dan pertambahan jumlah anggota telah menjangkau lebih banyak provinsi-provinsi di Indonesia. Pergeseran terjadi karena organisasi ini menyadari bahwa strategi dan metode komunikasi organisasi memperhatikan iklim komunikasi organisasi dengan memperhatikan prinsip-prinsip fleksibilitas (flexibility), konformitas (conformity), tanggung jawab (responsibility), standar (standards), imbalan (reward) terutama yang bersifat intangible, kejelasan (clarity), dan komitmen kelompok (team comitment). Dimensi-dimensi ini menjadi perhatian Persis dalam mengembangkan konsep jihadnya.
Dengan perubahan metode dan pendekatan komunikasi organisasi yang dilakukan Persis, maka dalam waktu lima tahun telah terjadi perkembangan yang signifikan dalam keanggotaan Persis dan jumlah PW,PD, dan PC di berbagai provinsi di Indonesia. Hingga akhir tahun 2015, Persis telah memiliki 17 PW, 64 PD, dan 352 PC di seluruh Indonesia dengan pertambahan anggota lebih dari 50 persen dari jumlah anggota pada tahun 2010.
Dilihat dari perkembangan di atas, terdapat lima faktor perubahan penting yang berimplikasi kepada perkembangan jam’iyyah di lima tahun terakhir, yaitu:
- Pergeseran paradigma komunikasi dakwah dari keras menjadi lembut, dari ‘panas’ menjadi sejuk.
- Fleksibilitas prosedur pengembangan jam’iyyah dan pembinaan anggota dengan menangkap dan merespon setiap peluang yang ada bagi pengembangan jam’iyyah dan pembinaan dan kaderisasi anggota.
- Komunikasi antar ormas dan lembaga Islam yang semakin akrab dan intensif.
- Keterbukaan dalam masalah siyasah dengan memperlakukan semua anggota dan calon anggota secara setara tanpa membedakan afiliasi partai.
- Pemanfaatan TI secara maksimal dalam membangun komunikasi organisasi dengan daerah telah memudahkan proses pembentukan jam’iyyah secara lebih efisien, meski dalam aspek pembinaan masih perlu peningkatan.