Tarawih di Masjidil Haram

oleh Reporter

23 Mei 2018 | 03:59

Senin malam, 21 Mei 2018 selepas melaksanakan ibadah umrah, saya berkesempatan untuk mengikuti tarawih di Masjidilharam. Merasa hotel Makarem tempat menginap cukup dekat dari Masjidilharam, usai buka shaum di hotel tidak buru buru ke mesjid. Baru menjelang setengah jam memasuki waktu isya, saya keluar hotel untuk menuju mesjid. 

Sungguh diluar dugaan saya, jamaah sudah berbondong bondong menuju mesjid. Trotoar jalan, sudah dipenuhi jamaah terutama ibu ibu. Memasuki pelataran Masjidilharam, sudah sangat sulit untuk mencari ruang shalat. Saya tidak bisa lagi memasuki masjid. Hanya berputar putar di sekitar halaman mesjid mencari ruang untuk shalat.

Ketika ada sedikit tempat, tiba tiba askar yang menjaga seputar halaman masjid, meminta saya untuk pindah. Dan itu beberapa kali terjadi. Halaman Masjidilharam dan sekitarnya dipenuhi askar dan polisi Arab Saudi yang mengatur sesaknya jamaah. Akhirnya saya menyerah. Tarawih pertama di tanah suci itu, harus dilaksanakan di  pelataran masjid.

Tidak mau terulang kembali seperti senin malam, hari selasa ini 22 Mei saya berdiskusi dengan Prof. Edi Setiadi, Rektor Unisba yang kebetulan satu rombongan. Akhirnya diputuskan untuk tarawih tidak di dalam mesjid yang dekat Kabah atau melalui pintu King Abdul Azis, namun mencari tempat baru di bagian mesjid yang baru dibangun, meskipun agak jauh dari hotel. 

Kami berangkat menuju masjid setelah ashar. Mencari tempat yang nyaman untuk tarawih dan berencana sejak maghrib  berada di dalam mesjid.

Menjelang sore, udara cukup panas, saya tiba di bagian Masjidilharam yang baru selesai dibangun. Suasananya lebih nyaman dibanding seputar Kabah. Mesjid baru dengan arsitektur yang megah dan indah. Ruangan masjid begitu dingin karena hembusan ac yang kencang. Di karpet abu yang masih baru, kami leluasa untuk membaca Al Quran menunggu kumandang azan maghrib tiba.

Suasana sebelum maghrib, sama persis dengan suasana yang pernah saya tuliskan sebelumnya mengenai iftar di masjidil haram. 

Shalat maghrib kali ini, diimami imam pavorit saya sejak awal menunaikan haji tahun 2002, yakni Prof. Dr. Asy-Syaikh Abdurrahman bin Abdul Aziz bin Muhammad as-Sudais atau lebih dikenal dengan Abdurrahman as-Sudais. Beliau Imam dan Khatib Masjidil Haram yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Pengurus Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dengan lengkingan suara emas nya yang khas.

Usai shalat maghrib, kami tetap bertahan didalam masjid hingga  waktu isya datang menjelang. Banyak waktu untuk memperbanyak membaca al quran hingga tiba waktu isya.

Sambil menunggu waktu isya, tiba tiba seseorang menghamparkan plastik didepan kami. Ia taburkan puluhan butir kurma dan berpotong potong roti. Menyeduhkan teh manis beberapa gelas. Dan dengan ramah, orang Arab yang baik hati itu  mengajak buka bersama dengan kami... Alhamdulillah.

Tarawih yang Berkesan

Tidak lama kemudian,  azan isya pun berkumandang tepat pukul 20.47. Dari azan isya ke pelaksanaan shalat isya, ada interval waktu yang cukup karena shalat isya dimulai pukul 21.15 yang dilanjutkan dengan shalat jenazah lalu jeda sebentar untuk persiapan shalat tarawih. 

Shalat tarawih kali ini dipimpin oleh imam Masjidil haram yang baru, yakni  Syeikh Dr. Yasir bin Rasyid Ad Dausary,  seorang asisten profesor  di Universitas Malik Saud. 

Shalat tarawih dilaksanakan 23 rakaat yang dibagi dalam setiap dua rakaat.  Shalat tarawih kali ini terasa lebih khusu karena berada di dalam mesjid baru yang nyaman dibandingkan dengan tarawih kemarin di pelataran masjid yang hiruk pikuk.

Syekh Yasir melantunkan surat surat yang cukup panjang selama tarawih. Namun, tidak terasa lama karena langgam suara yang khas, bacaan makhraj yang pas, dan lantunan suaranya yang merdu. 

Usai rakaat kedelapan, saya yang terbiasa dengan shalat tarawih 11 rakaat, lalu memisahkan diri untuk menutup tarawih malam itu dengan shalat witir tiga rakaat. Sementara imam Masjidilharam melanjutkan tarawihnya hingga 23 rakaat dan baru berakhir pukul 11.00 tengah malam.

Akhir tarawih, saya saksikan di televisi di kamar hotel.  Tarawih 23 rakaat itu ditutup dengan doa qunut yang cukup panjang mendoakan kaum muslimin di seluruh dunia utamanya di palestina dan rohingya sambil terisak. Kadang mengutuk keras kekejaman dengan suara lantang... Allahu Akbar.

Terimakasih ya Allah yang telah mentakdirkan saya kembali menunaikan ibadah shalat tarawih di Masjidilharam, di bulan ramadhan yang penuh berkah dan ampunan ini.

Oleh: Dadan Wildan

Reporter: Reporter Editor: admin